Selasa, 13 September 2011

PERANAN ORANG TUA DALAM MENANAMKAN DISIPLIN PADA DIRI ANAK


PERANANAN ORANG TUA MENANAMKAN DISIPLIN ANAK

Suatu Telaah Reflektif Teoritis


Oleh


H a m z a h

Widyaiswara Madya LPMP Prov. NTT

        Abstrak : Orang Tua memiliki peranan penting untuk meletakkan dasar-dasar disiplin anak.. Disiplin diri sangat diperlukan di era globalisasi oleh subyek didik agar mereka mampu memberikan wahana dalam perubahan dunia yang serta mega cepat sehingga tidak terbawa oleh arus perubahan. Tidak disiplin mendorong terjadinya percecokan, pertengkaran, perkelahian, pembunuhan secara sadis diantara sesama hamba Tuhan, dan hanyut dalam perubahan. Disiplin diri penting ditanamkan sedini mungkin pada diri anak.
       Kata-kata kunci : Orang Tua, disiplin diri, dan anak.
Keluarga merupakan salah satu lembaga pengembang tugas dan tanggung jawab pendidikan pertama. Tujuan pendidikan adalah mengupayakan subyek didik menjadi pribadi yang utuh dan terintegrasi, orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab menanamkan disiplin diri, mengembangkan, memperjelas, memperdalam dan memperluas berbagai makna yang menjadi pedoman dalam kehidupan anak. Salah satu aspek untuk mendorong dan mengembangkan kepribadian anak secara utuh adalah disiplin diri.
        Sistem nilai yang diupayakan harus dapat mewakili sebagian besar  norma-norma, diantaranya sistem nilai Spranger  ( Alisjahbana 1974 ). Anak yang disiplin adalah senantiasa berperilaku berdasarkan peraturan, norma, dan moral. Penanaman dan pengembangan disiplin diri anak merupakan realisasi pelaksanaan Undang-undang No 2 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral, peraturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Anak berdisiplin memiliki keteraturan diri berdasarkan agama, nilai budaya, moral, aturan pergaulan, pandangan hidup dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Orang tua di tuntut menanamkan dan mengembangkan disiplin anak dalam hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, lingkungan alam dan mahluk hidup lain bardasarkan nilai, norma dan moral.
        Disiplin merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Telaah dunia barat terutama yang berpedoman pada filosufi pragmatisme dan nilai sosial menempatkan pada urutan pertama dan terpenting menyatakan; Keteraturan diri merupakan esensi disiplin diri hanya terfokus pada segi kemanusiaan (humanistik), kepuasan diri, dan mengabaikan keteraturan diri manusia berhubungan dengan Tuhan. (Bernhardt 1964) menyatakan bahwa tujuan disiplin diri adalah mengupayakan perkembangan minat dan mengembangkan anak menjadi manusia yang akan menjadi sahabat yang baik, tetangga yang baik, anak bangsa yang baik, dan warga negara yang baik. Oleh Karena demikian maka orang tua memiliki  tanggungjawab kodrati mendidik anak. (Soelaeman 1988) menegaskan bahwa tanggungjawab pendidikan yang kodrati sepenuhnya ada pada orang tua. Bila kita menyimak lebih jauh tujuan pendidikan yang esensial adalah pembinaan dan pengembangan kepribadian secara utuh dan terintegrasi yang merupakan tanggungjawab bersama, orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Keluarga merupakan salah satu dan terutama dalam membentuk kepribadian anak.
“Peranan Orang Tua Menanamkan Disiplin Diri anak”
        Orang tua sedini mungkin mengupayakan penanaman disiplin diri kepada anak yang menjadi salah satu faktor pertama dalam pengembangan anak lebih lanjut, baik di masyarakat, maupun di lembaga pendidikan formal, dan informal lainnya. Orang tua menjadi sumber nilai bagi anak, maka nilai sebagai rujukan disiplin diri dan berasal dari orang tua. Jika anak usia dini tidak ditanamkan dasar-dasar disiplin yang kuat, maka  dalam memasuki usia remaja agak sulit mengembangkan disiplin dirinya. Posisi keluarga sangat strategis, karena keluarga memiliki rasa tanggungjawab pertama dalam mengembangkan disiplin diri anak. Mengingat posisi orang tua memegang peranan penting dan strategis dalam keluarga, maka orang tua harus mampu menciptakan situasi dan kondisi lingkungan fisik sosial keluarga yang konduksif, menghindarkan diri dari perilaku tindakan kekerasan yang tidak beragamais, tidak berperikemanuasiaan dalam kehidupan keluarga, sehingga dapat mendorong anak mengembangkan disiplin dirinya. Anak berdisiplin diri, memiliki keteraturan pribadi yang terintegritas perasaan kemanusiaan, kata hati, dan suasana hati terhadap nilai-nilai. (Alisjahbana 1974), menegaskan bahwa disiplin diri diperlukan untuk memperkuat kesadaran etika personal dan konsistensi prinsip etik. Disiplin diri diperlukan untuk penyempurnaan nilai yang tertinggi dalam diri pribadi. Nilai etika dalam diri pribadi merupakan cerminan aktualisasi nilai religi dalam kehidupan manusia. Disiplin diri merupakan dimensi yang sangat urgen ditanamkan dan dikembangkan dalam diri anak agar memiliki kepribadian yang utuh dan terintegrasi. Kepribadian yang utuh dan terintegrasi memiliki empat dimensi dalam melakukan hubungan dengan Tuhan sebagai pencipta, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan alam dan mahluk hidup lainnya berdasarkan nilai, norma, dan moral.
        (Wiener dan Philips 1971) menyatakan bahwa disiplin  merupakan aktualisasi  dan kontrol diri. Berdisiplin berarti belajar menerima kekuatan moral untuk bertanggungjawab. Di era globalisasi yang mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan manusia yang mega cepat dewasa ini yang mungkin menghanyutkan manusia dalam arus tersebut, maka keteraturan diri yang berlandaskan nilai, aturan, norma, dan moral mutlak diperlukan. Jika hal ini dibutuhkan, maka penanaman dan pengembangan disiplin diri sedini mungkin diupayakan oleh orang tua secara optimal. Seorang anak yang memiliki disiplin diri adalah anak yang mampu mengatur diri sendiri, mentaati norma-norma yang berlaku di dilingkungan masyarakat atas dasar kemauan dan pertimbangan yang matang dari dalam dirinya sendiri akan pentingnya norma untuk penyempurnaan diri dalam kehidupan yang lebih baik. Dampak dari perbuatan manusia yang tidak disiplin diri yang sangat dirasakan masyarakat dewasa ini, antara lain pembunuhan, main hakim sendiri yang tidak berperikemanusiaan,, perkosaan, perkelahian antar pemuda, kekerasaan dalam rumah tangga, terorisme, penipuan, dan eksploitasi  kemolehan   tubuh  yang   di  ikuti   oleh   rasa  bangga. Hal ini bukan berarti mengurangi keberadaan anak yang memiliki disiplin diri  dan  keberadaan  orang  tua                                                                                                                              yang berhasil menanamkan dasar-dasar disiplin yang kuat pada diri anak, sehingga memungkinkan anak mengembangkan dan memperdalam sistem nilai yang telah diwariskan oleh orang tuanya dan pendidik. Ada tiga hal yang dapat mengembangkan disiplin diri anak; pertama mendorong anak untuk belajar hal-hal positif; Kedua Mengarahkan perhatian anak untuk mengolah pengaruh yang positif; Ketiga Kesan yang positif yang diperoleh anak.dari hasil bejarnya. Disamping tiga hal tersebut, orang tua harus menciptakan kondisi lingkungan keluarga yang harmonis yang memungkinkan anak dapat mengembangkan disiplin dirinya. Anak beridentifikasi langsung secara pribadi apa yang ia lihat dan menirunya apa yang dilakukan orang tua, dan tahapan ini dinamai tahapan pembiasaan. Anak beridentifikasi langsung menyangkut nilai-nilai yang diakui oleh orang tua, masyarakat, dan pendidik, dan tahapan ini anak mulai mengamati kehidupan secara kritis, orang tua, masyarakat, dan pendidik kadang-kadang berbuat keliru, walaupun berupaya untuk berbuat selaras dengan yang dianjurkan. Perbuatan orang tua, masyarakat dan pendidik harus dikaitkan dengan perangkat nilai dan peraturan yang di anut (Soelaeman 1994).
        (Ki Hadjar Dewantara 1962) menyatakan bahwa pendidikan harus dilakukan dengan keinsyafan yang ditujukan ke arah keselamatan dan kebahagiaan manusia. Konsep-konsep pendidikan yang disusunnya adalah “ momong, among, dan ngemong”, artinya bahwa pendidik harus mencampuri kehidupan si anak  bila anak ternyata sudah di jalan yang salah, mengamati agar anak dapat tumbuh menurut kodratnya, dan menghukum jika anak melakukan kesalahan dengan tujuan untuk mencegah melakukan kejahatan. Pernyataan Ki Hadjar Dewantara tersebut memberikan isyarat, orang tua dan Pendidik hanya diberi wewenang untuk menuntun tumbuhnya kekuatan untuk memperbaiki lakunya yang dapat melahirkan “ among sistem” artinya pendidik hanya menyokong kodrat anak, agar dapat mengembangkan hidup lahir dan batin menurut kodratnya sendiri. Selain konsep pendidikan tersebut Ki Hadjar Dewantara menyusun alat pendidikan; pertama memberi contoh / teladan; kedua pembiasaan; ketiga pengajaran; ke empat perintah paksaan dan hukuman; kelima laku; dan Ke enam pengalaman lahir dan batin. Ki Hadjar Dewantara membagi fase-fase perkembangan anak menjadi tiga dimensi; Pertama masa kanak-kanak (umur 1-7 tahun) di sarankan untuk menggunakan alat pendidikan pemberian contoh / teladan dan pembiasaan; Kedua masa purtumbuhan jiwa pikiran (7-14 tahun) di sarankan untuk menggunakan alat pendidikan pengajaran dan perintah, hukuman dan paksaan; dan Ketiga masa terbentuknya budi pekerti (14-21 tahun ) di sarankan untuk menggunakan alat pendidikan laku (disiplin diri) dan pengalaman lahir batin. Pendidikan budi pekerti dan laku (disiplin diri ) terletak pada orang tua, dan orang tua berperan dalam keluarga sebagai guru (penuntun), pengajar, dan sebagai pemimpin (pemberi contoh). Orang tua perlu menyadarinya bahwa pendidik tidak memiliki kemampuan untuk mengubah pribadi anak, tetapi hanya mengupayakan secara optimal.
         Orang tua dalam membantu anak mengembangkan disiplin dirinya harus menggunakan sistem pola asuh bina kasih.  Sistem ini efektif, karena dimensi kognitif norma moral tersimpan dalam ingatan, sehingga dimensi kognitif tersusun secara komulatif dan terintegrasikan kedalam struktur yang makin komplek, terdiri dari norma,moral yang berkembang pada anak berkenaan dengan bagaimana seharusnya bertindak dan seharusnya tidak bertindak. Orang tua dalam menanamkan disiplin diri pada anak harus mengupayakan anak berdialog dengan anggota keluarga, lingkungan untuk mengembangkan disiplin dirinya. Banyak  cara  yang  dapat  mengubah  perilaku anak; menurut  taori  belajar  sosial :Pertama upaya orang tua dan pendidik menghilangkan masalah-masalah perilaku anak yang menyimpang dengan penguatan positif  yang tidak ajek / diulanginya reduksi kecemasan (Pemadaman). Kedua mendatangkan situasi dan kondisi yang dapat menghadirkan stimuli respon yang bertentangan dengan kecemasan / reaksi ketakutan (counterconditioning). Ketiga penguatan posistif diperlukan sebagai instrumen untuk membuat ketergantungan perilaku pada ganjaran yang diberikan. Ke empat Balikan merupakan bentuk penguatan positif dan negatif, tetapi merupakan instrumen khusus. Ke lima mengubah dan meningkatkan perilaku anak diperlukan mediator yang berhubungan dengan perilaku yang akan diubah dan di tingkatkan (contiguty-mediational). Ke enam proses retensi merupakan metode yang digunakan untuk menggugah perhatian anak, di dalamnya diperlukan adanya peristiwa / kejadian yang dimodelkan. Ke Tujuh Hukuman (aversive control) mengubah perilaku anak diperlukan; membuat rintangan yang dikondisikan; mengkondisikan emosi; membatasi perilaku negatif; penginderaan dari agen-agen hukuman; dan model yang negatif. Upaya orang tua adalah menanamkan dasar-dasar nilai moral pada diri anak, dan mengembangkannya sebagai acuan dalam bertindak. Tanggungjawab esensial pendidikan moral adalah lembaga pendidikan, meskipun lembaga pendidikan hanya berpartisipasi (Bekker 1974). Lembaga Pendidikan esensinya bukan hanya sekedar partisipasi pengembangan moral anak, tetapi menerima pendelegasian wewenang dan tanggung jawab orang tua dan masyarakat untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing anaknya. (Wiener dan Philips 1971) memberi petunjuk praktis kepada orang tua dan pendidik dalam membantu anak mengembangkan disiplin diri; Pertama memecahkan masalah disiplin; Kedua prinsip evektifitas latihan; Ketiga menggunakan pertolongan profesional dan non profesional; Ke empat latihan dalam disiplin diri; dan Kelima pertanyaan yang dimunculkan dan jawabannya ketika anak berumur 2-6 tahun, 7-12 tahun, dan12-17 tahun. Wiener dan philips hanya melihat dari segi psikologis, belum mengungkapkan tujuan, landasan, dan penataan situasi dan kondisi dalam menanamkan dan mengembangkan disiplin diri anak. Berdasarkan kelima petunjuk tersebut, pada dasarnya, orang tua hendaknya mengajarkan kepada anak dua hal, yakni melaksanakan perbuatan terpuji, dan menghindari diri dari perbuatan yang tidak terpuji. Orang tua dalam menanamkan dan mengembangkan disiplin diri anak hendaknya mampu mewujudkan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai, aturan, dan nilai moral sebagai salah satu unsur keteladanan diri yang positif dalam membantu anak mengembangkan disiplin dirinya, sehingga mereka dapat mengembangkan kehidupan sosial yang sehat di lingkungan masyarakat. Landasan untuk membangun disiplin diri adalah membangun hubungan yang harmonis dan komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak. Komunikasi efektif meliputi: pernyataan mendengarkan secara reflektif, menerima perasaan, menggunakan fantasi, humor, dan dialog model.

Kesimpulan

       Disiplin diri merupakan salah satu asprk yang perlu ditanamkan dan dikembangkan sedini mungkin pada diri anak, sehingga mereka tidak mengalami kesulitan dalam memasuki usia remaja. Orang tua dan keluarga menduduki posisi kunci untuk menanamkan dan mengembangkan disiplin diri anak, karena memiliki peranan dalam lingkungan keluarga, dan tidak dapat diberikan di lembaga pendidikan. Bila dasar-dasar disiplin anak kuat maka akan lebih mudah lembaga pendidikan dan masyarakat mengembangkannya, sebab  eksistensi   manusia   sebagai   hamba   Tuhan   memiliki   keterbatasan. Keterbatasan tersebut mengharuskan manusia melakukan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. Hal ini harus berdasar pada nilai, aturan, norma, dan moral sebagai dasar acuan dalam bertindak. Jika manusia berperilaku berdasarkan acuan tersebut maka ia telah memiliki keteraturan hidup dalam bedisiplin diri.






       
       














                                                                                                                                 Openi “ Peranan orang tua menanamkan disiplin anak”05


































5 komentar:

  1. sebelumnya saya ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak....tulisannya sangat bagus dan cukup membantu saya dalam penulisan tugas akhir..sedikit saran dari saya... akan lebih menyenangkankan sekali kalau bapak mau untuk berbagi buku sumber tentang materi diatas.. sebagai petunjuk untuk kami pembaca dari mana refrensinya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahan Bacaan : Alisjahbana 1974, Sistem nilai; UU No 2 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Sisdiknas; Bernhardt 1964 Disiplin diri; Soelaeman 1988, tanggungjawab pendidikan; Wiener dan Philips 1971, Disiplin; Ki Hadjar Dewantara 1962, Pendidikan dilakukan dengan keinsyafan; Bekker 1974, Tanggungjawab esensial pendidikan moral

      Hapus
  2. saya sebagai remaja menyadari bahwa betapa lemahnya kesidiplinan diri saya setelah membaca artikel ini bersama ortu , bahwa betapa pentingnya mendisiplinkan diri ,karena saya
    sudah menginjak usia 14 thn,terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ok fadlin, disiplin merupakan faktor penting dalam kehidupan, bila dasar-dasar disiplin kuat maka akan lebih mudah mengembangkan diri, sebab eksistensi manusia sebagai hamba Tuhan memiliki keterbatasan. yang mengharuskan manusia apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkan. berdasar pada nilai, aturan, norma, dan moral sebagai dasar acuan dalam bertindak, maka ia telah memiliki keteraturan hidup dalam bedisiplin diri.

      Hapus
  3. trimakasih kpada penulis saya ucapkan, cukup membantu tugas akhir saya ,, memang kalau dilihat perkembangan anak sampai menginjak usia remaja sangat perlu dan penting sekali untuk menanamkan sikap disiplin ,, banyak kenakalan-kenakalan yang dilakukan remaja karna kurangnya sikap disiplin, dan disini peranan orang tua didalam keluarga la yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak dan remaja, mengapa tinngkah laku remaja pada waktu usia tua/ dewasa ditentukan waktu remaja. trimakasih

    BalasHapus