Jumat, 16 Juni 2017

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOLABORASI UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) PADA PESERTA DIDIK






logo-1


PENERAPAN
PEMBELAJARAN KOLABORASI UNTUK
http://1.bp.blogspot.com/-M6WrD1ORlOs/UF3X97bQ--I/AAAAAAAAAI4/G8WPvbd1lvY/s400/Gambar+Pengembangan+Kurikulum.jpgMENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
PADA PESERTA DIDIK





Oleh
Hamzah



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP)
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
JL. JEND. SOEHARTO NO 57A TELP. 0380-821149 KUPANG
2017





ABSTRAK


     Pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang dengan sengaja dilakukan sehingga  memungkinkan mereka belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku. Proses pembelajaran harus disesuaikan dengan perubahan ((inovasi), guru dituntut kreatif dan inovatif, dalam meningkatkan kemampuan peserta didik  yang berpijak pada lingkungan sekitar sebagai sumber belajar. Belajar adalah berusaha memperoleh pengetahuan, keterampilan dan tanggapan yang disebabkan dari pengalaman dan perubahan tingkah laku, bukan disebabkan oleh sebuah proses  pertumbuhan fisik, tetapi perubahan kebiasaan, kecakapan, berkembang daya pikir,  dan sikap.

Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran IPS di SMPN 3 Komodo Kabupaten Manggarai Barat  tanggal 18 Desember 2016 pada kelas VII, diperoleh prosentase hasil belajar peserta didik sebesar 45.00 %  (belum tuntas), karena kurang dari 60.00 % dari 30 orang peserta didik. Hasil  tersebut  kurang dari persentase  kriteria  ketuntasan minimal (KKM) yang dikehendaki. Minat, Perhatian dan Partisipasi peserta didik terhadap pembelajaran IPS pada umumnya semakin menurun dan tidak mengalami perubahan dan peningtakan.

Kita menginginkan semua guru memiliki kompetensi, bila ada guru kurang memiliki kompetensi, maka timbul masalah. Mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses mempersyaratkan guru harus memiliki kompetensi, jika guru kurang memiliki kompetensi profesionalnya, maka masalah mulai timbul, jika  rencana tidak dapat tercapai. Penerapan pembelajaran kolaborasi dapat digunakan sebagai salah satu alternatife dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          Kata-Kata Kunci : Guru, Strategi, Pembelajaran Kolaborasi.



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar  Belakang
       UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 44 ayat (1) mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan berkesenambungan dalam upaya pencapaian standar nasional pendidikan. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan merupakan salah satu program pembangunan dan rencana strategis pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan erat kaitannya dengan pengembangan sumber daya manusia. Peningkatan mutu sumber daya manusia pendidik tidak terlepas dari peran wadah Kelompok Kerja Guru (KKG), dan wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), karena memegang peranan dan memiliki kedudukan strategis dalam menjamin mutu sumber daya manusia yang berkualitas, dan merupakan salah satu unsur yang berfungsi membina profesional guru.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dikenal dengan istilah Pendekatan keterampilan proses, Strategi dan Metode. Pendekatan keterampilan proses diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa (Depdikbud, dalam Moedjiono,1992/1993 :14). Strategi merupakan langkah-langkah sistematik dan sistemik yang digunakan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan tercapainya kompetensi tertentu. Metode merupakan cara atau teknik yang digunakan untuk menangani suatu kegiatan pembelajaran yang mencakup antara lain : mengamati, mengalami, menanya, mengumpulkan informasi/ mencoba, menalar, mengkomunikasikan, simulasi, diskusi, tanya-jawab, atau dengan cara dan teknik lain untuk membantu peserta didik mencapai kompetenti yang telah di tentukan.

Kita menginginkan semua guru mampu mendesain rencana pelaksanaan pembelajaran kolaborasi dengan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan kemampuan peserta didik. bila ada guru kurang mampu, maka timbul berbagai masalah. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Tahun 2015, dan laporan hasill supervisi pengawas sekolah tahun 2016, bahwa kompetensi profesional guru IPS rendah, kurang memahami strategi pembelajaran kolaborasi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses; kurang mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang efektif; kurang mempertimbangkan dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran; kurang memahami model dan strategi pembelajaran efektif untuk menciptakan situasi yang syarat dengan stimulus dalam pikiran peserta didik. Jika tidak di atasi, mengisi, menambah atau meningkatkan kemampuan dan keterampilannya, maka peningkatan proses dan hasil belajar peserta didik sulit di capai. Sebagaimana diketahui bahwa diklat merupakan bagian integral dalam sistem pembinaan pendidik dan tenaga kependidikan. Menghadapi globalisasi dalam dunia pendidikan harus berorientasi pada kondisi dan tuntutan, maka proses dan output pendidikan harus mengikuti perkembangan dan perubahan. Manajemen pendidikan yang semula bersifat birokrasi sentralistik telah bergeser ke era desentralisasi dan telah menghasilkan pola penyelenggaraan pendidikan yang beragam dalam berbagai kondisi lokal yang berbeda untuk semua lapisan masyarakat.

Banyak fakta di lapangan, bahwa kemampuan guru “kurang dalam mengembangkan model-model pembelajaran efektif, dan tidak mengalami perubahan, sehingga pencapaian Standar Nasional Pendidikan di daerah kurang optimal. Tantangan masa depan yang berbeda telah nampak di permukaan dan menuntut guru memiliki kepekaan, pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik, dan mungkin perlu pembinaan, jika hal ini di perlukan. 

Pemantauan kemajuan belajar peserta didik merupakan suatu prosedur vital, sebagai sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam merencanakan strategi pembelajaran, mengubah strategi/ metode / menambah/ mengurangi beban kerja (Mortimore 1993). Supervisi dan pembinaan guru merupakan sesuatu yang sangat penting dilakukan untuk mengetahui perubahan dan kemajuan kinerja guru, dan perbaikan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dari sesuatu yang ideal (harapan) dan  dari suatu kenyataan  (aktual).
Perkembangan globalisasi menuntut pendidik untuk mengubah konsep berpikir, yang  sesuai  dengan perkembangan dan tuntutan di saat sekarang.  Perubahan perlu dilakukan dan menyesuaikan dengan  kebutuhan yang terus berkembang. Belajar adalah proses meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Konsep ini muncul pada pengertian paling awal dan berlaku untuk semua manusia. Berpijak pada konsep tersebut, bahwa belajar bukan hanya sekedar penjenjalan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Pandangan tersebut tidak salah karena pada kenyataannya bahwa belajar adalah proses meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan daya saing peserta didik. Konsep ini masih di anggap sempit dan menganggap peserta didik sebagai individu yang pasif dan sebuah botol kosong yang perlu di isi sampai penuh tampa melihat potensi yang sudah ada pada diri peserta didik. Pendidikan formal mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan kreatif dan inovasi. Perubahan pada hakekatnya adalah sesuatu hal yang wajar, karena perubahan merupakan sesuatu yang bersifat kodrati dan manusiawi. Alternatife pilihan adalah menghadapi tantangan, jika perubahan direspon positif menjadi peluang yang sangat besar, dan jika perubahan direspon negatife menjadi arus kuat yang dapat menghempaskan dan mengalahkan semua manusia.

     Pelaksanaan pembelajaran yang berhubungan dengan kompetensi/ materi, metode, media, alat peraga dan sumber daya yang tersedia harus dikelola dan dimanfaatkan seoptimal mungkin dan sesuai dengan perubahan. Dengan demikian guru di tuntut mampu mengembangkan pendekatan keterampilan proses dalam membelajarkan peserta didik. Berangkat dari latar belakang tersebut, maka dalam penulisan Karya Tulis (Best Praktices) ini, penulis mengambil judul “Penerapan Pembelajaran Kolaborasi Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Peserta Didik”

1.2. Permasalahan
      Hasil observasi pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran IPS di SMPN 3 Komodo Kabupaten Manggarai Barat tanggal, 9 Desember 2016 di kelas VII, diperoleh prosentase hasil belajar peserta didik sebesar 45.00 %  (belum tuntas), karena kurang dari 60.00 % dari 30 orang peserta didik. Hasil tersebut kurang dari persentase Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang dikehendaki; dan hasil observasi terhadap Minat, Perhatian dan Partisipasi peserta didik. Memiliki Minat Baik : 4 orang peserta didik (13,33%). Memiliki Minat Cukup : 6 orang peserta didik (20%). Memiliki Minat Kurang : 20 orang peserta didik (66.66%). Memiliki Perhatian Baik : 1 orang peserta didik (3,33%); Memiliki Perhatian Cukup : 7 orang peserta didik (2,33%); Memiliki Perhatian Kurang : 22 orang peserta didik (73,33%); Memiliki Partisipasi Baik : 3 orang peserta didik (10 %); Memiliki Partisipasi Cukup : 8 orang peserta didik (26,66%); Memiliki Partisipasi Kurang : 19 orang peserta didik  (63,33 %). Sesuatu masalah yang timbul apabila yang ingin dicapai ternyata tidak dapat  di capai. Kita menginginkan semua guru memiliki kompetensi, bila ada guru kurang memiliki kompetensi, maka timbul masalah. Mengembangkan cara dan tehnik untuk peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses mempersyaratkan memiliki kompetensi, maka masalah mulai timbul, jika rencana tidak dapat tercapai. Adapun peta fokus penyebab masalah sebagai berikut :

       1. Masalah
           1.1. Kekurangan pengetahuan, keterampilan dan sikap guru dalam merancang model pembelajaran kolaborasi untuk meningkatkan proses dan hasil belajar IPS pada peserta didik
          1.2. Motivasi menurun :
                 1.2.1. Sistem penghargaan rewart sistem yang kurang mendukung
                 1.2.2. Team work semakin melemah
                 1.2.3. Sistem manajemen pembinaan kurang efektif                                              
       2. Penyebab Masalah
           2.1. Internal
                  2.1.1. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran kurang berpusat pada peserta didik
                       2.1.2. Metode pengembangan kemampuan peserta didik melalui pendekatan ketera- mpilan proses, kurang nampak (rendah)
                       2.1.3.  Pelaksanaan pembelajaran masih berpusat pada guru
                  2.1.4. Tujuan pembelajaran kurang tercapai
          2.2. Eksternal
                  2.2.1. Perubahan kebijakan pemerintah
                  2.2.2. Supervisi dan pembinaan kurang efektif
                  2.2.3. Koordinasi dan kerjasama kurang efektif
                  2.2.4. Perilaku budaya masyarakat setempat, kurang mendukung

           3.2. Prioritas Masalah
     Fokus yang menjadi perioritas pemecahan masalah adalah Diklat peningkatan pengetahuan, dan keterampilan guru IPS agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi dan mampu mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses. Teknik analisis perioritas peningkatan kemampuan guru dengan menggunakan USG (Urgency, Growth, Seriousness) seperti dalam Tabel berikut ini.
No.
Jenis Masalah
Kriteria Penilaian

Nilai

Prioritas
U
S
G
1
Kurang memahami strategi pembljaran kolaborasi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses
5
5
4
100:3=33.33
1
2
Kurang mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembljran yang dipandang paling efektif
4
4
3
48:3=
16
3
3
Kurang mempertimbangkan dan menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran
4
2
4
32:3=
10,66
5
4
Kurang memahami model dan strategi pembelajaran efektif utk menciptakan situasi yang sarat dengan stimulus dalam pikiran peserta didik.
4
2
5
40:3=
13,33
4
5
Kurang memahami menggunakan beberapa metode untuk meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses
5
3
4
60:3=
20
2
           
           Keterangan: U= urgency (mendesak), S = seriouseness (kepentingan), G = growth  (perkembangan)

Berdasarkan hasil analisis prioritas masalah pada tabel tersebut, diperoleh informasi bahwa Diklat penimgkatan kemampuan guru agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi dan mampu mengembangkan metode meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses menjadi prioritas utama. Penentuan skala perioritas berdasarkan prosentase perolehan nilai. Prosentase perolehan nilai 33.33% menjadi perioritas pertama; prosentase perolehan nilai 20,00% periorita kedua; prosentase perolehan nilai 16,00% perioritas ketiga; prosentase perolehan nilai 13,33% perioritas ke empat, dan prosentase perolehan nilai 10,66% menjadi perioritas kelima. Dengan demikian yang menjadi perioritas utama dan mendesak di saat sekarang adalah bagaimana meningkatkan kemampuan guru IPS agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi, dan mampu mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.

1.3. Strategi Pemecahan Masalah

       1.  Jenis Kegiatan
Mengacu pada permasalahan yang telah di rumuskan, dan sebagai alternatif pemecahan masalah untuk mencapai hasil yang optimal adalah merancang program kegiatan Diklat Peningkatan Kemampuan Guru IPS sesuai kebutuhannya, agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi dan mampu mengembangkan metode meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik. Kegiatan di koordinasikan dengan Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi NTT, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, wadah KKG/MGMP, dan pihak terkait lainnya untuk mendapatkan dukungan biaya dan fasilitas.

        2.  Lokasi
Lokasi kegiatan pendidikan dan pelatihan di pusatkan pada Kampus Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Nusa Tenggara Timur, dan atau di tempat lain yang di sepakati bersama.

        3.  Waktu
Rencana kegiatan Diklat peningkatan kemampuan guru IPS sesuai kebutuhannya, agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi dan mampu mengembangkan metode meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, dilaksanakan selama 6 (enam) hari kerja dengan pola Diklat 50 Jam Pembelajaran
        4.  Pihak Yang Terlibat (Stakeholders)
     Kegiatan Diklat peningkatan kemampuan guru IPS, agar mampu merancang rencana pembelajaran kolaborasi dan mampu mengembangkan metode meningkatkan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, dengan melibatkan berbagai pihak yang terdiri dari : (1). Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT (2). Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT (3). Kepala Sub. Bagian Umum LPMP NTT (4). Kepala Seksi FPMP LPMP NTT (5). Kepala Seksi data dan Informasi LPMP NTT (6). Kepala Seksi PMS LPMP NTT dan pihak terkait lainnya.


         5. Tahapan Kegiatan
     Rencana kegiatan dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagaimana yang tertuang dalam tabel berikut ini :
No
Kegiatan
Output
Penanggung
jawab
Waktu
1
Konsultasi dan Persiapan
Kesepakatan biaya dan waktu  diklat
-Kepala LPMP
-Kasubag Umum
1 Bulan
2
Penyusunan Bahan Diklat
Modul
-Kasi PMS
-Widyaiswara
1 Bulan
3
Rekrut peserta
Kouta Peserta per Kabupaten/Kota
-Kepala LPMP
-Widyaiswara
2 Pekan
4
Rekrut dan konsultasi Narasumber
Narasumber
-Seksi FPMP
-Widyaiswara
1 Pekan
5
Pelaksanaan Diklat
Sertifikat
-Panitia
8 Hari
5
Penyusunan laporan
Laporan
-Kasi PMS
-Widyaiswara
1 Bulan

4.2. Alasan Pemilihan Kegiatan
Alasan memilih kegiatan tersebut, karena adanya kesenjangan kemampuan yang terjadi pada guru IPS, dan perbedaan antar kemampuan yang diharapkan (optimal) sebagai tuntutan dalam melaksanakan tugasnya dan kemampuan yang ada (aktual). Diklat peningkatan  kemampuan guru IPS agar mampu mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses untuk mencapai hasil secara optimal.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Alasan Memilih Strategi Pemecahan Masalah

       1.  Peran Guru
        Hubungan antara pengembang kurikulum dan guru adalah merupakan partnership. Pada fase perencanaan kurikulum, inisiatif berada pada pengembang kurikulum, dan di saat memilih strategi pemecahan masalah, guru adalah pembuat keputusan yang utama. Alasan yang mendasarinya :

       
        Pertama, guru menganggap keputusan tentang cara mereka berinteraksi dengan peserta didik adalah sebagai hak prerogatif mereka. Pemilihan aktivitas belajar, dan langkah pembelajaran belum berubah. Hal ini menunjukkan bahwa usaha menyiapkan strategi pembelajaran dalam suatu kurikulum yang dikembangkan, semakin kurang di capai, dan kurang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan perubahan.

         Kedua, puluhan tahun penelitian telah menghasilkan prinsip-prinsip umum yang mencakup pilihan strategi pembelajaran, untuk suatu tingkatan yang penting, isu-isu tentang strategi dan metode pembelajaran dapat diputuskan dengan baik hanya pada level kelas, dan di yakini, bahwa metode pembelajaran cocok untuk peserta didik tertentu dan tujuan pembelajaran tertentu. Pengembang kurikulum dengan demikian, harus bijaksana untuk membesarkan posisi guru yang menguntungkan dan tidak membiarkan mereka berjalan sendiri untuk mengontrol strategi pembelajaran. Pada waktu yang sama, guru dapat menerima pendekatan pembelajaran yang bersifat menentukan dan betul-betul kreatif dan efektif.

        Harnischfegar dan Wiley (1976) mendefiniskan peran guru dalam hubungannya dengan kurikulum dengan peserta didik dalam bentuk diagram yang ditunjukkan pada gambar.

http://1.bp.blogspot.com/-M6WrD1ORlOs/UF3X97bQ--I/AAAAAAAAAI4/G8WPvbd1lvY/s400/Gambar+Pengembangan+Kurikulum.jpg
 (Diambil dari Harnischfegar dan Wiley)
        Diagram gambar tersebut menunjukkan bahwa usaha peserta didik, bukan aktivitas guru, yang hampir semuanya secara langsung mempengaruhi pembelajaran. Pengaruh terhadap kemampuan peserta didik harus diperantarai melalui usaha peserta didik. Tidak seorangpun yang dapat memperoleh ilmu pngetahuan, keterampilan dan sikap atau menerima cara berfikir yang baru, meyakini, melakoni (beraksi), atau merasa, kecuali melalui melihat, mengamati, mendengar secara sepintas atau dengan hati-hati, dan merasa dan meraba.

        Hal tersebut mengontrol apa dan bagaimana seorang belajar. Pengaruh yang kurang dekat, apakah sama umumnya dengan kurikulum daerah, kebijakan, dan organisasi sekolah atau sama istimewanya dengan pendidikan guru, kepribadian, perencanaan, dan aktivitas secara langsung mengontrol dan mengkondisikan usaha-usaha tersebut, bukan kemampuan maksimum peserta didik. Model ini berfungsi sebagai sesuatu dari banyak faktor yang menghalangi antara kurikulum dan belajar peserta didik 

         2. Pembelajaran Individual dan Kelompok
             Penelitian tentang bagaimana manusia belajar menemukan, dan belajar adalah suatu keistimewaan yang tinggi.  Orang yang berbeda belajar baik  dengan cara yang berbeda, suatu strategi pembelajaran yang cocok untuk seorang peserta didik mungkin saja tidak berarti bagi peserta didik yang lain. Hal ini mungkin seperti penjelasan terhadap suatu kenyataan, apa yang dikenal dalam praktek di kelas selama ini, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip tersebut memberikan sedikit pengaruh terhadap gaya mengajar sebelumnya. “Pembelajaran kelompok dan Individual” telah menjadi tema utama dalam inovasi pendidikan. Beberapa kemajuan yang berarti telah dibuat, khususnya dalam program pembelajaran kelompok dan individual seperti; membaca pada level awal. Tetapi pembelajaran kelompok dan individu tetap sesuai dengan normanya. Alasan yang mendasar :

1. Beberapa penentang dari pengajaran individual cenderung melebih-lebihkan perbedaan antara pembelajaran kelompok dan pembelajaran individual. Guru mata pelajaran/ guru kelas tidaklah seorang yang dapat bergerak secara otomatis. Dalam situasi kelompok guru menyesuaikan pembelajarannya dalam merespon peserta didik dengan frekwensi yang besar, menurut Hunt (1976), rata-rata seratus kali per jam. Guru yang terampil mengerahkan dan memonitor belajar individu dan dapat merespon masalah belajar yang berbeda dan menyukai gaya belajar, bahkan sekelompok peserta didik terlibat dalam aktivitas yang sama. Guru mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan  peserta didik, dan menganggap tidak perlu untuk menjalankan cara belajar individu atau tutorial secara formal.

             2. Hambatan kedua terhadap perkembangan pembelajaran individual adalah bersifat teoritis. Pengetahuan dan keterampilan yang di miliki tentang cara-cara mengajar yang paling cocok para peserta didik secara individu dengan karakter yang berbeda belum sempurna. Snow, terlalu jauh mengatakan tentang penemuan-penemuan interaksi tritmen bakat bahwa  “sedikit yang dapat dipahami dengan baik dan tak satupun yang dapat diaplikasikan ke dalam praktek pengajaran” (1976 : halaman 50). Walaupun banyak penelitian yang menjanjikan, fakta/bukti dari uji lapangan belum cukup bagi pendidik untuk menetapkan/ menentukan pelajar-pelajar individu untuk menyimpulkan tritmen-tritmen pembelajaran dengan keyakinan yang besar.

             3. Alasan ketiga yang mungkin menentukan kenapa pembelajaran individual bukan menjadi suatu norma dalam masa depan yang menentukan jumlah sumber yang diperlukannya. Hampir semua sistem individu membutuhkan perluasan yang penting dari sumber-sumber pembelajaran yang walaupun hal tersebut mungkin dapat meningkatkan keefektifan, namun menambah biaya pendidikan. Dalam kondisi ekonomi yang ada, pengeluaran yang meningkat tidak mungkin terjadi. Saat ini, dengan situasi dan kondisi yang ada, pengembang kurikulum dapat mengasumsikan, bahwa pembelajaran kelompok menjadi pola pembelajaran yang normal. Satu pengecualian penting yang ada adalah pembelajaran dengan bantuan atau berdasarkan komputer.

2.2. Hasil yang dicapai dari strategi yang dipilih
       Hasil yang ingin di capai dari strategi yang di pilih adalah bagaimana strategi peningkatan kemampuan guru agar mampu meningkatkan proses dan hasil belajar IPS pada peserta didik, dan yang menjati fokus utama adalah peningkatan peran dan fungsi guru dalam merancang strategi pembelajaran kolaborasi dalam mengembangkan minat, perhatian, dan partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran IPS. Pembelajaran kolaborasi adalah suatu model pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil dan mandiri untuk mencapai kompetensi.

        Peran dan Fungsi Guru dalam Pembelajaran
        Sehubungan dengan peran dan fungsi guru dalam pembelajaran, maka diperlukan adanya usaha untuk mengoptimalkan peran dan fungsinya. Peran guru senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan peserta didik, sesama guru maupun dengan staf sekolah. Kegiatan interaksi dalam kegiatan pembelajaran dapat dipandang sebagai titik sentral bagi peranannya, mengingat disadari atau tidak bahwa sebagian waktu dan perhatian guru banyak dicurahkan untuk penggarapan pembelajaran di kelas dan berinteraksi dengan peserta didik. Beberapa fungsi guru menurut Zen (2010:69-70) sehubungan dengan tugasnya selaku pengajar dapat dijelaskan sebagai berikut :

        1.  Sebagai Informator. sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum. dalam hal ini berlaku teori komunikasi: teori stimulus, respon, teori dissonance, reduction dan teori pendekatan fungsional.

         2. Sebagai organisator. guru sebagai organisator, pengelola kegiatan akademik, pengembangan strategi, work shop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri peserta didik.

        3.  Sebagai Motivator. Peran guru sebagai motivator, penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar peserta didik. Guru harus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcemen untuk mendinamisasikan potensi peserta didik, menumbuhkan swadaya, sehingga akan terjadi dinamika di dalam pembelajaran.

        4.  Sebagai Pengarah/direktor. Jiwa kepemimpinan bagi guru dalam peranan ini lebih menonjol. Guru dalam hal ini harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan peserta didik dengan strategi pendekatan yamg sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

         5.  Sebagai Inisiator. Guru dalam hal ini sebagai pencetus ide-ide dalam belajar. Sudah barang tentu ide-ide itu merupakan ide-ide kreatif yang dapat dicontoh oleh peserta didik.

         6. Sebagai Transmiter. Dalam kegiatan belajar guru juga bertindak selaku penyebar kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan.

         7. Sebagai Fasilitator, guru dalam hal ini memberikan fasilitas atau kemudahan dalam pembelajaran, misalnya dengan menciptakan suasana kegiatan yang sedemikian rupa, serasi dengan perkembangan peserta didik, sehingga interaksi belajar mengajar berlangsung secara efektif.

          8. Sebagai Mediator. Guru sebagai mediator dapat diartikan sebagai penengah dalam kegiatan belajar peserta didik, misalnya menengahi atau memberikan jalan ke luar kemacetan dalam kegiatan diskusi peserta didik. Mediator juga diartikan penyediaan media, bagaimana cara memakai dan mengorganisasi penggunaan media.

          9. Sebagai Evaluator. Ada kecenderungan peran sebagai evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi peserta didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana peserta didiknya berhasil atau tidak. Tetapi kalau diamati secara mendalam evaluasi-evaluai yang dilakukan guru  sering hanya merupakan evaluasi ekstrinsik dan sama sekali belum menyentuh evaluasi instrinsik. Evaluasi yang dimaksud adalah evaluasi yang mencakup pula evaluasi intrinsik. Untuk itu guru harus hati-hati dalam menjatuhkan nilai atau kreteria keberhasilan. Dalam hal ini tidak cukup hanya dilihat bisa atau tidaknya mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi masih perlu ada pertimbangan-pertimbangan yang sangat kompleks, terutama menyangkut perilaku dan values yang ada pada masing-masing mata pelajaran.

               Konsep Peningkatan Mutu Pembelajaran
               Mutu pembelajaran merupakan bagian dari mutu pendidikan secara keseluruhan. Dalam hal ini sebelum memahami konsep mutu pembelajaran, terlebih dahulu harus mengetahui konsep dasar tentang mutu pendidikan. Kemendikbud (2014:7) mendefinisikan pengertian mutu pendidikan bahwa “mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan sekolah secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma atau standar yang berlaku. Berdasarkan pengertian tersebut diungkapkan bahwa pada dasarnya mutu pendidikan merupakan kemampuan sekolah dalam menghasilkan nilai tambah yang diperolehnya menurut standar yang berlaku. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam penyelenggaraan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai tinggi bagi pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa peningkatan mutu pembelajaran bisa terwujud secara baik apabila dalam pelaksanaannya didukung oleh komponen peningkatan mutu yang ikut andil dalam pelaksanannya, antara lain:

                1. Penampilan Guru. Komponen yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah penampilan guru, artinya bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan seorang guru dalam melaksanakan pembelajaran sangat menentukan mutu pembelajaran yang dihasilkan. Kunci keberhasilannya mengingat bahwa guru yang merupakan salah satu pelaku dan bahkan pemeran utama dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga diharapkan penampilannya harus benar-benar memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap yang profesional yang pada akhirnya mampu menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yang hendak dicapai.

                2. Penguasaan Materi /Kurikulum. Komponen lainnya yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yaitu penguasaan materi/kurikulum. Penguasaan sangat mutlak harus dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran, mengingat fungsinya sebagai objek yang akan disampaikan kepada peserta didik. Dengan demikian penguasaan materi merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran, sehingga seorang guru dituntut untuk menguasai materi/kurikulum sebelum melakukan pembelajaran di depan kelas.

                3. Penggunaan Metode Mengajar. Penggunaan metode mengajar juga merupakan komponen dalam peningkatan mutu pembelajaran yang menunjukkan bahwa metode mengajar yang akan dipakai guru dalam menerangkan di depan kelas tentunya memberikan konstribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Dengan menggunakan metode mengajar yang benar dan tepat, maka memungkinkan mempermudah peserta didik memahami materi pembelajaran yang disajikan.

               4. Pendayagunaan Alat/Fasilitas Pendidikan. Kemampuan lain yang menentukan peningkatan mutu pembelajaran yaitu pendayagunaan alat/fasilitas pendidikan. Mutu pembelajaran baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran didukung oleh alat/fasilitas pendidikan yang tersedia. Hal ini dapat memudahkan guru dan peserta didik untuk menyelenggarakan pembelajaran, sehingga dapat pendayagunaan alat/fasilitas belajar harus memperoleh perhatian yang baik bagi sekolah-sekolah dalam upaya mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran.

               5. Penyelengaraan Pembelajaran dan Evaluasi. Mutu pembelajaran ditentukan oleh penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasi yang menunjukkan bahwa pada dasarnya mutu dipengaruhi oleh proses. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran dengan strategi yang tepat, sehingga mampu mewujudkan peningkatan mutu secara optimal.

               6. Kegiatan Kurikuler dan Ekstra-kurikuler. Peningkatan suatu mutu pembelajaran dipengaruhi pula oleh pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler yang menunjukkan bahwa mutu mampu ditingkatkan apabila dalam pembelajaran peserta didik ditambah dengan adanya kegiatan kurikuler dan esktra kurikuler. Kegiatan perlu dilakukan, mengingat menambah pengetahuan peserta didik di luar pembelajaran inti di kelas dan hal ini menjadi lebih baik terutama dalam meningaktkan kreativitas dan kompetensi peserta didik

               Peranan Guru dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran
               Sebagaimana yang telah diketahui bahwa selain kepala sekolah hal yang tidak kalah pentingnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan adalah peran, fungsi dan tanggung jawab guru, mengingat guru merupakan orang yang secara langsung berhadapan dengan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga pada akhirnya out put pendidikan dapat dirasakan oleh masyarakat. Keadaan tersebut dapat terlaksana apabila ditunjang dengan adanya upaya peningkatan kemampuan guru dalam mengelola dan berperan langsung dalam mengajar serta mendidik peserta didiknya. Guru merupakan pelaksana terdepan pendidikan peserta didik di sekolah. Oleh karena itu berhasil tidaknya upaya peningkatan mutu pendidikan banyak ditentukan oleh kemampuan yang ada pada guru dalam mengemban tugas pokoknya sehari-hari yaitu pengelolaan pembelajaran di sekolah. Adapun peran dan fungsi guru dalam meningkatkan mutu pendidikan menurut Usman (2004:6-9) meliputi: (1). Guru sebagai demonstrator berfungsi untuk mendemonstrasikan suatu materi pembelajaran, sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu guru harus mampu menguasai bahan atau materi pelajaran yang diajarkannya serta mengembangkan kemampuannya yang pada akhirnya mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. (2). Guru sebagai pengelola kelas berfungsi mengendalikan, mengorganisasikan peserta didik di dalam kelas agar lebih terarah kepada tujuan pembelajaran. Oleh karena itu guru harus mampu mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasikan. (3). Guru sebagai mediator dan fasilitator berfungsi untuk memperagakan suatu media atau alat pembelajaran yang mendukung materi pembelajaran sehingga peserta didik lebih merasa jelas. Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan pembelajaran. (4). Guru sebagai evaluator berfungsi untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Guru harus melaksanakan evaluasi pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan untuk penilaian terhadap hasil yang telah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
               Sebagai wujud nyata dari guru untuk meningkatkan kompetensi pribadi yang menunjang terhadap peningkatan peran dan fungsi guru, maka usaha-usaha konkrit yang dapat dilakukan antara lain: Guru sebagai demonstrator: mengetahui kurikulum pembelajaran secara keseluruhan, membaca dan mempelajari materi pembelajaran yang diajarkan, melatih diri di depan cermin atau rekan sejawat tentang cara menyampaikan materi pembelajaran yang baik serta mengetahui dan mempelajari cara memperagakan hal-hal yang diajarkannya secara didaktis; Guru sebagai pengelola kelas: mengetahui dan memahami aspek-aspek yang berhubungan dengan psikologis peserta didik, mengetahui latar belakang, sifat, sikap, perilaku dan kemauan peserta didik yang berhubungan dengan pembelajaran serta mengetahui cara-cara memberikan sanksi dan memotivasi peserta didik dan diarahkan kepada tujuan pembelajaran; Guru sebagai mediator dan fasilitator : mengetahui, memahami dan berketerampilan dalam menggunakan media pengajaran serta mampu berpikir kritis untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran bagi peserta didik; dan Guru sebagai evaluator: mampu menyusun alat evaluasi yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik, menilai diri sendiri (self evaluation) untuk mengukur keberhasilan dalam menyampaikan materi pelajaran atau melalui rekan sejawat serta mampu melakukan penilaian terhadap hasil prestasi belajar peserta didik, sehingga dapat diketahui kelemahan dan kekurangan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
                Semua kegiatan tersebut dapat diperoleh guru dalam wadah pembinaan profesional, pendidikan dan pelatihan serta peningkatan kompetensi secara pribadi atau pendidikan lanjutan. Selanjutnya setelah guru memiliki kemampuan profesional yang menunjang peran dan fungsinya, maka strategi yang dapat dilakukan sehubungan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan antara lain: pelaksanaan pembelajaran lebih mengaktifkan belajar peserta didik, perhatian menyeluruh terhadap semua peserta didik, memahami perbedaan karakter setiap peserta didik (aspek psikologisnya), memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan melaksanakan evaluasi secara keseluruhan terhadap hasil belajar peserta didik.
                Mengingat pentingnya peran dan fungsi guru dalam upaya peningkatan mutu pendidikan terutama dalam pelaksanaan pembelajaran sudah selayaknyalah apabila kemampuanya ditingkatkan, dibina dengan baik dan secara kontinyu, sehingga benar-benar memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki beberapa syarat tertentu, sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2006:76), yakni: (1). Persyaratan fisik, kesehatan jasmani yang artinya seorang tenaga kependidikan harus berbadan sehat dan tidak memiliki penyakit menular yang membahayakan (2). Persyaratan psychis, sehat rohani yang artinya tidak mengalami gangguan jiwa ataupun kelainan; (3). Persyaratan mental, memiliki sikap mental yang baik terhadap profesi kependidikan, mencintai dan mengabdi serta memiliki dedikasi yang tinggi pada tugas dan jabatannya. (4). Persyaratan moral, yaitu memiliki budi pekerti yang luhur dan memiliki sikap susila yang tinggi; serta (5). Persyaratan intelektual, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dari lembaga pendidikan tenaga kependidikan, yang memberikan bekal guna menunaikan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik.
               Dengan demikian bahwa syarat yang terakhir untuk merealisasikan peningkatan mutu guru berdasarkan peran, fungsi dan tanggung jawabnya, guru dihadapkan dengan sejumlah permasalahan antara lain : kurang mampu merancang model pembelajaran kolaboratif, kurang menguasai karakteristik peserta didik yang berbeda, kurang memahami dalam merancang media pembelajaran, kurangnya pemahaman terhadap aspek psikologis dan latar belakang peserta didik serta kurangnya koordinasi antara guru dengan orang tua peserta didik. Oleh karena itu permasalahan tersebut  menyebabkan guru tidak optimal dalam meningkatkan mutu pendidikan
2.3. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang di pilih
Salah satu masalah atau menjadi kendala yang mungkin dihadapi dalam merealisasikan program rencana penyelenggaraan diklat peningkatan kemampuan guru IPS dalam mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah biaya dan dukungan fasilitas penyelenggaraan diklat peningkatan kompetensi profesional guru IPS
                                       
2.4. Faktor-faktor pendukung
Kegiatan pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga atau organisasi dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Hal-hal yang dianggap sebagai faktor pendukung penting dalam suatu pelatihan adalah :

        1. Kebutuhan organisasi
          Organisasi membutuhkan orang yang mampu melaksanakan tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan pengertian jabatannya. Untuk melaksanakan jabatan, maka orang tersebut perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana melaksanakan tugas. Melalui pelatihan diharapkan dipenuhi kebutuhannya dan meminimalkan kekurangan, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik, cepat dan tepat.

   2. Kebutuhan Pribadi
       Kebutuhan pribadi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kebutuhan pribadi melengkapi kebutuhan organisasi. Pengembangan diri yang diperoleh melalui pengembangan jabatan akan memperkaya diri dan sering disebut sebagai pengembangan karier.

   3. Investasi Sumber Daya Manusia
    Pelatihan tidak ubahnya sebagai pendidikan formal yang membutuhkan pengadaan biaya yang tak sedikit. Memilih pelatihan sebagai suatu investasi Sumber Daya Manusia, walaupun masih diragukan hasilnya, tetapi tetap banyak lembaga, organisasi atau perusahaan yang menugaskan tenaga-tenaga intinya untuk mengikuti pelatihan, baik dalam maupun luar negeri.

             Menurut Robinson dalam Anwar, tingkat pencapaian keberhasilan pelatihan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain : karakteristik dari individu peserta pelatihan, bahan belajar pelatihan, dan metode atau teknik pelatihan. Selanjutnya Anwar menyatakan bahwa ada dua hal yang harus menjadi perhatian utama dalam penyusunan program pelatihan yang dilaksanakan :


              a. Bahan belajar pelatihan (materi)
                  Bahan atau materi pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan, mampu menjawab permasalahan yang dihadapinya, dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini penting karena tingginya motivasi guru mengikuti kegiatan pelatihan banyak dipengaruhi oleh materi pelatihan sesuai dengan kebutuhan serta mampu memenuhi harapannya. Thomson mengemukakan bahwa “belajar paling efektif jika berlangsung dalam aktivitas mental maksimum yang akan tercapai bila ada motivasi yang kuat”.

              b. Metode / teknik pelatihan
             Robinson dalam Anwar menyatakan bahwa tingkat pencapaian keberhasilan pelatihan dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah metode atau pendekatan pelatihan. Ada beberapa metode/pendekatan pembelajaran pelatihan yang dikenal, yakni : (1) pendekatan berdasarkan didaktik, (2) pendekatan belajar berdasarkan pengalaman, (3) pendekatan integratif, (4) pendekatan proyek. Agar pelatihan dapat berhasil dengan baik maka harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

             Menurut Anwar, ada sebelas faktor yang harus diperhatikan agar pelatihan (training) dapat berhasil dengan baik, yaitu (1). Individual differences; Tiap-tiap individu mempunyai ciri khas yang berbeda satu sama lain, baik mengenai sifat, tingkah laku, maupun pengalaman. (2). Relation to job analisis; Analisis ini bermaksud memberikan pengertian akan tugas yang harus dilaksanakan dalam suatu pekerjaan dan untuk mengetahui alat-alat apa yang harus dipergunakan dalam mengerjakan pekerjaan. Oleh karena itu, untuk memberikan suatu pelatihan terlebih dahulu harus diketahui keahlian dan kebutuhan, sehingga pelatihan dapat diarahkan untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan. (3). Motivation;  Pelatihan sebaiknya dirancang sebaik-baiknya sehingga menimbulkan motivasi kepada peserta pelatihan. Motivasi dalam pelatihan sangat diperlukan sebab pada dasarnya yang mendorong peserta pelatihan untuk menjalankan pelatihan tidak berbeda dengan motif yang mendorongnya untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. (4). Active participation Tugas pelatih tidak hanya memberikan teori dan praktek, tetapi juga dapat membentuk cara berpikir kritis, dan bagaimana mempraktekkan pengetahuan yang diperolehnya. Melalui partisipasi peserta pelatihan, maka semakin menyadari masalah-masalah yang dihadapi sehingga ia berusaha memecahkan masalah yang sulit secara bersama-sama. (5). Selection of trainees  Pelatihan sebaiknya diberikan kepada mereka yang berminat dan menunjukkan bakat untuk mengikuti latihan dengan hasil yang baik, sehingga perlu diadakan seleksi calon peserta. (6). Selective of trainers Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan seperti: mempunyai rasa tanggung jawab dan sadar akan kewajiban, bijaksana dalam segala tindakan dan sabar, dapat berpikir secara logis, dan mempunyai kepribadian yang menarik. (7). Trainer training Seorang pelatih sebelum diserahi tugas sebagai pelatih hendaknya telah mendapatkan pendidikan khusus menjadi pelatih. (8). Training methods Metode yang digunakan dalam pelatihan harus sesuai dengan jenis pelatihan yang diberikan. Dalam melaksanakan pelatihan, lembaga atau organisasi dapat memilih model atau siklus pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai. Di bawah ini ditampilkan salah satu model atau siklus pelatihan dari Parker yang dapat digunakan oleh lembaga atau oranisasi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWfH0dQ8fo_jzjCouG35Fv9tRlHnoLtfGoEYMC4WgKGdihMo-fGK-UgI02Dp8wpldhqlaThlGXLXtzRGhPmM-_tGTLQ0D3MsfgJfiTeVjFEzLvw-BcaJyTk5fUoYg-8p7ljvF_kSjXqnM/s400/faktor-pendukung-pelatihan.PNG

Faktor pendukung lain dalam keberhasilan pelaksanaan pelatihan yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran di antaranya : (1). Tujuan (2)Narasumber (3) Peserta (4).  Sarana dan prasarana (5). Kegiatan pembelajara (6).  Lingkungan (7).  Bahan dan alat evaluasi (8) Suasana evaluasi. Faktor-faktor yang telah diketahui tersebut, strategi pembelajaran dapat ditentukan oleh narasumber dan peserta, agar belajar dapat berjalan secara optimal. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

               1.  Tujuan
    Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar berpangkal dari jelas tidaknya perumusan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan sama halnya keberhasilan pembelajaran. Sedikit banyaknya perumusan tujuan pembelajaran  mempengaruhi kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh narasumber, dan secara langsung narasumber mempengaruhi kegiatan belajar. Narasumber dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai tujuan. Jika belajar peserta  dan kegiatan mengajar narasumber bertentangan, dengan sendirinya tujuan pembelajaran gagal dicapai. Maka perumusan tujuan pembelajaran harus jelas dan dapat di mengerti oleh narasumber dan peserta agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal dengan strategi pendekatan pembelajaran yang sesuai dalam membelajarkan orang dewasa

               2.  Narasumber
Narasumber adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa narasumber bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi tidak mungkin bisa diaplikasikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran tergantung pada kepiawaian narasumber dalam menggunakan metode dan tekhnik pembelajaran orang dewasa. Narasumber dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Narasumber tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi peserta, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran. Dengan demikian efektivitas proses pembelajaran terletak dipundak narasumber. Keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan narasumber. Narasumber sangat menentukan bagi keberhasilan peserta, mengingat narasumber adalah pengajar dan pembimbing peserta, walaupun tujuan akhirnya tergantung dari peserta.

                3. Peserta Pelatihan
Menurut Dunkin, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek peserta meliputi :

a.  Latar belakang peserta, jenis kelamin, pendidikan, dan kepribadian mereka, ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada yang kreatif, keras kepala, dan manja

b.  Sifat dimiliki peserta meliputi kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tidak dapat disangkal bahwa setiap peserta memiliki kemampuan atau tingkat kecerdasan yang bervariasi. Perbedaan menuntut perlakuan yang berbeda, baik dalam penempatan atau pengelompokan maupun dalam perlakuan dalam menyesuaikan gaya belajarnya. Perbedaan peserta  pada aspek biologis, intelektual dan psikologis dapat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Peserta adalah organisme yang unik yang dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan peserta  adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, tetapi jarak dan irama perkembangan masing-masing peserta pada setiap aspek tidak sama.

                 4. Sarana dan Prasaran
                Sarana adalah segala sesuatu yang dapat mendukung  terhadap kelancaran pelatihan misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran dan perlengkapan lainnya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, antara lain jalan menuju tempat pelatihan, penerangan, kamar kecil dan lainnya. Kelengkapan sarana dan prasarana membantu dalam menyelenggarakan proses pembelajaran, dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pelatihan. Terdapat beberapa keuntungan bagi lembaga yang memiliki kelengkapan sarana dan prasana, antara lain :

     a.  Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi mengajar. Mengajar dapat diartikan sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang peserta untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien, sedangkan mengajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar peserta dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong peserta untuk belajar.

     b. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada peserta untuk belajar. Setiap peserta  pada dasarnya memiliki gaya belajar yang berbeda. Peserta yang auditif lebih mudah belajar melalui pendengar, sedangkan tipe peserta yang visual lebih mudah belajar melalui penglihatan

        5. Kegiatan Pembelajaran
                   Pola umum kegiatan pembelajaran adalah terjadinya  interaksi antara narasumber, peserta dengan bahan sebagai perantaranya. narasumber yang mengajar, peserta belajar. Maka narasumber adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar peserta. Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar. Hasil pembelajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode ceramah tidak sama dengan hasil belajar yang dihasilkan dari penggunaan strategi pembelajaran  diskusi kelompok.

2.5. Alternatif pengembangan
            A.  Pengembangan Strategi Pembelajaran
Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kual­itasnya. Setelah semuanya diketahui, kemudian ia menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.

Dari ilustrasi tersebut, bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan, bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Di bawah ini  diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.

Merujuk dari beberapa pendapat tersebut, yang perlu dikembangkan adalah strategi pembelajaran yang dapat dimaknai secara sempit dan luas. Secara sempit strategi mempunyai kesamaan dengan metode yang berarti cara untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara luas strategi dapat diartikan sebagai suatu cara penetapan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Setelah mencermati konsep strategi pembelajaran, kita perlu mengkaji pula tentang istilah lain yang erat kaitannya dengan strategi pembelajaran dan memiliki keterkaitan makna yaitu pendekatan, metoda, dan teknik, antara lain : (1). Pendekatan pembelajaran adalah suatu cara pandang dalam melihat sesuatu dan memahami situasi pembelajaran. Terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran yakni pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred approach) dan pendekatan yang berpusat pada  peserta didik (student centred approach). (2). Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan agar tujuan atau kompetensi tercapai. (3). Teknik pembelajaran diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru tergantung pada pendekatan yang digunakan; sedangkan bagaimana menjalankan strategi dapat diterapkan berbagai metode pembelajaran yang bervariatif. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat menentukan teknik yang dianggap relevan dengan metode, dan penggunaan teknik setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan guru yang lain. Strategi pembelajaran merupakaan strategi pengorganisasian pembelajaran dengan cara meningkatakan daya tarik pembelajaran melalaui bahan pembelajaran yang disajikan, media pembelajaran yang digunakan, mengelola jadwal dan pengalokasian waktu pembelajaran yang diorganisasikan, sehingga strategi dapat diciptakan melalui :

             1. Menciptakan lingkungan kelas yang dapat mempengaruhi kemampuan  peserta didik  untuk berfokus dan menyerap informasi.
             2. Meningkatkan pemahamaan melalui gambar poster ikon yang dapat menampilkan isi pelajaran secara visual.
             3. Menggunakan poster afirmasi lucu, mengandung humor yang dapat  menguatkan dialog internal peserta didik

             4. Menggunakan alat bantu belajar dalam berbagai bentuk seperti  kartun dan karikatur yang dapat menghidupakan gagasan abstarak dan mengikutsertakan pelajar kinestetik.
             5. Mendesain waktu jeda strategis, mengisi dengan kegiatan yang menyenangkan seperti membuat kuis, pertanyaan lucu, humor, penejelasan tentang transisi menggunakan berbagai sumber yang dapat mendorong peserta didik menjadi tertarik dan berminaat, perhatian dan partisipasi aktif  pada setiap pembelajaran.


          B.  Klasifikasi Strategi Pembelajaran
          Menurut Sanjaya (2007:177-286) ada beberapa strategi pembelajaran yang harus digunakan oleh seorang guru :

                 1.  Strategi Pembelajaran Kolaboratif
Pembelajaran kolaboratif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kolaboratif merupakan strategi pembelajaran dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam pembelajaran kolaboratif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Pembelajaran kolaboratif dalam pembelajaran lebih menekankan pada pembangunan makna oleh peserta didik dari proses sosial yang bertumpu pada konteks belajar. Pembelajaran kolaboratif, lebih jauh dan mendalam dibandingkan hanya sekadar kooperatif. Dasar dari pendekatan pembelajaran kolaboratif adalah teori interaksional yang memandang belajar sebagai suatu proses membangun makna melalui interaksi sosial. Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif, minat, dan perhatian peserta didik dan dapat meminimalisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yakni: (1). realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata;  (2). menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna. Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education”. Dalam bukunya, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.

   Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah: (1) siswa hendaknya aktif, learning by doing; (2) belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik; (3) pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap; (4) kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa; (5) pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting; (6) kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia
.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai peserta didik proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992):

           a.  Belajar dan konstruktif:
  Untuk mempelajari bahan pelajaran, peserta didik harus terlibat secara aktif dengan baha. Peserta didik perlu mengintegrasikan bahan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Peserta didik membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.

           b.  Belajar bergantung konteks:
             Kegiatan pembelajaran menghadapkan peserta didik  pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal peserta didik. Peserta didik  terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah.

                        c.  Pesera didik beraneka ragam latar belakang:
Peserta didik mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.

                         d. Belajar bersifat sosial:
                Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya peserta didik  membangun makna yang diterima bersama.

        Menurut teori interaksional dari Vygotsky, proses interaksi itu berlangsung dalam dua tahap, yaitu interaksi sosial dan internalisasi (Voigt, 1996). Kemudian, teori interaksional dengan pendekatan interaksionisme simbolik menjelaskan proses membangun makna dengan menekankan proses pemaknaan dalam diri pelaku. Masing-masing pelaku interaksi sosial mengalami proses pemaknaan pribadi, dan dalam interaksi sosial terjadi saling-pengaruh di antara proses-proses pribadi, sehingga terbentuk makna yang diterima bersama. Yackel & Cobb (1996) menyebut proses ini sebagai pembentukan makna secara interaktif (interactive constitution of meaning). Proses pembentukan makna yang diterima bersama melibatkan negosiasi. Negosiasi adalah proses saling penyesuaian diri di antara individu-individu yang berinteraksi sosial. Negosiasi diperlukan karena setiap objek atau kejadian dalam interaksi antar manusia bersifat jamak-makna (plurisemantic). Agar dapat memahami objek atau kejadian, tiap-tiap orang menggunakan pengetahuan latar-belakang masing-masing dan membentuk konteks makna guna menafsirkan objek atau kejadian itu (Voigt, 1996). Dalam lingkungan pembelajaran, proses pembentukan makna dalam diri peserta didik  membutuhkan dukungan guru berupa topangan (scaffolding). Topangan adalah bantuan yang diberikan dalam wilayah perkembangan terdekat (zone of proximal development) siswa (Wood et al., dalam Confrey, 1995). Topangan diberikan berdasarkan apa yang sudah bermakna bagi peserta didik sehingga apa yang sebelumnya belum dapat dimaknai sendiri oleh peserta didik sekarang dapat bermakna berkat topangan. Dengan demikian, topangan diberikan kepada peserta didik dalam situasi yang interaktif, dalam arti guru memberikan topangan berdasarkan interpretasi apa yang sudah bermakna bagi peserta didik, dan  mengalami perkembangan dalam proses pembentukan makna berkat topangan. Proses negosiasi antar peserta didik  dan pemberian topangan jauh lebih banyak terwujud dalam pembelajaran kolaboratif daripada dalam pembelajaran yang berpusat pada penyajian dan penjelasan bahan pelajaran oleh guru. Lingkungan pembelajaran kolaboratif berintikan usaha bersama, baik antar peserta didik  maupun antara peserta didik dan guru, dalam membangun pemahaman, pemecahan masalah, atau makna dalam menciptakan suatu produk. Nelson (1999) merinci nilai-nilai pendidikan (pedagogical values) yang menjadi panekanan dalam pembelajaran kolaboratif. Nilai-nilai meliputi: (a). Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara peserta didik (b). Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerjasama. (c) Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman peserta didik dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar. (d). Memberi kesempatan kepada peserta didik menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.(e). Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah. (f).  Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang. (g). Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar. (h). Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara peserta didik, dan di antara peserta didik dan guru. (i).  Membangun semangat belajar sepanjang hayat. Lebih jauh, Nelson (1999) mengusulkan lingkungan pembelajaran kolaboratif dengan ciri-ciri : (a). Melibatkan peserta didik dalam ajang pertukaran gagasan dan informasi. (b). Memungkinkan peserta didik mengeksplorasi gagasan dan mencobakan berbagai pendekatan dalam mengerjakan tugas. (c).  Menata-ulang kurikulum serta menyesuaikan keadaan sekitar dan suasana kelas untuk mendukung kerja kelompok. d. Menyediakan cukup waktu, ruang, dan sumber untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan belajar bersama. (e). Menyediakan sebanyak mungkin proses belajar yang bertolak dari kegiatan pemecahan masalah atau penyelesaian proyek. Secara operasional langkah-langkah pembelajaran kolaboratif,  yang dapat di lakukan oleh guru (1). Mengkondisikan peserta didik (2). Peserta didik dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas untuk dikrjakan oleh paserta didik dalam kelompok (3). Semua peserta didik  dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis, (4). Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri. (5). Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing peserta didik menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.(6). Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, peserta didik  pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegitan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit. (7). Masing-masing peserta didik dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan (8). Laporan peserta didik terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif. (9). Laporan peserta didik, dikomentari, dinilai, dikembalikan di pertemuan berikutnya, dan di diskusikan.

             2.  Strategi Pembelajaran Ekspositori
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik  dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru, dikatakan demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan yang sangat penting atau dominan.


             3.  Strategi Pembelajaran Inquiry
Pembelajaran inquiry adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan peserta didik. Strategi pembelajaran sering juga dinamakan strategi heuristik, yang berasal dari bahasa Yunani yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”. Strategi pembelajaran inquiry merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik (student centered approach). Dikatakan demikian karena dalam strategi ini peserta didik  memegang peran yang sangat dominan dalam proses pembelajaran.


              4. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah
               Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Di dalam strategi pembelajaran berbasis masalah ini terdapat 3 (tiga) ciri utama : Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik  hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.


              5. Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
               Peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir peserta didik. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada peserta didik, tetapi peserta didik dibimbing untuk menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman peserta didik.

              6. Strategi Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh peserta didik  dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen), sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

              7. Strategi Pembelajaran Kontekstual /Contextual Teaching Learning
Contextual Teaching Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik  yang mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.  Pengetahuan dan keterampilan peserta didik dapat diperoleh dari usaha peserta didik  mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar.

         C. Komponen Strategi Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu sistem instruksional yang mengacu pada seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan. Selaku suatu sistem, pembelajaran meliputi suatu komponen, antara lain guru, peserta didik, bahan pelajaran, tujuan, kegiatan pembelajaran, metode, alat, sumber pelajaran, evaluasi dan lingkungan. Agar tujuan tercapai, semua komponen yang ada harus diorganisasikan sehingga antar semua komponen terjadi kerja sama. Guru tidak boleh hanya memperhatikan komponen-komponen tertentu, misalnya metode, bahan, dan evaluasi saja, tetapi guru harus mempertimbangkan komponen secara keseluruhan.

             1.  Guru
Guru adalah pelaku pembelajaran, sehingga guru merupakan faktor yang terpenting. Di tangan gurulah sebenarnya letak keberhasilan pembelajaran. Komponen guru tidak dapat dimanipulasi atau direkayasa oleh komponen lain, dan sebaliknya guru mampu memanipulasi atau merekayasa  komponen lain menjadi bervariasi. Sedangkan komponen lain tidak dapat mengubah guru menjadi bervariasi. Tujuan rekayasa pembelajaran oleh guru adalah membentuk lingkungan peserta didik supaya sesuai dengan lingkungan yang diharapkan dari proses belajar peserta didik, yang pada akhirnya peserta didik memperoleh suatu hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu, dalam merekayasa pembelajaran, guru harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.

              2. Peserta didik
  Peserta didik merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar dalam  mengembangkan potensi kemampuan menjadi nyata untuk mencapai tujuan belajar. Komponen peserta didik dapat dimodifikasi oleh guru


              3. Tujuan
Tujuan merupakan dasar yang dijadikan  landasan untuk menentukan strategi, materi, media dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu, dalam strategi pembelajaran, penentuan tujuan merupakan komponen yang pertama kali harus dipilih oleh seorang guru, karena tujuan pembelajran merupakan target yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.

              4. Bahan Pembelajaran
Bahan pelajaran merupakan medium untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berupa materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis sesuai dengan arah tujuan dan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat. Menurut Suharsimi (1990) bahan pembelajaran merupakan komponen inti yang terdapat dalam kegiatan pembelajaran.

              5. Kegiatan pembelajaran
Agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal, maka dalam menentukan strategi pembelajaran perlu dirumuskan komponen kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pembelajaran.

              6. Metode
  Metode adalah satu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penentuan metode yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sangat menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran yang berlangsung.

        7.  Alat
Alat yang dipergunakan dalam pembelajran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran alat memiliki fungsi sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan. Alat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat verbal dan alat bantu nonverbal. Alat verbal dapat berupa suruhan, perintah, larangan dan lain-lain, sedangkan yang nonverbal dapat berupa globe, peta, papan tulis slide dan lain-lain



              8. Sumber Pembelajaran
  Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat rujukan di mana bahan pembelajaran bisa diperoleh. Sehingga sumber belajar dapat berasal dari masyarakat, lingkungan, dan kebudayaannya, misalnya, manusia, buku, media masa, lingkungan, museum, dan lain-lain.

              9. Evaluasi
Komponen evaluasi merupakan komponen yang berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum, juga bisa berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan strategi yang telah ditetapkan. Kedua fungsi evaluasi tersebut merupakan evaluasi sebagai fungsi sumatif dan formatif.

               10. Situasi atau Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan strategi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud adalah situasi dan keadaan fisik (misalnya iklim, sekolah, letak sekolah dan lain sebagainya), dan hubungan antar insani, misalnya dengan teman, dan peserta didik dengan orang lain. Contoh keadaan ini misalnya menurut isi materinya seharusnya pembelajaran menggunakan media masyarakat untuk pembelajaran, karena kondisi masyarakat sedang rawan, maka diubah dengan menggunakan metode lain, misalnya membuat kliping. Komponen strategi pembelajaran tersebut mempengaruhi jalannya pembelajaran, dan semua komponen strategi pembelajaran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran. Untuk lebih mempermudah menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, komponen strategi pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: peserta didik sebagai raw input, entering behavior peserta didik, dan instrumental input atau sasaran.

                  a.  Peserta Didik Sebagai Raw Input
                  Strategi pembelajaran digunakan dalam rangka membelajarkan peserta didik. Untuk itu dalam pembelajaran seorang guru harus memperhatikan siapa yang dihadapi. Peserta didik pada tingkat sekolah yang sama cenderung memiliki umur yang sama, sehingga perkembangan intelektual pada umumnya adalah sama. Dipandang dari kesamaan ini, maka seorang guru dapat menggunakan metode atau teknik yang sama dalam membelajarkan peserta didik. Namun demikian di samping persamaan tersebut, peserta masih mempunyai perbedaan-perbedaan walaupun pada umur yang relatif sama. Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menghadapi heterogenitas peserta didik  dalam kelas yang sama adalah seorang guru disarankan untuk menggunakan multimetode dan multimedia. Hal ini disebabkan masing-masing metode dan media mempunyai kelebihan dan kekurangan, dan dimungkinkan masing-masing peserta didik mempunyai kecenderungan tertarik pada metode dan media tertentu.

                   b. Entering Behavior Peserta Didik
                    Seorang pendidik untuk dapat menentukan strategi pembelajaran yang sesuai  harus mengetahui  perubahan perilaku, baik secara material-subtansial, struktural-fungsional, maupun secara behavior peserta didik. Misalnya, apakah tingkat prestasi yang dicapai peserta didik merupakan hasil kegiatan belajar mengajar yang bersangkutan. Untuk kepastiannya seharusnya guru mengetahui tentang karakteristik perilaku peserta didik saat mereka mau masuk sekolah dan saat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, tingkat dan jenis karakteristik perilaku peserta didik yang dimilikinya ketika mau mengikuti kegiatan belajar mengajar. Itulah yang dimaksudkan dengan entering behavior peserta didik. Entering bahavior akan dapat diidentifikasi dengan cara : (1). Secara tradisional, telah lazim guru mulai dengan pertanyaan mengenai bahan yang pernah diberikan sebelum menyajikan bahan baru. (2). Secara inovatif, guru tertentu di berbagai lembaga pendidikan yang memiliki atau mampu mengembangkan instrumen pengukuran prestasi belajar dengan memenuhi syarat, mengadakan pretes sebelum mereka mulai mengikuti program belajar mengajar.

                   c. Instrumental Input atau Sasaran
Instrumental input menunjukkan kualifikasi serta kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pembelajaran. Yang termasuk dalam instrumental input antara lain guru, kurikulum, bahan/sumber, metode, dan media. Keberadaan instrumental input ini sangat mempengaruhi dalam menentukan strategi pembelajaran. Misalnya secara teoritis, dipandang dari tujuannya maka suatu materi harus disajikan dengan menggunakan metode laboratorium, namun karena tidak adanya media di sekolah, maka diganti dengan metode demonstrasi atau yang lainnya. Persepsi guru atau persepsi peserta didik  mengenai sasaran akhir kegiatan pelajaran mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran-antara serta sasaran-kegiatan. Sasaran harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian yang didambakan tersebut harus memiliki kualifikasi : (a). pengembangan bakat secara optimal (b). hubungan antar manusia (c). efisiensi ekonomi dan (d). tanggung jawab warga selaku warga negara.

     D.  Penerapan Strategi Pembelajaran
        Berdasarkan beberapa pandangan yang teh di kemukakan para ahli dari uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa strategi pembelajaran secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai berikut :

                  1.  Komponen pertama, urutan kegiatan pembelajaran
Mengurutkan kegiatan pembelajaran untuk memudahkan guru dalam pelaksanaan kegiatan mengajarnya, guru dapat mengetahui bagaimana ia harus memulai menyajikannya dan menutup pembelajaran.
       1.1. Sub komponen pendahuluan, merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi kepada peserta didik, memusatkan perhatian peserta didik agar peserta didik  bisa mempersiapkan dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan peserta didik  atau apa yang telah dikuasai peserta didik  sebelumnya dan berkaitan dengan materi pelajaran yang disampaikan.

                 1.2. Sub komponen penyajian, kegiatan ini merupakan inti kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan ini peserta didik ditanamkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahapannya adalah menguraikan materi pelajaran, memberikan contoh dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan materi pelajaran.

           1.3. Sub komponen penutup, merupakan kegiatan akhir dari urutan suatu kegiatan pembelajaran. Dilaksanakan untuk memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan.

                2. Komponen kedua, metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar atau guru harus dapat memilih metode yang sesuai dengan materi pembelajaran dan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Metode pembelajaran mungkin dapat dikatakan tepat untuk suatu pelajaran, tetapi belum tentu tepat untuk pelajaran yang lainnya, untuk itu guru harus pandai memilih dan menggunakan metode-metode pembelajaran yang digunakan dan disesuaikan dengan materi pembelajaran diberikan dan karakteristik peserta didik.

        Macam-macam jenis strategi/metode pembelajaran yang perlu dikembangkan antara lain adalah :

                     a.  Metode ceramah
             Metode ceramah merupakan metode tradisional, karena sejak lama metode ini digunakan oleh para pengajar. Walaupun memiliki banyak kekurangan metode ini masih tetap digunakan sampai sekarang untuk membangun komunikasi antara pengajar dan pembelajar.     

                 b. Metode pembelajaran terprogram
             Metode pembelajaran terprogram merupakan metode konvensional yang kini sering digunakan. Metode ini disusun sesuai dengan kepentingan pembelajaran yang di inginkan, dan dijalankan sesuai dengan program pembelajaran yang telah dirancang.

                 c. Metode demonstrasi      
                        Metode demontrasi mengedepankan peragaan atau mempertunjukan kepada peserta didik suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan.




                       d. Metode discovery
Metode discovery merupakan metode yang bertolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara komprehensif dan bermakna.

                      e. Metode simulasi
             Metode simulasi dimaksudkan untuk menanamkan sesuatu yang baik atau menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.    
     
                       f. Metode do-look-learn/ karya wisata
        Metode ini mengajak peserta didik ke luar kelas dan meninjau atau mengunjungi objek-objek lainnya sesuai dengan kepentingan pembelajaran.

                      g. Metode diskusi      
             Metode diskusi yakni peserta didik dihadapkan pada suatu masalah berupa pertanyaan atau pernyataan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.     

                      h. Metode praktikum
                Metode praktikum mengedepankan aktivitas percobaan, sehingga peserta didik  mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.

                      i.  Metode studi mandiri
                       Metode ini sering disebut dengan metode tugas kelompok dan individual, jadi guru memberikan tugas tertentu agar peserta didik melakukan kegiatan belajar.  

                       j. Metode bermain peran
Metode ini mengajarkan peserta didik untuk melakukan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial

                      k. Metode studi kasus
Metode ini mengedepankan metode berpikir untuk menyelesaikan masalah dan didukung dengan data-data yang ditemukan.




                3. Komponen ketiga, media yang digunakan
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media dapat berbentuk orang/guru, alat-alat elektronik, media cetak,dsb. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih media : (a).  Ketepatan dengan tujuan pembelajaran (b).  Dukungan terhadap isi pembelajaran (c).  Kemudahan memperoleh medi (d).  Keterampilan guru dalam menggunakannya (e).  Ketersediaan waktu menggunakannya (f).  Sesuai dengan taraf berpikir peserta didik.



              4. Komponen keempat, waktu tatap muka
     Guru harus tahu alokasi waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan pembelajaran dan waktu yang digunakan dalam menyampaikan informasi pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan target yang ingin dicapai.


              5. Komponen kelima, pengelolaan kelas
     Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan lingkungan sosio-emosional. Lingkungan fisik meliputi: ruangan kelas, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk, pengaturan sarana atau alat-alat lain, dan ventilasi dan pengaturan cahaya. Sedangkan lingkungan sosio emosional meliputi tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru, pembinaan hubungan baik. Pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar.











BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL
                                               
5.1.   Kesimpulan
         Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
         1.  Pengetahuan, keterampilan dan sikap guru “kurang” dalam merancang pembelajaran kolaborasi
          2. Kemampuan guru “kurang”, mengembangkan metode peningkatan kemampuan peserta didik melalui pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
  3. Guru “kurang” menguasai metode dan strategi pembelajaran, ditandai menurunnya prosentase hasil belajar peserta didik sebesar 45.00 %  (belum tuntas), kurang dari 60.00 % dari 30 orang peserta didik. Hasil tersebut kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dikehendaki. Memiliki Minat Baik: 4 orang peserta didik (13,33%); Memiliki Minat Cukup, 6 orang peserta didik (20%); Memiliki Minat Kurang, 20 orang peserta didik (66.66%); Memiliki Perhatian Baik, 1 orang peserta didik (3,33%); Memiliki Perhatian Cukup, 7 orang peserta didik (2,33%); Memiliki Perhatian Kurang 22 orang peserta didik (73,33 %); Memiliki Partisipasi Baik 3 orang peserta didik (10%); Memiliki Partisipasi Cukup 8 orang peserta didik (26,66%); Memiliki Partisipasi Kurang 19 orang peserta didik  (63,33 %).
5.2.    Rekomendasi Operasional
         Dari hasil yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses pembelajaran IPS lebih efektif dan untuk mendapatkan hasil yang optimal, merekomendasikan :
         1.  Diklat peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru IPS dalam mendesain rencana pembelajaran kolaborasi dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik
         2.  Mengembangkan program supervisi pembinaan terpadu secara Nasional (jika perlu)
         3   Perlu di manfaatkan secara optimal widyaiswara P4TK dan LPMP untuk melakukan supervisi perbaikan pelaksanaan pembelajaran dan memperkuat kapasitas kerja wadah KKG (Guru Kelas) dan wadah MGMP (Guru Mata Pelajaran)

DAFTAR PUSTAKA


Ali, Muhammad, 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung. Sinar Baru Algesindo

Arikunto, Suharsimi, 1993. Manajemen Mengajar Secara  Manusiawi. Jakarta Rineksa Cipta

Arikunto, suharsimi. 2001 . Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan . Jakarta. Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta; Rikena  Cipata

Azhar, lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta Usaha Nasional

Dareos, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan IPS Semarang; Aneka Ilmu

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Rineksa Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar Baru

Foster, Bob. 1999. Seribu Pena  SLTP Kelas I. Jakarta : Erlangga

Hadi, Sutrisno, 1982. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: YP Fak. Psikologi UGM

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung Sinar Baru Algesindo.

Hasibuan. J.J dan moerdjiono. 1998  Proses Belajar mengajar . Bandung : Remaja Rosdakarya

Margono, 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta Rineksa Cipta

Masriyah. 1999 Analisis Butir  Tes. Surabaya: Universitas Press

Melvin. L. Siberman. 2004. Active  Learning, 101 Cara  Belajar Siswa  Aktif . Bandung Nusamedia dan Nuansa.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian  Siswa  Untuk Belajar. Surabaya University Press Universitas Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara

Sardiman, A.M. 1996  Interaksi dan Motivasi Belajar mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI, universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendikia

Surakhmad, Winarno, 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung : Jemmars

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin, 1995. Psikologi Pendidikan , Suatu Pendekatan Baru. Bandung; Remaja Rosdakarya

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung. Remaja Rosdakarya.

Wetherington. H.C and W.H. Walt. Burton. 1986. Teknik-teknik Belajar dan Mengajar  (Terjemahan) Bandung; Jemmars.


DAFTAR ISI    

Halaman
Kata Pengantar                .........................................................................................................     i
Halaman pengesahan .........................................................................................................     ii
Daftar Isi                         .........................................................................................................     iii
Abstraksi                    .........................................................................................................     iv

BAB I PENDAHULUAN                  .....................................................................................    1
         1.1.     Latar  Belakang Masalah ....................................................................................     1
         1.2. Rumusan Masalah          ....................................................................................     3
         1.3.     Strategi Pemecahan Masalah    ..........................................................................     6
         1.4. Alasan Pemilihan Kegiatan  ...............................................................................     7

BAB II PEMBAHASAN  ...................................................................................................      8
        2.1. Alasan Memilih Strategi Pemecahan Masalah...................................................      8
        2.2. Hasil yang dicapai dari strategi yang dipilih........................................................    10
        2.3. Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan strategi yang di pilih...................     17
        2.4. Faktor-Faktor Pendukung .............................................................................    17
        2.5. Alternatif  Pengembangan .................................................................................     24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................      40
          5.1. Kesimpulan ………………...............................................................................      40
          5.2. Rekomendasi ..................................................................................................     40

DAFTAR PUSTAKA ............ ...........................................................................................     41