Minggu, 17 Oktober 2021

 

MEMBANGUN KARAKTER PERADABAN ANAK DENGAN PENDIDIKAN MORAL

Kajian Reflektif Teoritis

Dalam Perspektif Membangun Karakter Peserta Didik Ideal

Oleh H.Hamzah H.Syahrir

  

PENDAHULUAN

Dunia sekarang memang sedang mencari keseimbangan. Ditengah maraknya berbagai permasalahan yang melibatkan berbagai elemen bangsa sebagai pelakunya seperti : fenomena demokrasi dijadikan manipulasi suara dan kesepakatan curang, perilaku suap, korupsi, kolusi, nepotisme, amoral, seks bebas, seks pra nikah, pornografi, penyalahgunaan kekuasaan, melanggar hukum, narkoba, minuman keras, pemabantaian umat, tawuran, kekerasan, pelanggaran prokes, politisasi umat dan ulama, merongrong UUD 1945, Pancasila, anti kritik, penghinaan agama, guru dan sesama murid melalui media sosial (Medsos). Bahkan kasus korupsi banyak melibatkan orang terdidik dan terpelajar. Tamparan keras bagi dunia pendidikan yang idealnya melahirkan generasi terdidik dan beretika dan memberantas fenomena perilaku amoral.

Dr. Martin Luther King pernah berkata: Intelligence plus character that is the goal of true education (Kecerdasan plus karakter adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya) dan Theodore Roosevelt mengatakan: To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat). Bahkan pendidikan yang menghasilkan manusia berkarakter telah lama didengungkan oleh tokoh pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara dengan pendidikan berpilar kepada Cipta, Rasa dan Karsa. Bermakna bahwa pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan (knowledge) tetapi mengasah afeksi moral sehingga menghasilkan karya bagi kepentingan ummat manusia.

Berdasarkan latar belakang fenomena dan pendapat tersebut, bahwa pendidikan saat ini seharunya mengevaluasi sistem pembelajaran untuk menghasilkan manusia berkarakter. Proses pencarian jati diri sistem pendidikan merupakan arah mencapai keseimbangan kondisi homeostatic yang relatif sebagaimana setiap manusia mempunyai keinginan untuk mencapainya. Dituntut peran sekolah dan guru sebagai institusi pendidikan formal sebagai posisi yang tertantang dalam menghadapi fenomena yang berkaitan dengan globalisasi dan degradasi moral.

PEMAHAMAN ISTILAH

Secara etimologis, istilah karakter berasal dari bahasa yunani, yakni kharaseein yang mengandung makna mengukir tanda di kertas atau lilin yang berfungsi sebagai pembeda (Bohlin, 2005). Istilah tersebut lebih merujuk secara umum pada bentuk khas yang membedakan sesuatu dengan yang lainnya. Dengan demikian karakter dapat menunjukkan sekumpulan kualitas atau karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan diri seseorang dengan orang lain (Timpe, 2007).

Perkembangan pengetahuan tentang karakter banyak dipelajari pada ilmu-ilmu sosial. Dalam filsafat  istilah karakter biasa digunakan untuk merujuk dimensi moral seseorang. Salah satu contoh adalah ilmuwan Aristoteles yang sering menggunakan istilah ethe untuk karakter yang secara etimologis berkaitan dengan ethics dan morality. Ahli psikologi banyak mengajukan definisi karakter dari berbagai pendekatan. Ada yang menggunakan istilah karakter pada area moral saja, ada yang memakai pada domain moral dan nonmoral. Menurut Hasting et al. (2007) karakter mempunyai domain moral dan nonmoral. Karakter berdomain moral adalah semua perilaku yang merujuk kepada hubungan interpersonal atau hubungan dengan orang lain. Contohnya kasih sayang, empati, loyal, membantu dan peduli dengan orang lain (sifat feminis). Sedangkan karakter berdomain nonmoral adalah semua perilaku yang merujuk kepada pengembangan sifat dalam diri atau intrapersonal. Contohnya disiplin, jujur, bertanggung jawab, pantang menyerah dan percaya diri (sifat maskulin). Karakter berdomain moral maupun nonmoral mempunyai tujuan yang sama yakni membentuk kepribadian yang peka terhadap kepentingan sosial (prososial).

Karakter terkadang dipandang sebagai kepribadian atau lebih bersifat perilaku. Banyak ilmuwan psikologi yang mengabaikan fungsi kognitif pada definisi mereka tentang karakter, namun ada  yang lebih bersifat komprehensif, bahkan ada ilmuwan yang menyatakan bahwa karakter merupakan suatu konstruksi sosial. Menurut ahli konstruksi sosial karakter seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosial.

Salah satu definisi karakter yang cukup lugas dikemukakan oleh Berkowitz (2002), yakni sekumpulan karakteristik psikologis individu yang mempengaruhi kemampuan seseorang dan membantu diri untuk berfungsi secara moral, karena sifat karakter yang plural. Beberapa ahli membagi karakter ke dalam beberapa kategori. Peterson dan Seligman (2004) mengklasifikasikan kekuatan karakter menjadi 6 (enam) kelompok besar yang menurunkan 24 (dua puluh empat) karakter : kognitif (wisdom and knowledge), emosional (courage/kesatriaan), interpersonal (humanity), hidup bersama (justice), menghadapi dan mengatasi hal-hal yang tak menyenangkan (temperance), dan spiritual (transcendence). Di Indonesia, sebuah lembaga yang bernama Indonesia Heritage Foundation merumuskan nilai yang patut diajarkan kepada anak-anak menjadikannya pribadi berkarakter.

Megawangi dalam (http://ihfkarakter.multiply.com/journal) menamakannya sembilan Pilar Karakter : cinta Tuhan dan kebenaran, bertanggung jawab, kedisiplinan, dan mandiri, mempunyai amanah, bersikap hormat dan santun, mempunyai rasa kasih sayang, kepedulian, dan mampu kerja sama, percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah, mempunyai rasa keadilan dan sikap kepemimpinan, baik dan rendah hati, mempunyai toleransi dan cinta damai.

Sedangkan pemahaman moral sendiri menurut Damon (1988) adalah aturan dalam berperilaku (code of conduct). Aturan berasal dari kesepakatan atau konsesus sosial yang bersifat universal. Moral yang bermuatan aturan universal bertujuan untuk pengembangan ke arah kepribadian yang positif (intrapersonal) dan hubungan manusia yang harmonis (interpersonal). Lebih lanjut, Nucci and Narvaes (2008) menyatakan bahwa moral merupakan faktor determinan atau penentu pembentukan karakter seseorang. Oleh karena itu, indikator manusia yang berkarakter moral adalah:

1.

Personal improvement : individu yang mempunyai kepribadian yang teguh terhadap aturan yang di internalisasi dalam dirinya. Dengan demikian mereka tidak mudah goyah dengan pengaruh lingkungan sosial yang dianggapnya tidak sesuai dengan aturan yang di internalisasinya. Ciri kepribadian secara kontemporer diistilahkan sebagai integritas. Individu yang mempunyai integritas yang tinggi terhadap nilai dan aturan yang dia junjung tidak  melakukan tindakan amoral. Sebagai contoh, individu yang menjunjung tinggi nilai agama tidak terpengaruh oleh lingkungan sosial untuk mencederai demokrasi, manipulasi dan korupsi

2.

Social skill : mempunyai kepekaan sosial yang tinggi sehingga mampu mengutamakan kepentingan orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan hubungan sosialnya yang harmonis. Setiap nilai atau aturan universal mengarahkan manusia untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Contoh individu yang religius pasti berbuat baik untuk orang lain atau mengutamakan kepentingan ummat.

3.

Comprehensive problem solving : sejauhmana individu dapat mengatasi konflik dilematis antara pengaruh lingkungan sosial yang tidak sesuai dengan nilai atau aturan dengan integritas pribadinya terhadap nilai atau aturan. Dalam arti, individu mempunyai pemahaman terhadap tindakan orang lain (perspektif lain) yang menyimpang tetapi individu, tetap mendasarkan keputusan/sikap/ tindakannya kepada nilai atau aturan yang telah di internalisasikan dalam dirinya. Contoh  seorang murid yang tidak mau mengikuti teman-temannya mencontek saat tidak diawasi oleh guru karena ia tetap menjunjung tinggi nilai atau aturan yang berlaku (kejujuran). Meskipun sebenarnya ia mampu memahami penyebab perilaku teman-temannya yang mencontek. Keluwesan dalam berfikir dan memahami dibutuhkan untuk menilai suatu perbuatan benar atau salah.

Terminologi pendidikan memang berbeda dengan pengajaran. Perbedaan terletak pada ranah yang disentuh oleh pendidikan dan pengajaran. Dalam terminologi pengajaran pendidik hanya memberikan ilmu sebatas dalam ranah pengetahuan (cognitive) kepada peserta didik. Sedangkan dalam terminologi pendidikan pendidik memberikan ilmu dalam ranah pengetahuan (cognitive), perasaan (affective), sikap (attitude) dan tindakan (action). Sebenarnya berdasarkan pemikiran filosofis dari Aristoteles (filusuf yunani) yang mempunyai prinsip soul and body dualisme yakni manusia hakikatnya terdiri dari dua elemen dasar, yakni rohani dan ragawi. Pendidikan tidak hanya sekedar memberikan asupan raga, tetapi direpresentasikan dengan otak, asupan untuk rohani berupa moralitas untuk menentukan sikap baik buruk atau benar salah.

Berdasarkan paparan pemahaman istilah tersebut, kita mencoba mendefinisikan pendidikan berkarakter moral sebagai proses transfer pengetahuan, perasaan, penentuan sikap dan tindakan terhadap fenomena berdasarkan nilai atau aturan universal sehingga peserta didik mempunyai kepribadian berintegritas tinggi terhadap nilai atau aturan dan mampu melakukan hubungan sosial yang harmonis tanpa mengesampingkan nilai atau aturan yang mereka junjung tinggi. Pendidikan berkarakter moral membantu peserta didik memahami kebajikan (kebaikan), mencintai kebaikan dan menjalankan kebaikan (know the good, love the good, and do the good). Karakter sebagai pembeda antara orang terdidik dengan orang tidak terdidik. Kita mempunyai perspektif yang berbeda dengan Hasting et al. (2007) yang membedakan karakter moral dan nonmoral. Berdasarkan definisi tersebut, kita menggabungkan karakter domain moral dan nonmoral menjadi tiga indikator yang tidak dapat dipisahkan apabila ingin mengetahui ciri manusia berkarakter moral.

PERKEMBANGAN KARAKTER MORAL MANUSIA

Dalam ilmu psikologi perkembangan, selalu ada debat tentang masalah nature dan nurture. Artinya, para ahli senantiasa memiliki pendapat yang berbeda tentang aspek pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir atau apakah terbentuk dari lingkungan, mana yang lebih banyak mempengaruhi individu. Begitu pula halnya dengan perkembangan moral atau karakter seseorang, apakah karakter merupakan sesuatu yang bersifat herediter (bawaan lahir/keturunan) atau dapat dibentuk melalui didikan lingkungan. Perdebatan tidak pernah selesai dan mungkin tidak pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Satu hal yang jelas bahwa memang ada interaksi antara aspek nature dan nurture dalam perkembangan karakter individu yang dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

Faktor determinan karakter dapat berupa biologis/ herediter. Penelitian untuk mengungkap pengaruh biasanya dilakukan pada subjek anak kembar dan adopsi serta bersifat longitudinal. Beberapa ahli telah membuktikan adanya pengaruh genetis yang cukup kuat terhadap karakter anak (Deater Deckard and O.Connor, 2000, Plomin and McGuffin, 2003). Beberapa dimensi karakter seperti empati dan simpati juga banyak diamati melalui perspektif neurosains yang lebih mengarah kepada herediter (Caspi, dkk., 2003; Decety and Chaminade, 2003; Harris, 2003)

Pada sisi lain, lingkungan keluarga membawa pengaruh cukup penting bagi pembentukan karakter anak. Kochanska, dkk. (2004) menyatakan bahwa kedekatan antara orangtua dan anak merupakan aspek yang sangat penting bagi awal perkembangan moral anak. Pengasuhan orangtua secara menyeluruh meliputi relasi antara orangtua dan anak yang hangat dan responsif disertai penerimaan, dukungan, serta pemahaman membawa dampak terhadap karakter anak (Grusec, dkk., 2000; Kerr and Stattin, 2000; Kochanska, 2002; Zhou, dkk, 2002). Pola disiplin yang diterapkan orangtua merupakan hal penting (Kochanska, dkk. 2003). Disiplin mengontrol perilaku anak dan biasanya dikaitkan dengan konsekwensi negatif terhadap perilaku pelanggaran. Aspek yang paling penting dari penegakkan disiplin adalah konsekwensi yang logis terkait dengan pelanggaran yang dilakukan. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Laible and Thompson (2000) bahwa disiplin yang menekankan pada penalaran dan logika mempercepat terjadinya internalisasi nilai pada anak.

Sekolah sebagai lingkungan kedua, turut mempengaruhi konsep diri, keterampilan sosial, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial, pengetahuan tentang moralitas, dan sebagainya (Berkowitz, 2002). Adanya ikatan yang kuat dengan sekolah dan komunitasnya, termasuk kedekatan dengan guru, merupakan dasar bagi perkembangan prososial dan moral anak. Hawkins, dkk. (2001) menyatakan bahwa seorang anak menerapkan sebuah standar atau norma bila standar jelas dan disertai dengan adanya ikatan emosi, komitmen, dan kedekatan dengan sekolah. Sekolah perlu memiliki atmosfir moral dalam rangka meningkatkan tanggung jawab dan mengurangi pelanggaran di sekolah (Brugman, dkk., 2003). Di lingkungan sekolah anak mengalami perluasan aktivitas. Relasi dengan teman sebaya membawa dampak terhadap pembentukan karakter anak. Hubungan emosi yang kuat dan aktivitas bermain merupakan mediator bagi anak untuk mengembangkan karakter mereka (Dunn & Hughes, 2001, Howe, dkk. 2002; Killen, dkk. 2001, Theimer, dkk. 2001).

Tidak kalah pentingnya pengaruh komunitas terhadap karakter anak dan remaja. Media elektronik sebagai salah satu media memberikan fasilitas peniruan melalui program siaran. Pada umumnya anak dan remaja lebih mudah menerima informasi yang dilihat dan didengar. Anak dan remaja disajikan pada gambaran situasi tertentu yang disertai dengan reaksi yang seharusnya dilakukan dan akibat dari reaksi. Apabila anak dan remaja terus melihat adegan negatif, mereka  menganggap adegan negatif sebagai sesuatu yang wajar. Jika hal ini terus berlanjut, anak dan remaja melakukan adegan yang serupa. Dampak proses imitasi ini telah banyak diteliti, dalam kaitannya dengan perilaku tertentu seperti agresi dan kekerasan (Huesmann, dkk. 2003; Robinson, dkk. 2001). Di sisi lain televisi membentuk karakter positif, dalam hal perilaku prososial dan altruis (Mares and Woodard, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sosial mempunyai andil dalam pembentukan moral dan karakter anak dan remaja.

PERAN SEKOLAH MEMBANGUN MANUSIA BERKARAKTER MORAL

Peranan pendidikan berkarakter moral di sekolah dilakukan oleh Berkowitz and Bier (2003). Mereka menyatakan bahwa penerapan pendidikan berkarakter moral mempengaruhi peningkatan motivasi siswa dalam meraih prestasi. Bahkan kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik. Hal ini disebabkan salah satu tujuan pendidikan karakter adalah untuk pengembangan kepribadian yang berintegritas terhadap nilai atau aturan. Setiap individu mempunyai integritas maka ia memiliki keyakinan terhadap potensi diri (self efficacy) untuk menghadapi hambatan dalam belajar.

Beberapa tema moral yang berhubungan dengan kognitif ditemukan dalam penelitian Narvaes (2006). Peserta didik yang mendapatkan pendidikan berkarakter moral akan lebih; (a). Mudah memahami situasi moral secara akurat dan menegakkan aturan atau nilai yang diinternalisasi, (b). Mempunyai alat atau metode untuk memecahkan masalah moral yang kompleks, (c). Tetap berfokus terhadap tugas-tugas akademis dan termotivasi untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran, (d). Mampu memprioritaskan tujuan-tujuan etis untuk pengembangan diri dan pemberdayaan sosial. Oleh karena demikian maka negara maju turut menekankan pendidikan berkarakter moral sebagai soft-skill yang mengikuti kompetensi pembelajaran. Dengan lulusan dunia pendidikan lebih siap berkompetisi dalam era global.

Meskipun sekolah merupakan lingkungan kedua bagi peserta didik dalam pembentukan karakter namun sekolah merupakan komunitas untuk melakukan sharing nilai dengan guru, teman sebaya dan civitas akademika. Apalagi fenomena kurikulum sekarang yang syarat beban bagi peserta didik menyebabkan ia tinggal lebih lama di sekolah daripada di lingkungan keluarga dan masyarakat. Seharusnya pemerhati dan tokoh pendidikan aktif memberikan saran terhadap peran sekolah dalam membangun manusia yang berkarakter moral sebagai berikut :

1.

Menyediakan pendidikan moral agama yang berbasis penyikapan terhadap kasus/ fenomena

 

Pendidikan agama tidak hanya disajikan dalam pengetahuan aturan atau tata laksana ibadah, tetapi lebih kepada nilai-nilai agama dalam menghadapi fenomena sosial. Nilai-nilai agama yang menjadi bagian dari pembentukan karakter moral peserta didik. Sebagai contoh pendidikan agama Islam tidak hanya mengajarkan syari’at sholat saja tapi nilai-nilai manfaat yang diperoleh manusia dengan menjalankan sholat. Begitu pula agama Kristen Protestan tidak hanya mengajarkan cara bersembahyang tetapi bagaimana menerapkan etika protestan untuk keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat. The Golden Role dalam ajaran agama Katholik agar manusia menyebarkan kebaikan kepada sesamanya. Sebenarnya beberapa ahli pemikir Barat membedakan antara moral dengan nilai-nilai agama. Kita mempunyai pendirian bahwa nilai agama membentuk karakter moral karena nilai agama yang universal mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri (intrapersonal) dan hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya (interpersonal). Secara tegas, Silberman (2005) menyatakan bahwa ciri manusia yang religius adalah :

 

a.

Mampu memahami dan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Pada elemen ini, manusia yang beragama dituntut untuk memahami kekuatan Tuhan dan mengamalkan semua ajaranNya dalam kehidupan sehari-hari.

 

b.

Memahami pemaknaan diri. Pada elemen ini, manusia mengaku beragama harus memiliki pemahaman terhadap hakikat diri, tujuan hidup, potensi diri dan pengaruh ajaran agama terhadap proses pembentukan jati diri. Misalnya sebagai seorang Muslim seharusnya tahu bahwa tujuan hidupnya hanyalah untuk berbakti kepada Allah SWT, mempunyai potensi persaudaraan sebagai sesama muslim dan ajaran Islam dijadikannya sebagai identitas diri

 

c.

Meyakini dan memelihara hubungan dengan makhluk lain ciptaan Tuhan dan alam semesta. Sebagai manusia yang beragama maka dituntut untuk membina hubungan dengan orang lain, mahkluk ghaib dan alam semesta.

 

d.

Keyakinan terhadap masa depan, keyakinan yang harus dimiliki oleh manusia religius terhadap kehidupan masa depan, kehidupan setelah kehidupan di dunia, seperti kematian, alam kubur, hari dibangkitkannya atau kiamat, syurga dan neraka. Manusia yang religius menjadikan kehidupan di dunia sebagai investasi dalam kehidupan di masa mendatang dan kehidupan akhirat

 

Berdasarkan ciri manusia yang religius yang mempunyai nilai-nilai agama, sebenarnya sama dengan tujuan pendidikan berkarakter moral yang mengembangkan interpersonal dan intrapersonal. Pendidikan moral agama lebih ditekankan kepada kasus atau fenomena yang harus dipecahkan oleh peserta didik berdasarkan pertimbangan nilai atau moral agama. Hal ini yang disebut pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).

2.

Menyiapkan pendidik, kakak kelas, civitas akademika, alumni sebagai role model

 

Sebagaimana definisi pendidikan berkarakter moral sebagai proses transfer, khususnya tindakan terhadap fenomena berdasarkan nilai atau aturan universal dibutuhkan figur teladan dalam menegakkan nilai atau aturan. Figur teladan sesuai dengan filosofi pendidik yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara ing ngarso sung tulodho (seorang guru harus mampu memberikan keteladanan sikap dan tindakan), keteladanan moral. Guru merupakan sosok digugu lan ditiru (dipatuhi dan dicontoh tindakannya). Jika guru hanya memberikan pengajaran moral tanpa mendidik (memberi keteladanan moral) maka terjadi kebingungan pada peserta didik. Sosok pendidik yang ideal yakni pendidik yang bermoral. Pendidik melakukan tindakan amoral, seperti pelecahan seksual, kekerasan, tindak pidana dan lain sebagainya, fenomena ini disebut sebagai moral hypocrisy dan sosok yang idealnya bermoral namun melakukan tindakan tidak bermoral. Tidak hanya pendidik, kakak kelas dan alumni sebagai figur teladan dalam penegakan moral. Jika kakak kelas dan alumni berkomitmen untuk membantu penegakan moral di lingkungan sekolah, aktivitas yang tidak bermoral, seperti kekerasan dalam masa orientasi dan tawuran dapat diminimalisasi.

3.

Menyediakan perangkat nilai dan aturan yang jelas, rasional dan konsisten.

 

Sekolah yang mempunyai aturan jelas menyebabkan tidak ada ambiguitas peserta didik dalam memahaminya. Aturan yang jelas dimaksudkan agar peserta didik tidak mencari celah kelemahan aturan dan memanfaatkan untuk melanggarnya. Aturan atau nilai yang rasional adalah aturan untuk mengarahkan atau melarang suatu tindakan dan penguatan alasan mengapa aturan ditegakkan. Membutuhkan sosialisasi kepada peserta didik dan civitas akademika agar memahami latar belakang ditegakkannya nilai atau aturan. Rasionalitas atau alasan tentang penegakan nilai moral perlu dilakukan karena dalam psikologi perkembangan, seorang remaja mulai berfikir operasional kongkret yang mencari rasional dalam setiap tindakan. Pemahaman nilai atau aturan yang rasional maka peserta didik menjalankan aturan dan nilai kehidupan, karena terdorong untuk kebaikan. Hal ini menandakan aturan atau nilai yang rasional/ mempunyai alasan yang tepat  menumbuhkan motivasi intrinsik atau motivasi dalam diri. Sedangkan penegakan nilai atau aturan yang konsisten untuk semua pihak diharapkan menjadi perangkat aturan untuk kepentingan bersama (keadilan distributif).

4.

Membangun sinergitas antara pihak sekolah, keluarga, masyarakat dan pemerintah

 

Sebagaimana kita ketahui kebijakan publik tidak dapat dijalankan jika tidak ada sinergi antara berbagai pihak. Meskipun sekolah menerapkan pendidikan berkarakter moral di lingkungan belajar namun hal ini tidak efektif jika tidak didukung keterlibatan pihak keluarga, masyarakat dan pemerintah. Jika kita kembali merujuk definisi pendidikan berkarakter moral maka pendidikan sesungguhnya merupakan suatu proses. Makna pendidikan berkarakter moral merupakan transfer secara bertahap dan berkelanjutan. Sayangnya kebijakan pemerintah tentang ujian nasional mempunyai dampak bahwa pendidikan lebih menekankan pada hasil daripada proses. Sebenarnya pendidikan lebih menekankan pada proses. Disarankan agar sekolah dan pemerintah tidak membuat suatu kebijakan yang bertentangan dengan filosofi pendidikan berkarakter moral.

5.

Pendidikan berkarakter moral dimasukkan dalam kegiatan intra, ekstra dan kokulikuler sebagai hidden curriculum

 

Dalam kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, setiap mata pelajaran perlu memberikan pesan moral berkaitan dengan topik pembelajaran. Contoh pembelajaran Biologi tentang reproduksi manusia perlu diberikan sosialisasi tentang dampak negatif seks pranikah, tidak sekedar pengetahuan seks tetapi pesan moral yang rasional.  Dalam kegiatan ekstra kurikuler perlu diperbanyak aktivitas membina karakter moral peserta didik, seperti Pramuka, PMR, Dokter Kecil, Olah Raga dan lain sebagainya. Bahkan ide untuk mendirikan dan melestarikan Kantin Kejujuran perlu diwujudkan.

6.

Menyajikan story telling dengan multi media untuk melibatkan peran sebagai role model karakter moral.

 

Menurut Sheldon (2004), story telling adalah salah satu metode yang tepat untuk menyampaikan pesan moral melalui peran tokoh-tokoh dalam suatu cerita sebagai role model. Story telling memiliki kemampuan untuk menyampaikan nilai-nilai moral karena anak dan remaja lebih mudah menerima informasi melalui audio-visual. Disarankan story telling disajikan dalam multi media sehingga menarik keterlibatan afeksi dan kognisi peserta didik dalam menginternalisasi nilai moral yang disampaikan. Contoh story telling dengan tema budaya lokal, seperti Malin Kundang disampaikan melalui tayangan film atau parodi sehingga pesan moral tentang berbakti kepada orang tua lebih efektif disampaikan kepada peserta didik.

PENUTUP

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :

1.

Pembentukan karakter moral seseorang dipengaruhi oleh interaksi antara bawaan yang bersifat herediter dengan faktor yang ada di lingkungan.

2.

Pendidikan berkarakter moral adalah kunci perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa dalam menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan. Harapan dari pendidikan berkarakter moral adalah tercapainya keseimbangan antara pengetahuan dan moral. Salah satu pendekatan dalam pendidikan berkarakter moral ialah dengan pendidikan agama yang diterapkan dalam setiap jenjang pendidikan. Jika pengetahuan dan agama dapat diintegrasikan dalam mewujudkan kesempurnaan ilmu berlandaskan moralitas (excellent with morality). Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh.

3.

Pendidikan berkarakter moral dikatakan efektif apabila mencapai tujuan untuk menjadikan manusia yang memiliki karakter; kemampuan sosial (social skill), pengembangan kepribadian (personal improvement) dan pemecahan masalah secara komprehensif (comprehensive problem solving).

4.

Pendidikan berkarakter moral memerlukan figur teladan sebagai role model untuk menegakkan nilai atau aturan yang telah disepakati bersama. Peran pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah sebagai figur teladan agar peserta didik mampu melakukan imitasi terhadap perilaku moral. Semua pihak aktif untuk  bersinergisitas diantara elemen sekolah dalam membangun pendidikan berkarakter moral dapat terus dilakukan secara berkelanjutan

DAFTAR  BACAAN

Hasting et al. (2007), Karakter Domain Moral dan Nonmoral.

Peterson dan Seligman (2004) Klasifikasi Kekuatan Karakter

Hasting et al. (2007) Perbedaan Karakter Moral dan Nonmoral

Kochanska, dkk. (2004) Kedekatan Antara Orang Tua dan Anak

Kochanska, dkk, 2003. Disiplin Mengontrol Perilaku Anak

Laible and Thompson 2000. Disiplin Penalaran dan Logika

Berkowitz, 2002. Komunitas Sekolah dan Kedekatan Dengan Guru

Hawkins, dkk. 2001. Standar Norma Sekolah

Mares and Woodard, 2005. Televisi Membentuk Karakter Positif dan Negatif

Narvaes 2006. Moral Berhubungan Dengan Kognitif

Silberman (2005) Ciri Manusia Religius

Ki Hadjar Dewantara. Ing Ngarso Sung Tulodho.

Sheldon (2004), Metode Pesan Moral

Sabtu, 16 Oktober 2021

 

MODEL PEMBELAJARAN DAN LANGKAH PEAKSANAAN PEMBELAJARAN DALAM

MENINGKATKAN KOMPETENSI SPRITUAL, SOSIAL, PENGETAHUAN DAN  

KETERAMPILAN PESERTA DIDIK UNTUK MENCAPAI STANDAR KOMPETENSI

KAJIAN REFLEKTIF TEORITIS

H. Hamzah H. Syahrir

 

 

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan tingkatan tertinggi dalam kerangka pembelajaran yang mencakup keseluruhan. Ruang lingkup keseluruhan kerangka pembelajaran memberikan pemahaman dasar atau filosofis dalam pembelajaran. Dalam model pembelajaran terdapat strategi yang menjelaskan operasional, alat, atau teknik yang digunakan peserta didik dalam proses pembelajaran.  Strategi pembelajaran ada metode pembelajaran yang menjelaskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tingkatan memiliki fungsi hubungan dari kerangka pembelajaran. Istilah model pembelajaran sering diartikan sebagai pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran terdapat rencana dan alur yang digunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Membelajarkan peserta didik harus sesuai dengan cara atau gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal dengan memilih salah satu atau lebih model pembelajaran. Model pembelajaran tidak ada yang paling tepat dalam segala situasi dan kondisi, meskipun demikian, dapat diyakini bahwa ada kelebihan dan ada kekurangannya.  Memilih model pembelajaran yang tepat harus memperhatikan kondisi peserta didik, materi bahan pembelajaran atau bahan ajar, dan fasilitas media pembelajaran yang tersedia dan kompetensi pendidik.


Model pembelajaran yang dipilih dijadikan alternatif untuk situasi dan kondisi pembelajaran yang dihadapi. Sintaks (prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasi diserahkan kepada pendidik untuk melakukan penyesuaian dalam mendorong kreativitas para pendidik. Pilih salah satu atau lebih Model Pembelajaran berikut ini sebagai alternatif untuk meningkatkan kompetensi spritul, sosial, pengetahuan dan keterampilan peserta didik

1. Cooperative Learning (CL)

Pembelajaran koperatif learining ini sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluq sosial mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib.

Memanfaatkan kenyataan untuk belajar berkelompok secara koperatif, peserta didik dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab.

Saling membantu dan berlatih beinteraksi, komunikasi, sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri.

Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak, partisipatif), tiap anggota kelompok dibagi terdiri dari 4-5 orang peserta didik, dan peserta didik heterogen (kemampuan, gender, karakter), Pendidik meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok dan pelaporan.

2. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan peserta didik (daily life modeling), sehingga terasa ada manfaat dari materi yang  disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran peserta didik menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas peserta didik, dan peserta didik melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, tetapi pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model pembelajaran lain, yakni modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi dan tujuan, pengarahan dan petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh peserta didik partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, mindson, handson, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivisme (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep aturan, analisis sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas usaha peserta didik, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai aspek dengan berbagai cara)

3. Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep aturan melalui process of mathematization, yakni matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan untuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses aplikasi), pemahaman (menemukan informal dalam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter twinment (keterkaitan intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari pendidik dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung / Direct Learning (DL)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar yang lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan peserta didik, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah / Problem Based Learning (PBL)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual peserta didik untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar peserta didik dapat berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi dan inkuiri

6. Problem Solving

Dalam masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan atau algoritma). Sintaknya adalah sajiakan permasalahan yang memenuhi criteria, peserta didik berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau aturan yang disajikan, peserta didik mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga dan pada akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing

Bentuk lain dari problem posing adalah problem posing adalah pemecahan masalah dengan melalui kegiatan elaborasi, yakni merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan hitungan, cari alternative, menyusun soal pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Peserta didik dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban peserta didik beragam. Selanjutynya peserta didik diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban. Model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang membentuk pola pikir, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah harus kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didik, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon peserta didik, bimbingan dan pengarahan dan membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan peserta didik dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya peserta didik memngkonstruksi konsep, prinsip aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk peserta didik secara acak sehingga setiap peserta didik mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, peserta didik tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan yang terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi ketegangan, pendidik hendaknya rangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut, canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban peserta didik yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri mereka sedang belajar dan mereka telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (Cycle learning (CL)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan prasyarat, eksploitasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

Weinstein and Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yakni bagaimana peserta didik belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mengemukan bahwa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran reciprocal, yakni: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LK modul, membaca, merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar harus memanfaatkan semua alat indra yang dimiliki peserta didik. Istilah SAVI sendiri adalah kepanjangan dari Somatic yang bermakna gerakan tubuh (handson, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndapat, dan menanggapi; Visualization yang bermakna belajar harus menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahwa belajar harus menggunakan kemampuan berpikir (mindson) belajar harus dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakan melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. Teams Games Tournament (TGT)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan peserta didik heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamika kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan seperti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara pendidik bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.

Sintaknya Pembelajaran :

1

Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan mekanisme kegiatan

2

Siapkan meja turnamen secukupnya, misalnya 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 peserta didik yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh peserta didik dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh peserta didik yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap peserta didik yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok..

3

Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap peserta didik mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa nmngerjakan lebih dari satu soal dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Peserta didik pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium

4

Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar, peserta didik superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh [eserta didik dengan gelar yang sama

5

Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual


13. Team Assisted Individualy (TAI)

Terjemahan bebas dari istilah adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BIDAK) dengan karateristik bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab belajar adalah pada peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan tidak hanya menerima dari guru. Pola komunikasi pendidik peserta didik adalah negosiasi dan bukan imposisi intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) peserta didik belajar kelompok dengan dibantu oleh peserta didik pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

14. Jigsaw

Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak peserta didik dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggota kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

15. Think Pairs Share (TPS)

Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada peserta didik dan peserta didik bekerja dalam kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap peserta didik, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

16. Group Investigation (GI)

Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misalnya mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengolahan data penyajian data hasil investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkembangan peserta didik, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

17. Means-Ends Analysis (MEA)

Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadi koneksivitas, pilih strategi solusi

18. Creative Problem Solving (CPS)

Model pembelajaran ini Ini merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya : mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

19. Think Talk Write (TTW)

Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sintaknya : informasi, kelompok (membaca, mencatatat, menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

20. Two Stay-Two Stray (TS-TS)

Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

21. Connecting, Organizing, Refleting, Extending (CORE)

Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

22. Survey, Question, Read, Recite, Review (SQ3R)

Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif peserta didik, yakni dengan menugaskan peserta didik untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat, menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, dari mana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

23. Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review (SQ4R)

SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

24. Meaningful Instructionnal Design (MID)

Model ini adalah pembelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

25. KUASAI

Pembelajaran efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar peserta didik, Ambil pemaknaan (mengetahui, memahami-menggunakan dan memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar peserta didik.

26. Artikulasi

Artikulasi adalah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu peserta didik menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, pendidik membimbing peserta didik untuk menyimpulkan.

27. Debate

Debat adalah model pembalajaran dengan sintaksnya: peserta didik menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, peserta didik membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, pendidik membimbing membuat kesimpulan dan menambahkan bila perlu.

28. Role Playing

Sintak dari model pembelajaran ini adalah: pendidik menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari scenario pembelajaran, pembentukan kelompok peserta didik, penyampaian kompetensi, menunjuk peserta didik untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok peserta didik membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan, refleksi dan menyimpulkan.

29. Talking Stick

Sintak pembelajaran ini adalah: Pendidik menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, peserta didik membaca materi lengkap pada wacana, pendidik mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada peserta didik dan peserta didik siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari pendidik, tongkat diberikan kepad peserta didik lain dan pendidik memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, pendidik membimbing refleksi, kesimpulan dan evaluasi

30. Snowball Throwing

Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

31. Student Facilitator and Explaining

Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, peserta didik mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke peserta didik lainnya, kesimpulan, refleksi dan evaluasi

32. Course Review Horay

Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, peserta didik atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, pendidik  membacakan soal yang nomornya dipilih acak, peserta didik yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan pendidik berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan peserta didik menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan, refleksi dan evaluasi

33. Demostration

Pembelajaran ini khusus untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk peserta didik atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan, refleksi dan evaluasi

34. Explicit Instruction

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, refleksi, evaluasi dan penyimpulan

35. Scramble

Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, peserta didik berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok, refleksi, evaluasi dan menyimpulkan

36. Pair Checks

Peserta didik berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, refleksi, evaluasi dan kesimpulan

37. Make-A Match

Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap peserta didik mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap peserta didik mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya peserta didik yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk babak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, refleksi, evaluasi dan kesimpulan

38. Mind Mapping

Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal peserta didik. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, peserta didik berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatif  jawaban, presentasi hasil diskusi kelompok, peserta didik membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, refleksi dan evaluasi

39. Examples Non Examples

Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP atau LCD, dengan petunjuk pendidik peserta didik mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

40. Picture and Picture

Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, peserta didik (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, pendidik mengkonfirmasi urutan gambar, pendidik menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

41. Cooperative Script

Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, peserta didik mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

42. Logan Avenue Problem Solving (LAPS-Heuristik)

Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

43. Improve

Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, peserta didik latihan dan bertanya, balikan-perbaikan-pengayaan-interaksi.

44. Generatif

Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, rangkuman, evaluasi, dan refleksi

45. Circuit Learning

Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, peserta didik membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya, peta konsep, bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

46. Complette Sentence

Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: siapkan blanko isian berupa paragraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, peserta didi ditugaskan membaca wacana, pendidik membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraf yang belum lengkap, peserta didik berkelompok melengkapi, presentasi.

47. Concept Sentence

Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, pendidik menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tiap kelompok membuat kalimat berdasarkan kata kunci, presentasi.

48. Time Token

Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap peserta didik diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), peserta didik berbicara (pidato, tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

49. Take and Give

Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu yang berisi nama peserta didik, bahan belajar, dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap peserta didik disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman, perluasannya kepada peserta didik lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan peserta didik lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

50. Superitem

Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada peserta didik secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa pemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan soal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi, koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.

51. Hibrid

Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara peserta didik mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif, inkuiri, solusi, workshop, virtual workshop menggunakan computer internet.

52. Treffinger

Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan, urutan ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

53. Kumon

Pembelajarn dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

54. Quantum

Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Pendidik harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha peserta didik diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat , alami-dengan dunia realitas peserta didik, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

55. Model pembelajaran langsung

Model pembelajaran langsung adalah jenis model pembelajaran dimana materi pembelajaran disusun oleh pendidik untuk disampaikan secara langsung kepada peserta didik. Model ini memiliki kaitan dengan metode pembelajaran ekspositori, penyampaian materi dari pendidik kepada peserta didik dilaksanakan secara langsung melalui ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab. 

Karakteristik model pembelajaran langsung.

1

Siswa mendapatkan keterampilan secara langsung dan segera mendapatkan pengaruh dari model pembelajaran langsung

2

Pembelajaran dilakukan dengan berorientasi pada tujuan tertentu

3

Materi sudah disusun oleh pendidik

4

Lingkungan belajar sudah terstruktur dan disusun oleh pendidik


Model pembelajaran langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Demikian juga pada model pembelajaran lainnya karena jika dikembalikan pada konsep awal penyusunan model pembelajaran, perancangan kerangka pembelajaran didasarkan pada kesesuaiannya dengan kondisi pendidik peserta didik sejalan dengan tujuan yang dicapai atau tidak.

Ada lima poin kelebihan model pembelajaran langsung.

1

Guru memiliki wewenang penuh terhadap isi materi yang sudah disiapkannya sehingga lebih mudah dalam mempertahankan fokus siswa

2

Model ini dapat diterapkan untuk kelas besar dan kecil

3

Dapat mendorong siswa lebih terbuka untuk mengungkapkan kesulitan secara langsung kepada guru

4

Efektif untuk pembelajaran tentang materi yang terstruktur dengan waktu terbatas

5

Efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang nilai sekolahnya masih rendah


Sedangkan kekurangan model pembelajaran langsung diantaranya:

1

Keterampilan siswa sangat bisa berbeda-beda. Model ini bergantung pada kemampuan siswa mengasimilasi materi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat

2

Sulit dalam mengatasi perbedaan kemampuan, ketertarikan, dan gaya belajar siswa

3

Siswa dituntut untuk terlibat secara aktif, sehingga sulit bagi siswa yang lebih tertarik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal

4

Guru memiliki peran paling esensial dalam proses pembelajaran. Jika guru menunjukkan sikap tidak kompeten seperti tidak memahami materi atau tidak komunikatif, kemungkinan terburuk adalah siswa tidak mematuhi kelas, kesulitan dalam memahami materi, dan menghambat kegiatan belajar secara menyeluruh

 

56. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Konsep ini memberikan peserta didik kesempatan untuk belajar dengan salah satu strategi pembelajaran yakni penyelidikan dan inkuiri terhadap situasi masalah yang autentik atau terjadi di kehidupan nyata. Model ini mendorong peserta didik untuk menyelesaikan masalah menggunakan kemampuan nalar dan melatih kemampuan belajar secara independen.

Pembelajaran berbasis masalah ini memiliki karakteristik :

1

Fokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

2

Mendorong untuk menganalisis masalah yang selanjutnya dilakukan pengembangan hipotesis, melakukan eksperimen, hingga merumuskan kesimpulan

3

Mendorong agar hasil pembelajaran adalah karya nyata yang menjelaskan bentuk dari penyelesaian masalah


Kemudian kelebihan dari model pembelajaran berbasis masalah:

1

Mendorong siswa menyelesaikan masalah yang realistik dan memiliki dampak pada kehidupan nyata

2

Memupuk sifat inkuiri siswa

3

Mendorong kemampuan siswa dalam penyelesaian masalah

 

Kekurangan model pembelajaran berbasis masalah :

1

Persiapan pembelajaran cenderung kompleks karena belum tentu siswa dan guru bisa memenuhi alat atau instrumen yang diperlukan dalam proses belajar

2

Hasil pembelajaran bisa menjadi tidak maksimal apabila kesulitan dalam mencari masalah yang relevan untuk siswa

3

Membutuhkan waktu lebih lama dari periode pembelajaran yang sudah ditetapkan

 

57. Model pembelajaran kontekstual

Model ini menekankan pada keterkaitan antara materi pelajaran dengan kehidupan nyata. Kompetensi siswa dinilai berdasarkan kemampuan mereka dalam menghubungkannya. Berfokus pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan pengetahuan baru mereka, model ini lebih mementingkan strategi belajar daripada hasilnya. Oleh karena berkutat pada kedekatannya dengan kehidupan nyata, umpan balik diperlukan untuk mengembalikan pada karakteristik model pembelajaran kontekstual ini.

Komponen utama model pembelajaran kontekstual :

1

Menggunakan landasan berpikir konstruktivisme yang menekankan pemahaman siswa secara independen berdasarkan pengetahuan terdahulu

2

Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (inkuiri). 

3

Pertanyaan pertama yang mendorong jawaban dan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya

4

Menekankan pada sistem belajar secara berkelompok 

5

Ada model yang menjadi acuan bagi pencapaian kompetensi siswa. Guru bukan satu-satunya model, tetapi dapat melibatkan siswa atau didatangkan dari luar

6

Refleksi yang bisa berupa pertanyaan langsung, jurnal, pesan dan kesan dari siswa, diskusi secara langsung, atau hasil karya

7

Penilaian nyata dengan mengukur semua aspek pembelajaran yang terdiri dari proses, kinerja, dan hasil pembelajaran siswa

58. Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif ini hampir sama dengan pembelajaran kontekstual dalam hal membuat siswa dapat bekerja sama dalam satu kelompok. Hanya saja model ini lebih menekankan pada esensi kerjasama dalam pembelajaran. Meskipun begitu, model kooperatif ini penting dalam praktik pendidikan karena selain meningkatkan pencapaian hasil belajar, juga mengembangkan hubungan antar teman dan kelompok. 

Ada tiga konsep yang juga merupakan karakteristik model pembelajaran kooperatif.

1.Tujuan kelompok. keberhasilan belajar didasarkan pada performa individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan yang baik dengan yang lainnya dengan saling mendukung, membantu, dan peduli satu sama lain

2.Pertanggungjawaban individu. Meskipun berorientasi pada kelompok, setiap individu juga harus siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas yang bersifat individual tanpa bantuan teman sekelompok

3.Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan. Menggunakan metode skoring dimana nilai perkembangan dilandasi oleh peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu, siswa memiliki kesempatan untuk memperoleh nilai secara merata.

Model Pembelajaran tersebut, dibagi lagi ke dalam beberapa tipe pembelajaran diantaranya tipe pembelajaran jigsaw, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Numbered Head Together (NHT), menggunakan kartuStudent Teams Achievement Divisions (STAD), dan Team Game Tournament (TGT) dan lainnya, perlu diketahui dan dipahami Pendidik :

 

01. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

Pembelajaran tipe jigsaw dilakukan dengan cara siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Dalam satu kelompok diberi tugas untuk membaca materi dengan topik berbeda-beda sehingga setiap siswa dalam satu kelompok mendapatkan topik bacaan yang berbeda. Usai membaca, setiap siswa yang mendapatkan topik bacaan yang sama dari kelompok yang berbeda diminta untuk mendiskusikan topik yang sudah mereka baca. Setelah berdiskusi, mereka kembali ke kelompok masing-masing untuk bertukar materi dari hasil diskusi sebelumnya. 

Tipe jigsaw akan lebih maksimal jika digunakan untuk pelajaran dalam bidang ilmu sosial dengan materi yang tertulis. Materi yang sudah tersedia dapat meminimalisir kemungkinan siswa mendapatkan informasi yang kurang benar, apalagi dalam tipe ini mereka diharuskan menjelaskan materi yang sudah dibaca.

02. Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Guru membagi kelas ke dalam beberapa kelompok. Dalam satu kelompok, mereka diberikan bacaan sesuai topik yang sedang dipelajari untuk kemudian didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Setelah berdiskusi, mereka diminta menemukan ide pokok dan memberikan tanggapan terhadap topik yang sudah dipelajari. Selanjutnya tiap kelompok diminta untuk menyampaikan ide pokok dan tanggapan ke forum kelas agar mendapat tanggapan dari kelompok lain. Untuk mengakhiri kelas, guru kemudian menyampaikan kesimpulan. 

CIRC mendorong siswa untuk aktif dan reaktif terhadap dinamika diskusi. Dalam satu kelompok akan ada yang membantu teman lainnya yang kesulitan. Siswa akan terdorong untuk bertanya ketika dirasa ada yang tidak dipahami. Adanya diskusi juga akan mendorong siswa untuk berbicara dalam forum kelas, berpendapat, menyanggah, dan seterusnya.

03. Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

Tipe kooperatif ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk menumbuhkan kemampuan berargumentasi dan berpendapat. Setelah dibagi kelompok dan materi, siswa menyatukan pendapat dengan mengerjakan lembar kerja siswa di bawah bimbingan guru dan memastikan setiap anggota kelompoknya sudah mengetahui jawaban dari materi. Kemudian guru memanggil siswa berdasarkan nomor urut mereka untuk menjawab pertanyaan. 

NHT ini bisa jadi tipe yang paling membuat siswa gelisah karena siswa cenderung khawatir jika jawaban mereka salah. Oleh sebab itu, jika jawaban siswa salah, guru tetap harus tenang, menenangkan siswa, dan memberikan arahan yang benar. 

04. Pembelajaran kooperatif tipe menggunakan kartu

Berdasarkan tipe ini, hal yang dilakukan dalam pembelajaran adalah menggunakan kartu berisi pertanyaan dan kartu lainnya berisi jawaban sebagai instrumen belajar. Guru dapat membagi siswa sepasang-sepasang. Sepasang siswa menjawab kartu-kartu pertanyaan siswa lainnya. Setelah itu, mereka bertukar kembali untuk mengoreksi jawabannya.

Kelebihan dari tipe menggunakan kartu adalah lebih menyenangkan bagi siswa, selain juga karena mereka bisa berinteraksi dengan siswa lainnya. Tipe ini juga berlaku untuk hampir semua mata pelajaran. Sedangkan tantangan dari tipe ini adalah siswa harus tahu jawaban dari pertanyaan, yang tetap saja pada akhirnya guru perlu memantau jalannya proses ini.

05. Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Gagasan utama tipe STAD adalah memotivasi siswa agar saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Secara teknik, tipe ini bisa dibilang cenderung sederhana. 

Keunggulan STAD ada pada penekanan pada aktivitas dan interaksi siswa satu sama lain untuk saling memotivasi dan membantu menguasai materi pelajaran. Kemudian setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam menunjukkan kemampuannya. Sedangkan hal yang perlu diperhatikan dalam tipe ini adalah pengaturan tempat duduk. Sebab pengaturan tempat duduk yang tidak baik dapat menyebabkan gagalnya pembelajaran dalam kelas. 

06. Pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament (TGT)

TGT memiliki kesamaan dengan tipe STAD kecuali TGT menggunakan sistem turnamen akademik yang mendorong siswa menjadi lebih ambisius dan kompetitif. Komponen dalam tipe TGT terdiri dari presentasi di kelas. Siswa harus memperhatikan betul presentasi di kelas untuk memahami materi sehingga dapat mengerjakan kuis. Komponen kedua adalah tim yang mana sudah merupakan komponen utama dalam jenis pembelajaran kooperatif itu sendiri. 

Komponen ketiga, game yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa dari materi yang sudah dijelaskan melalui presentasi sebelumnya. Komponen keempat adalah turnamen itu sendiri. Kelima adalah penilaian tim. Komponen kelima ini juga penting untuk merefleksikan performa tim setelah melalui komponen keempat (turnamen) yang merupakan bagian esensial dari tipe pembelajaran kooperatif ini. 

Berdasarkan penjelasan tentang berbagai jenis di atas, bisa diketahui bahwa jenis dan turunan dari setiap modelnya bisa jadi sangat banyak. Perkembangannya pun dapat dilihat dengan membacanya dari berbagai pendapat ahli. Perlu diketahui bahwa apapun jenisyang ada, selalu dikembalikan pada kebutuhan dan kondisi guru dan siswa. Pilihan yang baik dan benar adalah yang sesuai dengan siswa dan guru. 

Meskipun ada banyak referensi, pembahasan petunjuk menentukan model pembelajaran dan menyusun kerangka pembelajaran yang benar itu penting. Seperti yang telah dijelaskan di atas oleh Rofa’ah dalam Pentingnya Kompetensi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran Dalam Perspektif Islam adalah satu referensi yang bagus.

07. Model Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung adalah salah satu macam-macam model pembelajaran. Model ini bisa didefinisikan sebagai model pembelajaran di mana guru mentransformasikan informasi atau keterampilan secara langsung pada peserta didik. Menurut Killen pembelajaran langsung merujuk pada teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, seperti lewat ceramah, demonstrasi, dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas.

08. Model Pembelaran Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak macam-macam model pembelajaran, yang menitik beratkan suatu pendekatan pembelajaran matematika yang mengungkapkan pengalaman dan kejadian dekat dengan siswa sebagai sarana untuk memahamkan persoalan matematika.

PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang mencoba menggunakan pengalaman dan lingkungan siswa sebagai alat bantu mengajar primer.

Selain itu, PMRI adalah teori pembelajaran yang telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik tersebut sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika serta mengembangkan daya nalar.

Sebenarnya bisa disimpulkan dari pendapat di atas. Bahwa Pendekatan PMRI adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang dekat dengan kehidupan nyata siswa sebagai sarana untuk meningkatkan pemahaman serta daya nalar mereka.

09. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

Model pengajaran berdasar masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa memproses informasi yang sudah ada dalam benaknya, dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial serta sekitarnya

10. Model Pembelajaran Index Card Match (Mencari Pasangan)

Selanjutnya, satu dari macam-macam model pembelajaran ini juga penting dipahami. Model pembelajaran Index Card Match (mencari pasangan) adalah model pembelajaran yang cukup menyenangkan. Bahkan, model ini sering digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya.

Materi baru pun juga masih bisa diajarkan. Tapi dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu sehingga peserta didik saat masuk ruangan kelas telah memiliki bekal pengetahuan.

Jika menggunakan model pembelajaran Index Card Macth, peserta didik bisa belajar aktif serta memiliki jiawa yang mandiri. Kendati dilakukan dengan cara bermain, model pembelajaran Index Card Macth dipercaya ampuh untuk merangsang peserta didik dalam melakukan aktivitas belajar secara bertanggung jawab serta disiplin. Hingga pada akhirnya, tujuan pembelajaran bisa dengan mudah tercapai dan berdampak pada prestasi belajar yang makin meningkat.

11. Model Pembelajaran Kontekstual

Selanjutnya, model Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) atau CTL adalah salah satu konsep macam-macam model pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata. Hingga pada akhirnya, para siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian, bisa dikatakan juga jika CTL merupakan salah satu konsep pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh agar dapat menemukan materi yang dipelajari, serta mampu menghubungkannya dengan situasi di kehidupan nyata.

CTL juga merupakan sebuah proses pendidikan yang memiliki tujuan untuk membantu siswa melihat makna maupun arti dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari, tentunya dengan cara menghubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, yaitu menggunakan konteks lingkungan pribadi, sosial, serta budaya yang dianutnya.

12. Model Pembelajaran Kooperatif

Selanjutnya, salah satu macam-macam model pembelajaran ini juga tidak kalah penting dipahami. Model pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing adalah cooperative learning.

Sebenarnya, jika dilihat secara hakekatnya, metode pembelajaran kooperatif adalah sebuah metode atau strategi pembelajaran gotong-royong yang konsepnya hampir tidak jauh beda dengan metode pembelajaran kelompok.

Salah satu yang pembeda model pembelajaran kooperatif dengan metode pembelajaran kelompok, ada pada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem yang dilakukan dalam model pembelajaran kooperatif dengan benar, maka sangat memungkinkan guru dapat dengan mudah mengelola kelas agar lebih efektif. Dalam model pembelajaran kooperatif, sebenarnya proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa.

Dengan memahami macam-macam model pembelajaran di atas, setidaknya akan meningkatkan efektivitas proses transfer ilmu yang kerap kali mengalami masalah karena kemampuan peserta didik yang tidak semuanya sama.

13. Model Pembelajaran Menyenangkan

Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran. Seperti apa jenis-jenisnya. Bagaimana pula cara mengaplikasikan berbagai model pembelajaran di kelas.

14. Koperatif (CL, Cooperative Learning)

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pemberian tugas, dan rasa senasib.

Dengan memanfaatkan kenyataan, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniatur dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan, dan memahami materi secara mendalam.

Alur pembelajaran koperatif adalah : informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan membuat laporan. 

15. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. Prinsip pembelajaran kontekstual adalah : siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi. Ada tujuh indikator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya:

1.Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh).

2.Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi).

3.Learning community (seluruh siswa berpartisipasi dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan).

4.Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan.

5.Constructive (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis).

6.Reflection (review, rangkuman, tindak lanjut).

7.Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara). 

16. Pembelajaran Langsung (DI, Direct Instruction)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. 

Alurnya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

17. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, Problem Based Learning)

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap harus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal. Indikator model pembelajaran ini adalah: 

1.metakognitif

2.elaborasi (analisis)

3.interpretasi

4.induksi

5.identifikasi

6.investigasi

7.eksplorasi

8.sintesis

9.generalisasi,

10.inkuiri.

18. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Sigmund Freud di Belanda dengan pola guided reinvention dalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematics, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengembangan matematika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal dalam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-internment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

19. PAIKEM

Sebuah model pembelajaran terpadu yang memfokuskan diri pada pelaksanaan KBM yang aktif, inovatif dan menyenangan.

Ini merupakan salah satu contoh model pembelajaran yang sangat populer di era 90an. Untuk mengetahui lebih lengkap dan detail seputar PAIKEM, silahkan

20. Problem Posing

Contoh model pembelajaran lainnya adalah problem posing. Seperti apa uraiannya? Ternyata sangat menarik. Bentuk lain dari problem solving adalah problem posing, yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simpel sehingga mudah dipahami. Alurnya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, cari alternatif, menyusun soal-pertanyaan.

21. Problem Terbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). 

Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi.

Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjutnya siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut.

Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola pikir, keterbukaan, dan ragam berpikir. 

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitkan dengan materi selanjutnya, siapkan rencana bimbingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

22. Probing-Prompting

Mode pembelajaran Probing-Prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengakitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. 

Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan.

Untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi.

23. Pembelajaran Bersiklus (Cycle Learning) 

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan, eksplanasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternatif pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

24. Examples Non Examples

Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru sebagai fasilitator pendidikan peserta didik mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

25. Numbered Heads Together

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap peserta didik memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap peserta didik tidak sama sesuai dengan nomor peserta didik, tiap peserta didik dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor peserta didik yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap peserta didik, umumkan hasil kuis dan beri reward.

26. Cooperative Script

Metode belajar dimana peserta didik bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari (Danserau cs., 1985).

27. Time Token

Model ini digunakan (rebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar peserta didik tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali.

28. Keliling Kelompok

Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya Caranya :

1.Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan

2.Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusi-nya

3. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.

29. TWO STAY TWO STRAY

Ini adalah salah satu model pembelajaran yang cukup terkenal. Cara melakukannya :

1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain

2. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

3. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

30. Student Teams Achievement – Divisions (STAD)

STAD adalah salah suatu model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap peserta didik atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward. 

31. Jigsaw

Model pembelajaran ini termasuk koperatif dengan sintaks seperti berikut ini : Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak peserta didik dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahas bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksanaan tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi. Silahkan pertimbangkan pemakaian jigsaw sebagai modeling pembelajaran.

32. Quiz

Model pembelajaran dengan memberikan quiz kepada siswa, baik berkelompok maupun individu. Cara ini sangat baik untuk menumbuhkan semangat bersaing dengan sehat. 

33. Artikulasi

Artikulasi adalah mode pembelajaran dengan alur: penyampaian kompetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu peserta didik menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru sebagai fasilitator pendidikan membimbing peserta didik untuk menyimpulkan.

34. Mind Mapping

Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal murid. Tahapannya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, murid berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatif jawaban, presentasi hasil diskusi kelompok, murid membuat ksimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.

35. Make a Match

Guru sebagai fasilitator pendidikan menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap murid mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap murid mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya murid yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelaarn seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

Langkah-langkah pembelajarannya: 

1.Guru sebagai fasilitator pendidikan menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. 

2.Setiap murid mendapat satu buah kartu. 

3.Tiap murid memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4. Setiap murid mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban). 5. Setiap murid yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 

5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap murid mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya 7. Demikian seterusnya. 

6. Kesimpulan/penutup.

36. Reciprocal Learning 

Weinstein and Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana murid belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mengatakan bahwa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.  Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal yakni : 

1. Informasi.

2. Pengarahan.

3. Bekerja secara berkelompok mengerjakan LKSD-modul.

4. Berefleksi atau membaca-merangkum.

37. TGT (Teams Games Tournament) 

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan murid heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bisa berbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru sebagai fasilitator pendidikan bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian guyonan.

Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport.

38. Demonstrative Model 

Pembelajaran ini khusus untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk murid atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

39. Explicit Instruction

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Tahapannya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan prosedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.


40. Scramble 

Tahapannya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, murid berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

41. Flipped Classroom 

Guru menyiapkan bahan dan materi pelajaran untuk dipelajari siswa sebelum hari H. Pada saat pertemuan, guru hanya memberikan refleksi dan penguatan.

42. Picture and Picture 

Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, murid (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.


43. Cooperative Script

Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, murid mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

44. LAPS-Heuristik 

Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bersifat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS (Logan Avenue Problem Solving) dengan kata lain apa masalahnya : adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Tahapan: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

45. Improve

Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Tahapannya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, murid latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

46. Treffinger 

Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Tahapan: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

47. VAK (Visualization, Auditory, Kinetics) 

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

48. AIR (Auditory, Intellectual, Repetition) 

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara murid dilatih melalui pemberian tugas atau quiz.

49. Kumon 

Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Tahapansnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap murid selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

50. Quantum 

Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha murid diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat , alami-dengan dunia realitas murid, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

51. Think Pair and Share (Frank Lyman, 1985)

Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan tahapan: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada murid dan murid bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap murid, umumkan hasil kuis dan berikan reward. Langkah-langkah: 

1.Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai 

2.Murid diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru. 

3.Murid diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing. 

4.Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. 

5.Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para murid. 

6.Guru memberi kesimpulan.

52. Role Playing 

Tahapan dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan skenario pembelajaran, menunjuk beberapa murid untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok murid, penyampaian kompetensi, menunjuk murid untuk melakonkan skenario yang telah dipelajarinya, kelompok murid membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

Jika  tertarik menggunakan metode pembelajaran ini, maka langkah-langkahnya :

1.Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. 

2.Menunjuk beberapa murid untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM. 

3.Guru membentuk kelompok murid yang anggotanya 5 orang. 

4.Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.

5.Memanggil para murid yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah dipersiapkan. 

6.Masing-masing murid berada di kelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. 

7.Setelah selesai ditampilkan, masing-masing murid diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok. 

8.Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.

9.Guru memberikan kesimpulan secara umum. 

10.Evaluasi.

53. Talking Stick 

Tahapan pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, murid mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada murid dan murid yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad murid lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

54. Snowball Throwing 

Tahapannya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi. Langkah-langkah: 

1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. 

2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 

3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 

4. Kemudian masing-masing murid diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 

5. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu murid ke murid yang lain selama ± 15 menit. 

6. Setelah murid dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 

7. Evaluasi. 

8. Penutup

55. Student Facilitator and Explaining 

Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, murid mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke murid lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi. Murid mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya. Langkah-langkah: 

1.Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. 

2.Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi. 

3.Memberikan kesempatan murid untuk menjelaskan kepada murid lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep. 

4.Guru menyimpulkan ide/pendapat dari murid. 

5.Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu

56. Course Review 

Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, murid atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, murid yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan murid menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

57. INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE

IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana murid saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur. Tahapannya adalah: Separuh dari jumlah murid membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, murid yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, murid yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya.

58. Tebak Kata

Langkah-langkah : 

1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit. 

2. Guru menyuruh murid berdiri berpasangan di depan kelas 

3. Seorang murid diberi kartu yang berukuran 10 x 10 cm yang nanti dibacakan pada pasangannya. Seorang murid yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5 x 2 cm yang isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan ditelinga. Murid yang membawa kartu 10 x 10 cm membacakan kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10 x 10 cm. Jawaban tepat bila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan tsb. 

4. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan, murid boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.

59. MEA (Means-Ends Analysis) 

Model model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan tahapan: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristik, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

60. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending) 

Modeling pembelajaran ini sudah cukup terkenal. Tahapannya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

61. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)

Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif murid, yaitu dengan menugaskan murid untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan tahapan: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (catat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

62. MID (Meaningful Instructional Design)

Model ini adalah pembnelajaran yang mengutamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Tahapannya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

63. KUASAI 

Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

64. DLPS (Double Loop Problem Solving) 

DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama dari timbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanjutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap yang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Tahapannya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

65. COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC) 

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif – kelompok. Tahapannya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, murid bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi. Seperti apa contoh pembelajaran dari CIRC?

Langkah-langkah : 1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen 2. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran 3. Murid bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada selembar kertas 4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok 5. Guru membuat kesimpulan bersama

66. MODEL PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Kini juga sudah ada model pembelajaran jarak jauh dimana guru dan para peserta didik tidak perlu bertatap muka langsung, tetapi melakukan pembelajaran secara online dengan bantuan aplikasi Zoom Cloud Meetings. Untuk memahami cara kerjanya, silahkan baca artikel tentang panduan menggunakan Zoom Cloud Meetings untuk melakukan pembelajaran online.

Hanya menambahkan bahwa model-model pembelajaran yang ada harus dimaknai sebagai sarana bukan sesuatu yang kaku tetapi justru perlu diperkaya dan diberikan variasi.

Jangan sampai guru hanya mencari referensi jenis model pembelajaran tetapi tidak mau berinovasi karena keadaan kelas yang berbeda juga butuh penanganan dan macam macam model pembelajaran berbeda pula. 

PENTUTUP

Dengan memahami salah satu atau lebih model-model pembelajaran tersebut, setidaknya dapat meningkatkan efektivitas dan kreatifitas proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yang kerap kali mengalami masalah karena tingkat kemampuan peserta didik yang tidak sama. Semua pihak diharapkan dapat mengimplementasikan Permendikbud No 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses untuk mencapai hasil minimal pada setiap jenis dan jenjang satuan pendidikan.