Jumat, 23 Agustus 2019

RESUME (RINGKASAN) HASIL SEMINAR MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI (COLLABORATIVE LEARNING)



RESUME (RINGKASAN) HASIL SEMINAR
MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI (COLLABORATIVE LEARNING)

A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA MODEL KOLABORASI
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu:
1.    Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata;
2.    Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
1.    Siswa hendaknya aktif, learning by doing
2.    Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik
3.    Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap
4.    Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
5.    Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
6.    Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992):
1. Belajar aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
2. Belajar bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah
3. Siswa beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.
4. Belajar bersifat sosial
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersama.
Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu:
1. Teori Kognitif
Teori berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
2. Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan  individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
3. Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.
Piaget dengan konsepnya “active learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut  pikiran mereka maka oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan keras. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif klompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
B.  TUJUAN MODEL KOLABORASI
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si belajar (MacGregor, 2005):
1.    Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi masukan dan suka diskusi.
2.    Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke persiapan kelas dengan harapan yang tinggi.
3.    Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.
4.    Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
5.    Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
6.    Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan belajar saling ketergantungan.
7.    Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak sumber belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas kelompoknya.
Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode pengajaran di mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian kolaborasi sendiri yaitu:
1.    Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu kelompok menuju keberhasilan bersama.
2.    Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and rewards.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.
Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula sekedar penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok. Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar siswa.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif yaitu bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya kerjasama, interaksi, dan pertukaran informasi.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai berikut :
1.    Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
2.    Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual, terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.
3.    Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
4.    Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
5.    Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
6.    Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut pandang.
7.    Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
8.    Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para siswa, dan di antara siswa dan guru.
9.    Membangun semangat belajar sepanjang hayat.
C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
1.    Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
2.    Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..
3.    Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
4.    Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
5.    Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
6.    Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
7.    Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
8.    Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
D.  MACAM-MACAM PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning pada John Hopkins University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:
1.    Learning Together
Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
2.    Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
3.    Group Investigation (GI)
Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
4.    Academic-Constructive Controversy (AC)
Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
5.    Jigsaw Proscedure (JP)
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.
6.    Student Team Achievement Divisions (STAD)
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.
7.    Complex Instruction (CI)
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
8.    Team Accelerated Instruction (TAI)
Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
9.    Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
10.     Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
Keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta yang berpartisipasi dalam model pembelajaran kolaboratif adalah:
1.    Pembentukan kelompok
2.    Bekerja dalam satu kelompok
3.    Pemecahan masalah dalam kelompok
4.    Manajemen perbedaan kelompok
Menurut Reid (2004) dalam menggembangkan collaborative learning ada lima tahapan yang harus dilakukan, yaitu:
1. Engagement
Pada tahap ini, pengajar melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan yang di dalamnya terdapat siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah prestasinya.
2. Exploration
Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi tugas, misalnya dengan memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan masalah yang diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan berupa ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3. Transformation
Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, lalu setiap anggota saling bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa yang semula mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan prestasinya karena adanya proses transformasi dari siswa yang memiliki prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya rendah.
4. Presentation
Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu kelompok melakukan presentasi, maka kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi.
5. Reflection
Setelah selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses Tanya-jawab antar kelompok. Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan baik.
Brandt (2004) menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama dalam proses pembelajaran dapat sukses, yaitu :
1. Possitive interdependence (saling ketergantungan positif)
Yaitu siswa harus percaya bahwa mereka adalah proses belajar bersama dan mereka peduli pada belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
2.      Verbal, face to face interaction (interaksi langsung antarsiswa)
Yaitu hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus menjelaskan, berargumen, elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka pelajari sekarang untuk mengikat apa yang mereka pelajari sebelumnya.
3. Individual accountability (pertanggungjawaban individu)
Yaitu setiap kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok.
4.  Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif. Siswa harus belajar dan diajar kepemimpian, komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam memecahkan konflik.
5. Group processing (keefektifan proses kelompok)
Yaitu kelompok harus mampu menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan bagaimana mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.
Tiga pola pengelompokkan, yaitu:
1.  The two-person group (tutoring)
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan sebagai pengajar yang disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.
2. The small group (interactive recitation; discussion)
Adalah cara penyampaian baha pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan masalah.
3. Small or large group (recitation)
Yaitu suatu metode mengajar dan pengajar memberikan tugas untuk mempelajari sesuatu kepada pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di tempat lain.
Karakteristik dalam belajar kolaboratif adalah :
1.    Siswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa ketergantungan dalam proses belajar, penyelesaian tugas kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.
2.    Interaksi intensif secara tatap muka antar anggota kelompok.
3.    Masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang telah disepakati.
4.    Siswa harus belajar dan memiliki ketrampilan komunikasi interpesonal.
5.    Peran guru sebagai mediator.
6.    Adanya sharing pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.
7.    pengelompokkan secara heterogen.
E.  KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
     1. Kelebihan
         a. Siswa belajar bermusyawarah
         b. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
         c. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
        d. Dapat memupuk rasa kerja sama
        e. Adanya persaingan yang sehat
    2.  Kelemahan
        a. Padapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
        b. Membutuhkan waktu cukup banyak.
       c. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
        d. Kebulatan atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai.
F. PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa collaborative learning merupakan salah satu strategi pembelejaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar. Dalam strategi tersebut lebih memfokuskan bagaimana memaksimalkan partisipasi dan keaktifan dalam pembelajaran serta bagaimana siswa dapat mengkonstruksi sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya. Dalam strategi ini, peran guru cenderung menjadi fasilitator, motivator, dan membimbing menemukan alternatif pemencahan bila terjadi siswa mengalami kesulitan belajar.



DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, Sri. 1996. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataran Guru Slip Setara D-III.
Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOLABORASI MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH DASAR








PENERAPAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN KOLABORASI
MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR 
PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH DASAR




OLEH
H. HAMZAH, S.Pd. MM


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP)
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
JLN JENDERAL SOEHARTO NO 57A TELPN 0380-821149 KUPANG
2018









BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar  Belakang
        Kondisi kehidupan manusia di era globalisasi tak dapat dihindari, tetapi perlu dijalani dan mengantisipasi dengan cara-cara yang tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat, persaingan yang sangat ketat dan cepatnya arus informasi mendorong pendidik dan tenaga kependidikan mencari cara-cara yang efektif untuk menghadapi globalisasi agar tetap eksis dalam persaingan. Mengantisipasi globalisasi dalam dunia pendidikan sangat diperlukan guru yang profesional, meninggalkan cara-cara pembelajaran tradisional, aktif melakukan perubahan dalam pengelolaan proses pembelajaran, memiliki semangat yang tinggi dalam mencari berbagai strategi baru untuk memperbaiki proses pembelajaran, jika tidak dilakukan, maka menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan, karena disebabkan keluaran pendidikan kurang memiliki kemampuan berkompetisi dengan hasil pendidikan bangsa-bangsa maju.

      Menghadapi globalisasi dalam pendidikan harus berorientasi dengan kondisi dan tuntutan, maka proses dan output pendidikan harus mengikuti perkembangan dan perubahan. Manajemen pendidikan yang semula bersifat birokrasi sentralistik telah bergeser ke era desentralisasi dan telah menghasilkan pola penyelenggaraan pendidikan yang beragam dalam berbagai kondisi lokal yang berbeda untuk semua lapisan masyarakat.

       Era otonomi desentralisasi pendidikan memungkinkan daerah / sekolah mempunyai variasi pilihan dalam pelayanan pendidikan bagi peserta didik di dunia nyata dan unggulan daerah dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan nasional dan daerah dan diyakini mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam berbuat serta daya saing yang tinggi. Peningkatan kompetensi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan dan supervisi pembinaan sangat diperlukan.  
      
            Banyak fakta dilapangan menunjukkan, bahwa tingkat kemampuan dan keterampilan tenaga pendidik untuk mengembangkan model-model pembelajaran bervariatif cenderung menurun sehingga memungkinkan pencapaian standar nasional pendidikan di daerah kurang optimal. Tantangan masa depan yang berbeda telah  nampak di permukaan dan menuntut guru memiliki kepekaan, kemampuan dan keterampilan dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik, dan mungkin perlu pembinaan jika hal ini di perlukan. 

      Pemantauan kemajuan belajar peserta didik merupakan suatu prosedur vital, sebagai sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam merencanakan strategi pembelajaran, mengubah strategi/ metode / menambah/ mengurangi beban kerja  (Mortimore 1993). Secara umum bahwa pemantauan kemajuan belajar peserta didik merupakan sesuatu kegiatan yang penting dilakukan untuk mengetahui tingkat perubahan kecerdasan peserta didik dalam penguasaan  kompetensi pada setiap akhir proses pembelajaran melalui tes / ulangan harian, tengah semester/ ujian dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik secara individu dan perbaikan rencana pelaksanaan  pembelajaran dari sesuatu yang ideal (harapan) dan  dari suatu kenyataan  (aktual). Kemampuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sosial budaya yang meliputi kecakapan berdemokrasi, kerjasama, saling menghormati, tekun, disiplin dan berbudaya belajar sepanjang hayat sangat diperlukan. Pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup pada hakekatnya adalah pendidikan untuk membentuk watak dan beretos bekerja mandiri.

           Perkembangan globalisasi menuntut dunia pendidikan untuk mengubah konsep berpikir, yang  sesuai  dengan perkembangan dan tuntutan di saat ini.  Perubahan perlu dilakukan dan menyesuaikan dengan  kebutuhan yang terus berkembang. Belajar adalah proses meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Konsep ini muncul pada pengertian paling awal dan berlaku bagi semua orang di Negara Republik ini. Berpijak pada konsep tersebut, bahwa belajar bukan hanya sekedar penjenjalan ilmu pengetahuan kepada peserta didik.

             Pandangan tersebut tak salah karena pada kenyataannya bahwa belajar adalah proses meningkatkan kemampuan, keterampilan dan daya saing peserta didik. Namun konsep tersebut masih sangat persial, terlalu sempit dan menganggap peserta didik sebagai individu-individu yang pasif dan di ibaratkan sebuah botol kosong yang perlu di isi sampai penuh tampa melihat potensi yang sebenarnya sudah ada pada peserta didik. Pendidikan formal mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan (inovasi). Perubahan pada hakekatnya adalah sesuatu hal yang wajar karena perubahan merupakan sesuatu yang bersifat kodrati dan manusiawi. Alternative pilihan adalah  menghadapi tantangan, atau mencoba menghindarinya. Jika perubahan direspon positif menjadi peluang yang sangat besar, dan jika perubahan direspon negative akan menjadi arus  kuat yang dapat menghempaskan dan mengalahkan manusia.

              Pelaksanaan pembelajaran yang berhubungan dengan kompetensi/ materi, metode, media, alat peraga dan sumber daya yang tersedia harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal mungkin dan sesuai dengan perubahan kearah pembaharuan (inovasi). Dengan demikian maka guru di tuntut mengembangkan kreatif dan inovatif dalam membelajarkan peserta didik. Desain rencana pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kolaborasi dengan metode pembelajaran yang tepat memungkinkan prestasi belajar peserta didik meningkat dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar untuk menunjang ketercapaian kompetensi.
     
            Berangkat dari latar belakang tersebut, dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mengambil judul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kolaborasi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada Sekolah Dasar”

1.2. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut:
1.2.1. Bagaimanakah meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran   dengan penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi pada Sekolah Dasar
1.2.2. Bagaimanakah pengaruh pembelajaran kolaborasi terhadap motivasi belajar peserta didik pada Sekolah Dasar


1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk :
1.3.1. mengetahui bagaimanakah meningkatkan prestasi peserta didik dalam belajar setelah
         menerapkan pendekatan pembelajaran kolaborasi pada Sekolah Dasar.
2.3.2. mengetahui pengaruh motivasi peserta didik dalam belajar setelah diterapkan pendekatan pembelajaran kolaborasi.

2.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
2.4.1. Menambah pengetahuan dan keterampilan penulis tentang peranan guru dalam
          meningkatkan prestasi peserta didik dalam pembelajaran di Sekolah Dasar
2.4.2. Sumbangan pemikiran bagi guru  dalam meningkatkan prestasi peserta didik dalam
          pembelajaran di Sekolah Dasar
2.4.3. Proses pembelajaran tidak lagi dilakukan secara imposisi.
2.4.4. Menemukan strategi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional tetapi bervariatif.
2.4.5. Keaktifan peserta didik dalam mengerjakan tugas secara kelompok dan mandiri
         meningkat.
2.4.6. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran di Sekolah Dasar

1.5. Penjelasan Istilah
             Untuk menghindari terjadinya kekeliruan persepsi terhadap judul penelitian ini, maka dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1.5.1. Pembelajaran kolaborasi
         Pembelajaran kolaborasi adalah suatu model pendekatan pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan mandiri untuk mencapai kompetensi.
1.5.2. Motivasi belajar
              Motivasi belajar adalah suatu proses menggiatkan untuk berbuat atau bertingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan diri dalam bekerja kelompok dan individu yang dapat mendorong untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
1.5.3. Prestasi Belajar
             Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah peserta didik mengikuti proses pembelajaran.

1.6. Batasan Masalah
            Keterbatasan waktu dan biaya, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1.6.1. Penelitian hanya dikenakan pada peserta didik Sekolah Dasar kelas V
1.6.2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April semester genap tahun pelajaran
         2017/ 2018


BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1. Pengertian Pembelajaran
              Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman, (KBBI, 1996:14). Ungkapan tersebut sependapat dengan pernyataan Sutomo (1993:68) menegaskan bawah belajar adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang dengan sengaja dilakukan sehingga  memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses  pertumbuhan yang  bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah pengetahuan, berkembang daya pikir,  sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120)

              Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal (19) ayat (1) menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta  didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan  ruang   yang  cukup bagi  prakarsa,   kreatifitas, dan  kemandirian   sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta   psikologis peserta didik, memberikan keteladanan, dan melaksanakan evalausi. Pasal (20) menyebutkan bahwa perencanaan proses  pembelajaran meliputi silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber belajar dan penilaian belajar.

2.2. Gaya Belajar
              Kalangan pendidik telah menyadari bahwa peserta didik memiliki beragam cara belajar. Sebagian peserta didik  bisa belajar dengan melihat orang lain melakukannya, mereka menyukai penyajian informasi yang runtut, suka menuliskan apa yang di dengar dan menanggapi apa yang dikatakan guru, dan selama pembelajaran mereka biasanya tekun mengikuti pembelajaran jika tidak terganggu oleh suara kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda  dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan  apa yang dikerjakan oleh guru, dan mencatat apa yang lihatnya, mereka menggunakan kemampuan untuk mendengar dan mengingat, dan selama proses pembelajaran mereka mudah  teralihkan perhatiannya dengan informasi yang jelas. Peserta didik kinestetik belajar dengan terlibat langsung dalam kegiatan, mereka cenderung impulsive, semaunya, dan kurang sabaran, selama proses pembelajaran mereka mungkin gelisah jika tidak leluasa bergerak dalam mengerjakan sesuatu, cara belajar mereka boleh di katakan tampak sembarangan dan tidak beraturan, dan hanya sedikit peserta didik yang memiliki satu jenis cara belajar. Grinder  (1991) menyatakan bahwa dari tiga puluh peserta didik, dua puluh dua peserta didik dapat belajar dengan efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan  pembelajaran yang divariasikan dengan visual, auditori dan kinestik, dan delapan peserta didik menyukai salah satu bentuk pembelajaran jika dibanding dua bentuk pembelajaran lainnya, walaupun mereka berupaya keras  untuk memahami pembelajaran. Hal ini guru perlu mencermatinya dalam membelajarkan peserta didik dengan memberikan tugas-tugas yang bersifat mendidik, menantang,  menyenangkan dan disukai oleh mereka. Oleh karena demikian maka guru dalam proses pembelajaran harus bersifat multisensori dan bervariasi.

                   Pendidik perlu mencermati  perubahan cara-cara belajar peserta didik. Schroeder dan kolegannya (1993) telah menerapkan indikator tipe Myer-Briggs kepada mahasiswa baru. Tipa Myer-Briggs merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan untuk memenuhi fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya menunjukkan sekitar 60 % dari mahasiswa yang sudah memiliki orientasi praktis ketimbang teori terhadap pembelajaran dan persentasenya bertambah setiap tahun. Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret dari pada  mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep dasar dan  menerapkannya. Schroeder dan koleganya lebih lanjut mengemukakan bahwa peserta didik sekolah menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan yang reflektif abstrak dengan rasio lima  banding satu. Schroeder menyimpulkan bahwa proses pembelajaran aktif sangat sesuai dengan peserta didik di masa kini, dan menyarankan untuk menggunakan diskusi kelompok-kelompok kecil, presentasi, debat dalam kelas, latihan  melalui pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi, studi kasus, dan kerja mandiri. Secara khusus Schroeder menekankan bahwa siswa masa kini “ bisa beradaptasi dengan baik terhadap kegiatan kelompok dan belajar bersama.”

              Hasil penelitian yang telah diungkapkan oleh peneliti tersebut dapat dianggap tidak mengejutkan, jika diterapkan dengan baik dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik agar mampu berkompetisi dan daya saing dengan hasil pendidikan negara-negara maju. Di masa kini peserta didik  dibesarkan dalam dunia yang sengaja sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak  merdu dan warna-warni terlihat begitu semarak dan menarik. Objek yang nyata maupun yang  maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu kondisi  ke kondisi lain terbuka luas.

2.3. Sisi Sosial Proses Pembelajaran
              Peserta didik di masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas, perubahan dan kemajuan berkembang pesat serta ketidakpastian, mereka mungkin bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan bahwa  manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong  kepada keamanan. Setiap manusia dihadapkan pada kebutuhan dan lebih condong akan memilih keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya kebutuhan untuk mencapai sesuatu, mengambil resiko dan menggali hal-hal baru. Pertumbuhan akan berkembang dan berjalan secara bertahap jika diawali dengan langkah-langkah yang tepat dan sederhana. “ Tiap langkah maju hanya dimungkinkan akan ada rasa aman, yang merupakan langkah ke depan dari suasana rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968)

              Salah satu cara untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok belajar. Perasaan saling memiliki memungkinkan peserta didik untuk menghadapi tantangan. Mereka belajar bersama teman dan mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Jerome Bruinner membahas sisi sosial proses belajar dalam buku klasiknya Toward a  Theory of Instruction, menjelaskan “kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka  guna mencapai tujuan,” resiprositas  (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru, “Di dibutuhkan tindakan bersama dan resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Disinilah terdapat proses yang membawa individu ke dalam  pembelajaran membimbingnya untuk mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner, 1966)

                 Konsep-konsepnya Maslow dan Bruner menganjurkan untuk menggunakan model pmbelajaran kolaborasi dengan menempatkan peserta didik dalam belajar kelompok dan individu dan memberikan tugas menantang dan menyenangkan yang menuntut mereka saling ketergantungan satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang bagus untuk menumbuhkembangkan kompetensi sosial dalam diri peserta didik. Dengan demikian maka mereka menjadi cenderung terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena demikian maka dengan keterlibatan  langsung  mereka akan terfokus pada masalah-masalah apa yang perlu dikerjakan dan memecahkannya secara bersama-sama dengan temannya. Penerapan pembelajaran kolaborasi dapat memotivasi peserta didik belajar aktif dan kemungkinan kecil peserta didik pasif, karena kegiatan pembelajaran di kelas adalah  menstimulasi belajar aktif dengan berbagai strategi pembelajaran, apa yang didiskusikan peserta didik  dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan peserta didik kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan kompetensi yang hendak dicapai. Penerapan pembelajaran kolaborasi berdampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik, sebab pemberian tugas yang berbeda kepada peserta didik akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama namun juga mengajarkan satu sama lain.

2.4. Motivasi Belajar
        1. Konsep Motivasi
            Pengajaran tradisional menitik beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, Oemar: 2001:157).  Strategi model pembelajaran tradisional yang diungkapkan oleh Hamalik, Oemar tersebut kurang  mempertimbangkan bahan pembelajaran yang diberikan apakah sudah sesuai atau tidak dengan tujuan, kesanggupan, kebutuhan, minat,/ karakterisitk  peserta didik dan memandang guru satu-satunya sumber belajar.

                          Sejak adanya penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkah laku manusia serta perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan, maka pandangan tersebut kemudian berubah. Dr. John Dewey, yang terkenal dengan “ pengajaran proyeknya” yang berdasarkan pada masalah yang menarik minat siswa, sistem persekolahan lainnya. Para ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan belajar akan berhasil baik apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada peserta didik. Peserta didik dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya. Se ekor kuda dapat digiring ke laut tetapi mungkin tidak dapat dipaksa untuk minum air laut. Demikian pula halnya peserta didik yang memiliki tingkat karakteritiknya yang berbeda-beda, guru hanya berusaha mendorong peserta didik untuk belajar aktif dalam arti dengan menggunakan berbagai cara dan bersifat manusiawi. Disinilah tugas yang paling berat bagi guru, bagaimana caranya berusaha agar peserta didik mau belajar aktif dan memiliki keinginan untuk belajar sepanjang hayat.

        2. Pengertian Motivasi
                      Motivasi adalah sesuatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman 2000:28). Sedangkan motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Menurut Djamarah (2002:114)  bahwa motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu dalam proses belajar. Motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang kurang memiliki motivasi dalam belajar tidak akan terjadi melakukan aktivitas belajar yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan ungkapan Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu
        3. Macam-macam motivasi
             a. Motivasi Intrinsik
                            Motivasi intrinsik adalah timbul sebagai akibat dari dalam individu apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000:29). Sedangkan menurut Djamar (2002:115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut winata (dalam Erriniati, 1994L105) dalam membangun motivasi intrinsik dalam mengajar adalah  sebagai berikut:
                 1)   Mengaitkan tujuan belajar  dengan tujuan siswa
               2)  Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
                 3)    Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
                 4)    Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya
                 5)    Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya
                               Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu dan berfungsi, tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.


               b.  Motivasi Ekstrinsik
                                Motivasi ekstrinsik adalah timbul sebagai akibat  pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau  melakukan sesuatu atau belajar. Seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya (Usman, 2000:29). Djamarah (2002:117), menegaskan bahwa motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi  karena  adanya perangsang dari luar. Strategi membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antara lain:
                   1)  Kompetisi (persaingan) guru berusaha memotivasi peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya melalui perbaikan tindakan.
                   2)  Pace Making (membuat tujuan sementara atau dekat). Pada awal kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada peserta didik kompetensi yang akan dicapai sehingga dengan demikian peserta didik berusaha untuk mencapainya.
                        3)  Tujuan jelas : motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan semakin besar peluang bagi peserta didik untuk mencapai tujuan, dan semakin besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu dalam bentuk tingkah laku perbuatan.
                   4)  Prestasi: kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan percaya diri, dan  kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian maka guru hendaknya lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk meraih prestasi dalam bekerja kelompok dan individu.
                        5)  Minat yang besar : motif akan timbul jika individu memiliki minat dan kemauan yang tinggi.
                   6)  Evaluasi. Pada umumnya semua peserta didik mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak peserta didik yang tidak belajar bila tidak ada ulangan, akan tetapi jika guru mengatakan bahwa minggu berikutnya akan diadakan ulangan, peserta didik mulai belajar aktif dengan menghafal untuk mengharapkan mendapat nilai yang baik, jadi angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik.
                                           Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang fungsinya karena adanya perangsang dari luar, dan persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi.

2.5. Meningkatkan Motivasi Belajar.
              UURI No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksnakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini jika  dilihat dari segi profesional, maka guru memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan peserta didiknya. Kelebihan guru terutama dalam bidang ilmu pengetahuan (spesialisai guru). Walaupun demikian, maka kelebihan itu tidak dapat diandalkan apabila guru kurang menguasai kompetensi. Hal ini sangat penting dimiliki dan dikuasai oleh guru, karena guru dituntut harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melakukan tindakan yang tepat dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Kegiatan pembelajaran adalah suatu aktivitas yang sangat kompleks, oleh karena itu guru di tuntut memiliki kemampuan dalam menggunakan berbagai strategi dan tindakan yang tepat dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.

                   Menurut Prof DR. S. Nasution, prinsip-prinsip umum yang harus dipegang  oleh guru  dalam menjalankan tugasnya sebagai berikut:
1.  Guru yang baik memahami dan menghormati siswa
2.  Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikannya
3.  Guru hendaknya menyesuaikan bahan pelajaran yang diberikan dengan kemampuannya siswa.
4.  Guru hendaknya menyesuaikan metode mengajar dengan pelajarannya
5.  Guru yang baik mengaktifkan siswa dalam belajar
6.  Guru  yang baik memberikan pengertian, bukan hanya dengan kata-kata belaka. Hal ini untuk menghindari verbalisme pada murid.
7.  Guru menghubungkan pelajaran pada kehidupan siswa
8.  Guru terikat  dengan texs book
9.  Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan melainkan senantiasa membentuk kepribadian siswanya.

                   Sehubungan dengan upaya meningkatkan motivasi belajar peserta didik ada dua prinsip yang harus dipahami oleh guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas  F. Seton sebagai berikut:
1.  Menyelidiki dengan jelas apa yang diharapkan dari pelajaran untuk dipelajari dan mengapa ia diharapkan mempelajarinya.
2.  Menciptakan kesadaran yang tinggi pada pelajaran akan pentingnya memililki skill dan pengetahuan yang akan diberikan oleh program pendidikan itu.

                    Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, menunjukkan bahwa penerapan model pendekatan pembelajaran kolaborasi dalam membelajarkan peserta didik di sekolah dasar dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik, walaupun bukan satu-satunya pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu  guru yang mengetahui kemampuan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok dalam belajar, persoalan-persoalan belajar dan pembelajaran, tingkat kesulitan belajar peserta didik dan memecahkan dengan berbagai tindakan yang tepat.

2.6. Model Pembelajaran Kolaborasi
                 Pembelajaran kolaborasi (Colaboration Learning) merupakan model pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori-teori belajar (Yufiarti 2003). Pendekatan ini menggambarkan sebagai suatu model pembelajaran dengan menumbuhkembangkan peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan.

               Pendekatan kolaborasi bertujuan agar peserta didik dapat membangun pengetahuan melalui dialog, saling membagi pengalaman dan informasi di antara sesamanya dan dapat meningkatkan kemampuan mental yang tinggi bagi peserta didik. Model pembelajaran kolaborasi dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dalam menumbuhkembangkan sharing of information  di antara sesama peserta didik.

              Kegiatan pembelajaran kolaboratif, peserta didik bekerja sama menyelesaikan masalah yang sama, dan secara individual menyelesaikan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari masalah. Dengan demikian selama berkolaborasi peserta didik bekerja sama dan mandiri membangun pemahaman konsep yang sama dan menyelesaikan setiap bagian dari masalah atau tugas yang diberikan.

              Pendekatan kolaboratif dipandang sebagai suatu proses membangun dan mempertahankan konsepsi yang sama tentang suatu masalah. Dari sudut pandang ini bahwa pembelajaran kolaboratif menjadi efektif karena setiap anggota kelompok dituntut untuk memiliki kemampuan berinteraktif dengan berbagai sumber belajar dan memecahkannya secara bersama dalam kelompok. Para ahli berpendapat bahwa berpikir bukanlah sekedar memanipulasi objek-objek mental, melainkan interaksi dengan orang lain  dan lingkungan sebagai sumber belajar.

               Dalam menerapkan model kolaboratif di kelas, guru membagi otoritas dengan peserta didik dalam mendorong peserta didik untuk menggunakan  pengetahuan awal mereka, menghormati rekan kerjanya dan memfokuskan diri pada pemahaman tingkat tinggi. Peran guru  dalam model pembelajaran kolaboratif adalah sebagai mediator. Guru menghubungkan informasi baru terhadap pengalaman peserta didik dengan proses pembelajaran di bidang lain, membantu peserta didik menentukan apa yang harus dilakukan jika peserta didik mengalami kesulitan dan membantu mereka belajar tentang bagaimana caranya belajar aktif. Guru sebagai mediator  menyampaikan informasi dan tugas-tugas yang jelas untuk dikerjakan oleh peserta didik, dan mendorong peserta didik memaksimalkan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan dengan menggunakan berbagai sumber yang tersedia. Dengan demikian maka guru berfungsi sebagai fasilitator, model dan sebagai pelatih. Sebagai fasilitator guru menciptakan lingkungan dan kreativitas yang kaya dan beragam untuk membantu peserta didik dalam membangun pengetahuannya. Disamping itu guru harus berperan sebagai mengatur lingkungan fisik, tata letak perabot dalam ruang, menyediakan sumber daya dan peralatan yang dapat menunjang belajar peserta didik, mengatur lingkungan sosial yang dapat mendukung pembelajaran peserta didik meliputi mengelompokkan peserta didik secara heterogen, dan mengajak mengembangkan struktur sosial yang mendorong munculnya perilaku yang sesuai untuk berkolaborasi antar peserta didik, memberikan tugas menantang yang dapat memunculkan interaksi antar peserta didik dengan lingkungan fisik maupun sosial di sekitarnya.

                   Peran sebagai model dapat diwujudkan dengan cara membagi pikiran tentang suatu hal atau menunjukkan pada peserta didik tentang bagaimana melakukan sesuatu, guru menunjukkan pada peserta didik bagaimana cara berpikir sewaktu melalui situasi kelompok yang sulit dan melalui masalah komunikasi yang sama pentingnya dengan memberikan cara  membuat perencanaan, penyelesaian tugas dan mengukur apa yang sudah dipelajari.

                   Peran guru sebagai pelatih yakni menyediakan bantuan secukupnya bagi peserta didik yang membutuhkan sehingga tetap memegang tanggung jawab atas proses belajar  mereka sendiri. Hal ini perlu dilakukan dengan memberikan petunjuk dan umpan balik, mengarahkan kembali usaha peserta didik serta membantu mereka dengan menggunakan strategi tertentu.

                   Ciri kelas yang menerapkan model pembelajaran kolaboratif antara lain peserta didik aktif dalam belajar diskusi kelompok / mandiri,  presentasi, simulasi / bermain peran dan bekerja secara individu dalam memantapkan pemahamn kompetensi. Dengan demikian, semua peserta didik dapat belajar dari peserta didik yang lain dan tidak ada peserta didik yang tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan  masukan, menerima dan menghargai masukan yang diberikan sesama teman.

                   Model pembelajaran kolaboratif dapat digambarkan bahwa semua peserta didik aktif saling berinteraksi secara alami dalam membahas, menemukan, merangkaikan, mengungkapkan, mencatat, mendengarkan, mendefinisikan, mengidentifikasi dan memecahkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya baik secara kelompok mapun secara individu. Dengan berkomunikasi aktif antar peserta didik  akan terjalin hubungan yang baik dan saling menghargai. Dalam kondisi ini guru hendak mengamati dengan cermat cara kerja dan komunikasi peserta didik untuk menjadi pembanding apabila peserta didik  memerlukan bantuan.

                Kolaborasi dalam sebuah pembelajaran, guru memberikan tugas kerja kelompok dengan  tujuan yang sama. Setiap peserta didik  dalam kelompok saling berkolaborasi dengan membagi pengalaman. Dari pengalaman yang dimiliki masing-masing kelompok, disimpulkan secara bersama. Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dan membagi tugas diskusi. Oleh karena demikian untuk mengaktifkan kelompok diskusi berjalan dengan baik dan memperoleh hasil yang optimal maka guru harus memiliki program perencanaan yang dikerjakan dengan baik.

               Penerapan model pembelajaran kolaboratif pada hakekatnya adalah membangun pengetahuan dan keterampilan yang terbagi di antara sesama peserta didik. Peserta didik, sumber belajar dan guru dipandang sebagai pusat pilihan informasi pengetahuan dan keterampilan yang perlu dibangun. Situasi ini jelas berbeda dengan situasi yang terjadi dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tradisonal. Model pembelajaran tradisional guru dipandang  sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan yang mengalir satu arah dari guru ke peserta didik dan semua pembelajaran berpusat pada guru. Untuk mencapai tujuan yang efektif, guru perlu menciptakan berbagai cara proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran,  sehingga dapat berjalan secara efektif dan efisien.

2.7. Langkah-langkah Pembeajaran Kolabortif
               Untuk mengoptimalkan penerapan model pembelajaan kolaborasi dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran, guru harus menguasai strategi dalam mendesain rencana pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kolaborasi, antara lain:
1. Guru membagi kelompok diskusi terdiri dari 4-6 orang peserta didik.
2. Guru menjelaskan secara singkat cara-cara menyelesaikan tugas dan termasuk alokasi waktu yang digunakan untuk setiap tahapan kegiatan pembelajaran.
3. Guru membagi tugas yang dikerjakan untuk setiap kelompok
4. Guru meminta peserta didik memajangkan hasil diskusi kelompoknya
5. Guru meminta peserta didik secara individu untuk mencatat hasil diskusi kelompok lain.
6. Guru meminta ketua kelompok membacakan hasil diskusi kelompok dan kelompok lain memberikan perbaikan, jika diperlukan
7. Peserta didik dan guru secara bersama-sama menyimpulkan hasil pembelajaran, selanjutnya guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk dikerjakan secara individu dalam memantapkan pemahaman terhadap kompetensi yang harus dicapai serta tindakan yang tepat apabila peserta didik belum menguasai kompetensi.




















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

              Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif yang menggambarkan bagaimana teknik proses pembelajaran diterapkan dan bagaimana melakukan tindakan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui masalah selama proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Menurut Sukidin dkk, (2002L54) ada empat macam bentuk penelitian tindakan, yaitu (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3)  penelitian tindakan simulatif terinteratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan ini ada persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaiman dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk 2002:55), menyebutkan bahwa ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya (2) tingkat  kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.

              Dalam penelitian ini menggunakan guru, dimana guru berperan sebagai pelaksana pembelajaran dan peneliti mengamati selama pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui proses peningkatan prestasi peserta didik dalam pembelajaran di kelas V sekolah dasar. Penelitian  berorientasi pada perbaikan program pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyebutkan bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada setiap siklus meliputi perencanaan, observasi dan refreksi, dan berjalan terus serta di sesuaikan dengan kebutuhan dalam memperbaiki program pembelajaran.
3.1. Tempat, waktu dan Subjek Penelitian
3.1.1.  Tempat Penelitian
            Penelitian untuk memperoleh  data yang di inginkan bertempat pada SD Inpres Sikumana 2 Kota Kupang Tahun Pelajaran 2017/2018
  3.1.2.  Waktu Penelitian
                  Penelitian dilangsungkan dalam waktu  semester genap pada bulan Maret-April
                  Tahun pelajaran  2017/2018

       3.1.3. Subyek penelitian
     Subyek penelitian adalah peserta didik kelas V dan guru dalam melaksanakan
     proses pembelajaran.

3.2. Rancang Bangun Penelitian
         Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal yang terjadi di masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi 2002:82). Ciri utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah suatu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang dicoba dan mendeteksi permasalahan dan memecahkannya. Dalam proses pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut  dapat saling mendukung satu sama lain. Untuk mencapai tujuan yang lebih optimal dalam penelitian, para peneliti perlu memperhatikan beberapa prinsip-prinsip penelitian tindakan antara lain: (1) Permasalahan atau topik yang  dipilih harus memenuhi kriteria yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan, (2) Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama, (3) Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif, artinya terpilih dengan  tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga, (4) Metodologi  yang digunakan harus jelas, rinci dan  terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan  jelas sehingga orang yang berminat terhadap penelitian dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya, (5) Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going) mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi  menjadi tantangan sepanjang waktu (Arikunto, Suharsimi, 2002:82:82). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih  yakni penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian  tindakan Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), adalah berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. 

          Kegiatan setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi (pengamatan) dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Gambar alur  tindakan untuk setiap siklus dari tahap-tahap penelitian tindakan sebagai berikut :


 













Gambar Alur Tindakan
Penjelasan Alur Kegiatan:
1.  Rancangan rencana awal, sebelum mengadakan penelitian menyusun rumusan  masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.
      2.  Kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan  yang dilakukan oleh  peneliti sebagai upaya membangun pemahaman konsep peserta didik, mengamati dampak dari diterapkannya pembelajaran kolaborasi.
      3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan  dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan.
4. Kegiatan revisi, berdasarkan hasil refleksi dari hasil pengamatan dan membuat perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
5. Kegiatan Observsi dibagi dalam tiga putaran, yakni putaran pertama, kedua, dan ketiga. Kegiatan setiap siklus/ putaran meliputi rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dari masing-masing siklus / putaran diakhiri dengan tes. Tindakan perbaikan setiap putaran  terus berkelanjutan dan akan  dihentikan jika sudah sesuai dengan kebutuhan dan dirasa cukup.

3.3. Alat Pengumpul Data
      Alat pengumpul data dalam penelitian adalah tes buatan guru yang fungsinya untuk (1) mengetahui peserta didik yang menguasai kompetensi dalam waktu tertentu, (2) mengetahui tujuan pembelajaran yang di capai dan (3) memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149).      

                    Tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik secara individu maupun secara klasikal. Disamping itu untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung dan kelemahan apa yang menyebabkan peserta didik sulit menguasai kompetensi dan mencari tindakan yang tepat dalam memecahkannya. Untuk  memperkuat data yang di kumpulkan selama penelitian menggunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui permasalahan aktivitas guru dan motivasi peserta didik  dalam proses kegiatan pembelajaran.

3.4. Analisis Data
     Dalam menyusun dan mengelola data yang terkumpul dan dapat menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan melalui laporan adalah menggunakan analisis data kuantitatif. Perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran adalah :
(1).Merekapitulasi hasil tes
(2) Menghitung  jumlah skor yang masing-masing  peserta didik berdasarkan penguasaan kompetensi.
        (3).Merekapitulasi hasil pengamatan meliputi :minat, perhatian dan partisipasi peserta didik, serta aktivitas guru dalam pembelajaran.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


                Data penelitian diperoleh dari hasil tes, data observasi berupa pengamatan pelaksanaan pembelajaran, minat, perhatian dan partisipasi peserta didik pada setiap putaran. Data observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data  pengamatan aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran dan data pengamatan motivasi peserta didik dalam pembelajaran yang digunakan untuk pengetahui pengaruh penerapan pembelajaran  kolaborasi  dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Data hasil tes digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar peserta didik setelah diterapkannya pembelajaran kolaborasi. Analisis data tindakan persiklus dan pembahasan sebagai berikut :
4.1. Analisis Data Tindakan
      1.     Siklus I
          a. Tahap Perencanaan
                       Pada  tahap ini peneliti bersama guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, tes, sumber belajar dan lembar observasi minat, perhatian, dan partisipasi peserta didik serta aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama.
          b. Tahap Pelaksanaan
                       Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah peserta didik 26 orang dan pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun. Pengamatan dilakukan selama pelaksanaan pembelajaran dan pada akhir pelaksanaan pembelajaran peserta didik diberi tes uraian dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam  pembelajaran yang telah dilakukan.
                 Data hasil penelitian pada siklus pertama diperolah sebagai berikut :




            Table 1 Hasil Tes peserta didik Pada Siklus I
Kompetensi
Dasar
Indikator
Kriteria Ketuntasan belajar
Nilai
Peserta didik
Tuntas/
Belum
Tuntas
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia sebagai negara  kepulauan/maritim dan agraris serta pengaruhnya terhadap  kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.
1. Mengidentifikan
    karakteristik
    geografis
    indonesia
    sebagai negara
    kepulauan/
    maritim
2. Mengindentifikan
    karakteristik
    geografis
    indonesia
    sebagai negara
    agraris
60






60





60






50





Tuntas






Belum
Tuntas


             Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan  menerapkan  pembelajaran kolaborasi diperoleh prosentase hasil belajar peserta didik  55.00 % belum tuntas secara individu kurang dari 60.00 % dari 26 orang peserta didik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama peserta didik memperoleh nilai kurang dari persentase ketuntasan yang dikehendaki. Hal ini disebabkan karena peserta didik kurang memahami apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dalam  menerapkan  pembelajaran kolaborasi.
         c.  Analisis Data Minat, Perhatian, dan Partisipasi
             1.  Minat
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 10 orang peserta didik (38.47%) memiliki minat baik, 11 orang peserta didik (42.30%) memiliki perhatian cukup, dan 5 orang peserta didik (19.23 % memiliki minat kurang.
             2.  Perhatian
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 6 orang peserta didik (23.07%) memiliki perhatian baik, 10 orang peserta didik (38.46%) memiliki perhatian cukup, dan  10 orang peserta didik (38.46%) memiliki perhatian kurang.
             3.  Partisipasi
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 12 orang peserta didik  (46.15 %) memiliki partisipasi baik, 13 orang peserta didik (50.00%) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 % memilik pastisipasi kurang.
         d.  Refleksi
                       Dalam pelaksanaan pembelajaran pada putaran pertama diperoleh informasi dari hasil pengamatan bahwa :
              1)  Peserta didik kurang perhatian dan partisipasi dalam pembelajaran
             2)  Guru kurang memotovasi peserta didik dalam pembelajaran
             3)  Guru kurang memanfaatkan waktu dengan efektif.
         e.  Refisi
                       Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga perlu direvisi sebelum dilaksanakan pada siklus berikutnya.
             1.  Guru hendaknya mengajak peserta didik aktif dalam pembelajaran.
             2.  Guru perlu mengelola waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu oleh peserta didik.
             3.  Guru harus memotivasi peserta didik agar memiliki perhatian dan partisipasi aktif dalam menyelesaikan tugas dengan baik.
    2.  Siklus II
         a.  Tahap perencanaan
                       Pada tahap ini peneliti bersama guru mempersiapkan perangkat rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus ke II, tugas yang kerjakan peserta didik dan alat-alat pendukung pembelajaran serta lembar observasi.
         b.  Tahap kegiatan pelaksanaan
             Pelaksanaan pembelajaran pada siklus  II dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah siswa 26 orang. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah revisi pada siklus I, sehingga kesalahan dari siklus I tidak terulang pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung. Pada akhir pelaksanaan pembelajaran peserta didik diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes uraian. Adapun data hasil pada siklus II adalah sebagai berikut:
                             Tabel 2 Hasil  Tes peserta didik pada Siklus II
Kompetensi
Dasar
Indikator
Kriteria Ketuntasan belajar
Nilai
Peserta didik
Tuntas/
Belum
Tuntas
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia sebagai negara  kepulauan/maritim dan agraris serta pengaruhnya terhadap  kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.
1. Mendeskripsikan
    pengaruh
    geografis
    indonesia
    terhadap
    kehidupan
    ekonomi,
2. Mendeskripsikan
    pengaruh
    geografis
    indonesia
    terhadap
    kehidupan
    sosial
60






65





66






66






Tuntas






Tuntas







                        Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan  pembelajaran kolaborasi diperoleh prestasi belajar peserta didik   secara individu tuntas dari 26 orang peserta didik. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus kedua secara individu peserta didik tuntas belajar, karena memperoleh nilai sebesar 66.00 % lebih dari 62.50 % ketuntasan yang dikehendaki dan peserta didik sudah memahami apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dalam menerapkan pembelajaran kolaborasi.
         c.  Analisis Data Minat, Perhatian, Partisipasi.
             1.  Minat
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 13 orang peserta didik (50 %) memiliki minat baik, 12 orang peserta didik (46.15 %) memiliki minat cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki minat kurang.


             2.  Perhatian
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 14 orang peserta didik (53.84%) memiliki perhatian baik, 11 orang peserta didik (42.30 %) memiliki perhatian cukup dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki perhatian kukrang .
             3.  Partisipasi
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 15 orang peserta didik (57.69%) memiliki partisipasi baik, 10 orang peserta didik  (38.46 %) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki partisipasi kurang.

         d.  Refleksi
                       Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan pada siklus II adalah:
             1.  Guru dalam memotivasi peserta didik mulai nampak
             2.  Dedikasi  guru dalam mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
                  menyelesaikan tugas-tugas telah maksimal.
             3.  Guru dalam mengelola waktu sudah optimal
         e.  Refisi Rancangan
                        Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II telah menunjukkan
             kemajuan, tetapi masih terdapat kekurangan-kekurangan, maka perlu
             tindakan revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara lain:
             1.  Guru harus kreatif dan inovatif dalam memotivasi peserta didik
             2.  Guru harus dekat dengan peserta didik sehingga tidak memunculkan
                  perasaan takut bagi peserta didik untuk mengemukakan  pendapat
              3.  Guru harus memiliki keikhlasan dalam membimbing peserta didik 
             4.  Guru sedapat mungkin mengelola kegiatan pembelajaran sesuai dengan
                  waktu yang ditetapkan.
             5.  Guru sebaiknya membudayakan memberi tugas-tugas yang bervariasi
                  dan menantang untuk dikerjakan peserta didik pada setiap akhir
                  pembelajaran untuk menunjang tercapainya kompetensi.
    3.  Siklus III
         a.  Tahap Perencanaan
             Pada tahap ini peneliti bersama guru mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, tugas-tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, lembar observasi dan alat pendukung lainnya.
          b.  Tahap pelaksanaan pembelajaran dan pengamatan
             Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah peserta didik 26 orang. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah di revisi pada siklus II, sehingga kesalahan pada siklus II tidak terulang pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung.
                       Pada akhir pelaksanaan pembelajaran peserta didik diberi tugas secara individu dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes uraian. Adapun data hasil  pada siklus III dapat digambarkan sebagai berikut:
              Tabel .3  Hasil  Tes peserta didik pada Siklus III
Kompetensi
Dasar
Indikator
Kriteria Ketuntasan belajar
Nilai
Peserta didik
Tuntas/
Belum
Tuntas
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia sebagai negara  kepulauan/maritim dan agraris serta pengaruhnya terhadap  kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.

1. Mendeskripsikan
    Pengaruh  
    geografis Indo.
    terhadap
    kehidupan    budaya
2. Mendeskripsikan
    pengaruh
    geografis Indo.
    terhadap
    kehidupan  komunikasi
3. Mendeskripsikan
    pengaruh
    geografis
    indonesia
    terhadap
    kehidupan  transportasi
50





40





60


60





50





60


Tuntas





Tuntas





Tuntas
            Dari tabel dapat dijelaskan bahwa dengan  menerapkan  pembelajaran kolaborasi diperoleh prestasi belajar peserta didik secara individu tuntas dari 26 orang peserta didik. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus ketiga secara individu peserta didik tuntas belajar, karena memperoleh nilai lebih dari 50.00 % ketuntasan belajar yang di kehendaki yakni sebesar 56.66 % dan peserta didik sudah  lebih memahami apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran kolaborasi. Hasil pada siklus III mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I dan II. Adanya peningkatan  hasil belajar peserta didik pada siklus III disebabkan adanya peningkatan kemampuan kreativitas dan inovatif  guru dalam menerapkan pembelajaran kolaboratif, dan di sertai dengan tingkat kemampuan, minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas mengalami peningkatan.

         c.  Analisis data Minat, Perhatian, Partisipasi
             1.  Minat
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 16 orang peserta didik (61.53%) memiliki minat baik, 10 orang peserta didik ( 38.46% memiliki minat cukup dan orang peserta didik (0 %) memiliki minat kurang.
             2.  Perhatian
                            Dari analisis data diperoleh  hasil dari 26 orang peserta didik 17 orang peserta didik (65.33%) memiliki perhatian baik, 9 orang peserta didik (34.61 %) memiliki perhatian cukup, dan  orang peserta didik (0 %) memiliki perhatian kurang.
             3.  Partisipasi
                            Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 16 orang peserta didik (61.53%)  memiliki partisipasi baik, 10 orang peserta didik (38.46 %) memiliki partispasi cukup, dan  orang peserta didik (0  %) memiliki partisipasi   kurang.



      d.     Refleksi
                       Pada  tahap ini akan dikaji apa yang telah  terlaksana dengan baik dan kekurangan-kekurangan dalam penerapan pembelajaran kolaboratif.  Dari data yang diperoleh dapat diuraikan sebagai berikut:
             1.  Penerapan pembelajaran kolaboratif telah dilaksanakan dengan baik, meskipun ada beberapa aspek yang masih kurang, tetapi prosentase hasil untuk masing-masing aspek cukup tinggi.
             2.  Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa tingkat perhatian, minat dan partisipasi peserta didik aktif  dalam pembelajaran.
             3.  Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan kreativitas dan inovatif guru dalam memotivasi peserta didik meningkat.
                                          4.  Hasil belajar peserta didik pada siklus III  mencapai ketuntasan secara individu maupun secara klasikal.

         e.  Refisi Pelaksanaan
                       Pelaksanaan pembelajaran pada siklus III guru telah memiliki kemampuan dalam menerapkan pembelajaran kolaboratif dengan baik dan dilihat dari aktivitas serta hasil belajar peserta didik meningkat. Oleh karena itu maka tidak diperlukan lagi revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah dicapai dengan harapan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya guru harus memiliki kemampuan, komitmen, kreativitas dan inovatif dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran bervariatif yang dapat mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran.

4.2. Pembahasan
      1.       Ketuntasan hasil belajar
                    Hasil  penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kolaborasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemahaman peserta didik terhadap kompetensi (ketuntasan belajar meningkat) dari masing-masing  siklus yakni siklus I. 55.00 %, Siklus II. 66.00 %, dan siklus III. 56..66 %. Pada siklus II dan III ketuntasan belajar peserta didik secara individu maupun secara klasikal telah di capai.
      2.       Kemampuan Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
                      Berdasarkan analisis data, diperoleh bahwa aktivitas kemampuan guru dalam  pelaksanaan pembelajaran kolaborasi pada setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik dari setiap putaran yang terus mengalami peningkatan.
     3. Minat, Perhatian dan Partisipasi peserta didik dalam pembelajaran
                              Berdasarkan analisis data, diperoleh hasil bahwa minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kolaborasi aktif belajar sesama anggota kelompok, saling mendengar, menerima, memberi, memperhatikan tugas-tugas,  aktif mengkaji, berdiskusi, presentasi, maupun bekerja secara individu. Penerapan pembelajaran kolaborasi dapat dikatakan bahwa aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dapat dikategorikan mengalami peningkatan.
         4. Analisis Data  Minat, Perhatian, Partisipasi
          a. Minat
                            Dari  analisis data siklus I diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 10 orang peserta didik (38.47%) memiliki minat baik, 11 orang peserta didik (42.30%) memiliki perhatian cukup, dan 5 orang peserta didik (19.23 % memiliki minat kurang. Siklus II diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 13 orang peserta didik (50 %) memiliki minat baik, 12 orang peserta didik (46.15 %) memiliki minat cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki minat kurang. Siklis III diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 16 orang peserta didik (61.53%) memiliki minat baik, 10 orang peserta didik ( 38.46% memiliki minat cukup dan orang peserta didik (0 %) memiliki minat kurang
                                 Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap pembelajaran.


         b.  Perhatian
                        Dari analisis data siklus I diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 6 orang peserta didik (23.07%) memiliki perhatian baik, 10 orang peserta didik (38.46%) memiliki perhatian cukup, dan  10 orang peserta didik (38.46%) memiliki perhatian kurang. Siklus II diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 14 orang peserta didik (53.84%) memiliki perhatian baik, 11 orang peserta didik (42.30 %) memiliki perhatian cukup dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki perhatian kukrang. Siklus III diperoleh  hasil dari 26 orang peserta didik 17 orang peserta didik (65.33%) memiliki perhatian baik, 9 orang peserta didik (34.61 %) memiliki perhatian cukup, dan  orang peserta didik (0 %) memiliki perhatian kurang
                        Dari hasil ini dapat di interpretasikan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi  dapat meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran di sekolah dasar

          c. Partisipasi
                    Dari analisis data siklus I diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 12 orang peserta didik  (46.15 %) memiliki partisipasi baik, 13 orang peserta didik (50.00%) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 % memilik pastisipasi kurang. Siklus II      diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 15 orang peserta didik (57.69%) memiliki partisipasi baik, 10 orang peserta didik  (38.46 %) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %) memiliki partisipasi kurang. Siklus III    diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 16 orang peserta didik (61.53%)  memiliki partisipasi baik, 10 orang peserta didik (38.46 %) memiliki partispasi cukup, dan  orang peserta didik (0  %) memiliki partisipasi   kurang.
                      Dari hasil analisis tersebut dapat di simpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi  dapat meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran di sekolah dasar.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.   Kesimpulan
                  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan dari tiga siklus dan hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut
         1.  Penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi dapat meningkatkan prestasi peserta didik dalam pembelajaran di sekolah dasar
         2.  Penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi  memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar peserta didik dalam setiap putaran, yaitu putaran I  (55, 00 % ),  putaran  II (66.00 ),  dan putaran III (56.66 %)
         3.  Peserta didik dapat bekerja sama dalam kelompok dan mandiri serta mampu mempertanggung jawabkan tugas-tugas yang dikerjakan dengan baik.
         4.  Penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam di sekolah dasar

5.2.    Saran
                  Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses pembelajaran lebih efektif untuk mendapatkan hasil yang optimal peneliti menyarankan sebagai berikut:
         1   Perlu adanya penelitian tindakan lebih lanjut, karena hasil penelitian tindakan ini hanya dilakukan di kelas V  tahun pembelajaran 2017/2018.
         2.  Penelitian tindakan yang serupa perlu dilakukan perbaikan untuk memperolah hasil yang lebih baik.
         3. Perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru dalam  memahami pendekatan pembelajaran kolaborasi.