PENERAPAN
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
KOLABORASI
MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL
BELAJAR
PESERTA DIDIK PADA SEKOLAH
DASAR
OLEH
H. HAMZAH,
S.Pd. MM
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN
DIREKTORAT JENDERAL
PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN
(LPMP)
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
JLN JENDERAL SOEHARTO NO 57A TELPN
0380-821149 KUPANG
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi
kehidupan manusia di era globalisasi tak dapat dihindari, tetapi perlu dijalani
dan mengantisipasi dengan cara-cara yang tepat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat cepat, persaingan
yang sangat ketat dan cepatnya arus informasi mendorong pendidik dan tenaga
kependidikan mencari cara-cara yang efektif untuk menghadapi globalisasi agar
tetap eksis dalam persaingan. Mengantisipasi globalisasi dalam dunia
pendidikan sangat diperlukan guru yang profesional, meninggalkan cara-cara
pembelajaran tradisional, aktif melakukan perubahan dalam pengelolaan proses
pembelajaran, memiliki semangat yang tinggi dalam mencari berbagai strategi
baru untuk memperbaiki proses pembelajaran, jika tidak dilakukan, maka menimbulkan
berbagai masalah dalam kehidupan, karena disebabkan keluaran pendidikan kurang
memiliki kemampuan berkompetisi dengan hasil pendidikan bangsa-bangsa maju.
Menghadapi
globalisasi dalam pendidikan harus berorientasi dengan kondisi dan tuntutan,
maka proses dan output pendidikan harus mengikuti perkembangan dan perubahan.
Manajemen pendidikan yang semula bersifat birokrasi sentralistik telah bergeser
ke era desentralisasi dan telah menghasilkan pola penyelenggaraan pendidikan
yang beragam dalam berbagai kondisi lokal yang berbeda untuk semua lapisan
masyarakat.
Era
otonomi desentralisasi pendidikan memungkinkan daerah / sekolah mempunyai
variasi pilihan dalam pelayanan pendidikan bagi peserta didik di dunia nyata
dan unggulan daerah dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan nasional
dan daerah dan diyakini mampu meningkatkan kemampuan dan keterampilan peserta
didik dalam berbuat serta daya saing yang tinggi. Peningkatan kompetensi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan dan supervisi pembinaan sangat diperlukan.
Banyak fakta dilapangan menunjukkan, bahwa tingkat
kemampuan dan keterampilan tenaga pendidik untuk mengembangkan model-model
pembelajaran bervariatif cenderung menurun sehingga memungkinkan pencapaian
standar nasional pendidikan di daerah kurang optimal. Tantangan masa depan yang
berbeda telah nampak di permukaan dan
menuntut guru memiliki kepekaan, kemampuan dan keterampilan dalam meningkatkan
prestasi belajar peserta didik, dan mungkin perlu pembinaan jika hal ini di
perlukan.
Pemantauan kemajuan belajar peserta didik
merupakan suatu prosedur vital, sebagai sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan
dalam merencanakan strategi pembelajaran, mengubah strategi/ metode / menambah/
mengurangi beban kerja (Mortimore 1993).
Secara umum bahwa pemantauan kemajuan belajar peserta didik merupakan sesuatu
kegiatan yang penting dilakukan untuk mengetahui tingkat perubahan kecerdasan
peserta didik dalam penguasaan kompetensi
pada setiap akhir proses pembelajaran melalui tes / ulangan harian, tengah
semester/ ujian dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar peserta didik
secara individu dan perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran dari sesuatu yang ideal (harapan)
dan dari suatu kenyataan (aktual). Kemampuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak dalam
kehidupan sosial budaya yang meliputi kecakapan berdemokrasi, kerjasama, saling
menghormati, tekun, disiplin dan berbudaya belajar sepanjang hayat sangat
diperlukan. Pendidikan yang berorientasi kecakapan hidup pada hakekatnya adalah
pendidikan untuk membentuk watak dan beretos bekerja mandiri.
Perkembangan globalisasi menuntut dunia
pendidikan untuk mengubah konsep berpikir, yang
sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan di saat ini. Perubahan perlu
dilakukan dan menyesuaikan dengan
kebutuhan yang terus berkembang. Belajar adalah proses meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai
dasar untuk direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Konsep ini muncul pada
pengertian paling awal dan berlaku bagi semua orang di Negara Republik ini. Berpijak pada konsep
tersebut, bahwa belajar bukan hanya sekedar penjenjalan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik.
Pandangan tersebut tak
salah karena pada kenyataannya bahwa belajar adalah proses meningkatkan
kemampuan, keterampilan dan daya saing peserta didik. Namun konsep tersebut
masih sangat persial, terlalu sempit dan menganggap peserta didik sebagai individu-individu
yang pasif dan di ibaratkan sebuah botol kosong yang perlu di isi sampai penuh
tampa melihat potensi yang sebenarnya sudah ada pada peserta didik. Pendidikan
formal mengalami perubahan yang ditandai dengan adanya perubahan (inovasi). Perubahan pada hakekatnya adalah
sesuatu hal yang wajar karena perubahan merupakan sesuatu yang bersifat kodrati
dan manusiawi. Alternative pilihan adalah
menghadapi tantangan, atau mencoba menghindarinya. Jika perubahan
direspon positif menjadi peluang yang sangat besar, dan jika perubahan direspon
negative akan menjadi arus kuat yang
dapat menghempaskan dan mengalahkan manusia.
Pelaksanaan pembelajaran yang
berhubungan dengan kompetensi/ materi, metode, media, alat peraga dan sumber
daya yang tersedia harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal mungkin dan
sesuai dengan perubahan kearah pembaharuan (inovasi). Dengan demikian maka guru di tuntut mengembangkan kreatif dan
inovatif dalam membelajarkan peserta didik. Desain rencana pelaksanaan pembelajaran
yang berbasis kolaborasi dengan metode pembelajaran yang tepat memungkinkan
prestasi belajar peserta didik meningkat dengan memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia dan lingkungan sekitarnya sebagai sumber belajar untuk menunjang
ketercapaian kompetensi.
Berangkat dari latar belakang
tersebut, dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini, penulis mengambil judul “Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kolaborasi
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pada Sekolah Dasar”
1.2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang tersebut penulis merumuskan pokok-pokok permasalahan sebagai
berikut:
1.2.1. Bagaimanakah
meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran dengan
penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi pada Sekolah Dasar
1.2.2. Bagaimanakah
pengaruh pembelajaran kolaborasi terhadap motivasi belajar peserta didik pada Sekolah
Dasar
1.3. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk :
1.3.1. mengetahui bagaimanakah meningkatkan prestasi
peserta didik dalam belajar setelah
menerapkan pendekatan
pembelajaran kolaborasi pada Sekolah Dasar.
2.3.2. mengetahui pengaruh motivasi peserta didik
dalam belajar setelah diterapkan pendekatan pembelajaran kolaborasi.
2.4. Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat :
2.4.1. Menambah pengetahuan dan keterampilan penulis
tentang peranan guru dalam
meningkatkan
prestasi peserta didik dalam pembelajaran di Sekolah Dasar
2.4.2. Sumbangan pemikiran bagi guru dalam meningkatkan prestasi peserta didik
dalam
pembelajaran
di Sekolah Dasar
2.4.3. Proses pembelajaran tidak lagi dilakukan secara
imposisi.
2.4.4. Menemukan strategi pembelajaran yang tepat,
tidak konvensional tetapi bervariatif.
2.4.5. Keaktifan peserta didik dalam mengerjakan tugas
secara kelompok dan mandiri
meningkat.
2.4.6. Meningkatkan prestasi belajar peserta didik
dalam pembelajaran di Sekolah Dasar
1.5. Penjelasan
Istilah
Untuk
menghindari terjadinya kekeliruan persepsi terhadap judul penelitian ini, maka dijelaskan
secara singkat sebagai berikut:
1.5.1. Pembelajaran kolaborasi
Pembelajaran kolaborasi adalah suatu
model pendekatan pembelajaran dengan mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil dan mandiri untuk mencapai
kompetensi.
1.5.2. Motivasi belajar
Motivasi belajar adalah suatu proses menggiatkan untuk berbuat atau
bertingkah laku dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan
kesiapan diri dalam bekerja kelompok dan individu yang dapat mendorong untuk
berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
1.5.3. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil
belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah
peserta didik mengikuti proses pembelajaran.
1.6. Batasan
Masalah
Keterbatasan
waktu dan biaya, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:
1.6.1. Penelitian hanya dikenakan pada peserta didik
Sekolah Dasar kelas V
1.6.2. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Maret-April semester genap tahun pelajaran
2017/ 2018
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Pembelajaran
Pembelajaran
adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Sedangkan
belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu berubah tingkah laku
atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman, (KBBI, 1996:14). Ungkapan
tersebut sependapat dengan pernyataan Sutomo (1993:68) menegaskan bawah belajar
adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang dengan sengaja dilakukan sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau
mempertunjukkan tingkah laku. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang
menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan,
kecakapan, bertambah pengetahuan, berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120)
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal (19) ayat (1) menyebutkan bahwa
proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, memberikan
keteladanan, dan melaksanakan evalausi. Pasal (20) menyebutkan bahwa
perencanaan proses pembelajaran meliputi
silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya
tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber belajar dan penilaian belajar.
2.2. Gaya
Belajar
Kalangan pendidik telah menyadari
bahwa peserta didik memiliki beragam cara belajar. Sebagian peserta didik bisa belajar dengan melihat orang lain
melakukannya, mereka menyukai penyajian informasi yang runtut, suka menuliskan
apa yang di dengar dan menanggapi apa yang dikatakan guru, dan selama
pembelajaran mereka biasanya tekun mengikuti pembelajaran jika tidak terganggu
oleh suara kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya
tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan
apa yang dikerjakan oleh guru, dan mencatat apa yang lihatnya, mereka
menggunakan kemampuan untuk mendengar dan mengingat, dan selama proses
pembelajaran mereka mudah teralihkan
perhatiannya dengan informasi yang jelas. Peserta didik kinestetik belajar
dengan terlibat langsung dalam kegiatan, mereka cenderung impulsive, semaunya,
dan kurang sabaran, selama proses pembelajaran mereka mungkin gelisah jika tidak
leluasa bergerak dalam mengerjakan sesuatu, cara belajar mereka boleh di
katakan tampak sembarangan dan tidak beraturan, dan hanya sedikit peserta didik
yang memiliki satu jenis cara belajar. Grinder
(1991) menyatakan bahwa dari tiga puluh peserta didik, dua puluh dua
peserta didik dapat belajar dengan efektif selama gurunya menghadirkan
kegiatan pembelajaran yang divariasikan
dengan visual, auditori dan kinestik, dan delapan peserta didik menyukai salah
satu bentuk pembelajaran jika dibanding dua bentuk pembelajaran lainnya,
walaupun mereka berupaya keras untuk
memahami pembelajaran. Hal ini guru perlu mencermatinya dalam membelajarkan
peserta didik dengan memberikan tugas-tugas yang bersifat mendidik, menantang, menyenangkan dan disukai oleh mereka. Oleh
karena demikian maka guru dalam proses pembelajaran harus bersifat multisensori
dan bervariasi.
Pendidik
perlu mencermati perubahan cara-cara
belajar peserta didik. Schroeder dan kolegannya (1993) telah menerapkan
indikator tipe Myer-Briggs kepada mahasiswa baru. Tipa Myer-Briggs merupakan
salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan
untuk memenuhi fungsi perbedaan individu dalam proses belajar. Hasilnya
menunjukkan sekitar 60 % dari mahasiswa yang sudah memiliki orientasi praktis
ketimbang teori terhadap pembelajaran dan persentasenya bertambah setiap tahun.
Mahasiswa lebih suka terlibat dalam pengalaman langsung dan konkret dari
pada mempelajari terlebih dahulu
konsep-konsep dasar dan menerapkannya.
Schroeder dan koleganya lebih lanjut mengemukakan bahwa peserta didik sekolah
menengah lebih suka kegiatan belajar yang benar-benar aktif dari pada kegiatan
yang reflektif abstrak dengan rasio lima
banding satu. Schroeder menyimpulkan bahwa proses pembelajaran aktif
sangat sesuai dengan peserta didik di masa kini, dan menyarankan untuk
menggunakan diskusi kelompok-kelompok kecil, presentasi, debat dalam kelas,
latihan melalui pengalaman, pengalaman
lapangan, simulasi, studi kasus, dan kerja mandiri. Secara khusus Schroeder
menekankan bahwa siswa masa kini “ bisa beradaptasi dengan baik terhadap
kegiatan kelompok dan belajar bersama.”
Hasil penelitian yang telah
diungkapkan oleh peneliti tersebut dapat dianggap tidak mengejutkan, jika
diterapkan dengan baik dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik agar
mampu berkompetisi dan daya saing dengan hasil pendidikan negara-negara maju.
Di masa kini peserta didik dibesarkan
dalam dunia yang sengaja sesuatunya berjalan dengan cepat dan banyak pilihan
yang tersedia. Suara-suara terdengar begitu menghentak merdu dan warna-warni terlihat begitu semarak
dan menarik. Objek yang nyata maupun yang
maya, bergerak cepat. Peluang untuk mengubah segala sesuatu dari satu
kondisi ke kondisi lain terbuka luas.
2.3. Sisi
Sosial Proses Pembelajaran
Peserta
didik di masa kini menghadapi dunia di mana terdapat pengetahuan yang luas,
perubahan dan kemajuan berkembang pesat serta ketidakpastian, mereka mungkin
bisa mengalami kegelisahan dan bersikap defensif. Abraham Maslow mengajarkan
bahwa manusia memiliki dua kumpulan
kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain
condong kepada keamanan. Setiap manusia
dihadapkan pada kebutuhan dan lebih condong akan memilih keamanan ketimbang
pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa sepenuhnya
kebutuhan untuk mencapai sesuatu, mengambil resiko dan menggali hal-hal baru.
Pertumbuhan akan berkembang dan berjalan secara bertahap jika diawali dengan
langkah-langkah yang tepat dan sederhana. “ Tiap langkah maju hanya
dimungkinkan akan ada rasa aman, yang merupakan langkah ke depan dari suasana
rumah yang aman menuju wilayah yang belum diketahui” (Maslow, 1968)
Salah satu cara untuk mendapatkan
rasa aman adalah menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan orang lain dan
menjadi bagian dari kelompok belajar. Perasaan saling memiliki memungkinkan
peserta didik untuk menghadapi tantangan. Mereka belajar bersama teman dan
mendapatkan dukungan emosional dan intelektual yang memungkinkan mereka
memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Jerome Bruinner membahas sisi sosial
proses belajar dalam buku klasiknya Toward a
Theory of Instruction, menjelaskan “kebutuhan mendalam manusia untuk
merespon orang lain dan untuk bekerjasama dengan mereka guna mencapai tujuan,” resiprositas (hubungan timbal balik). Bruner berpendapat
bahwa resiprositas merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan oleh guru,
“Di dibutuhkan tindakan bersama dan resiprositas diperlukan bagi kelompok untuk
mencapai suatu tujuan. Disinilah terdapat proses yang membawa individu ke
dalam pembelajaran membimbingnya untuk
mendapatkan kemampuan yang diperlukan dalam pembentukan kelompok” (Bruner,
1966)
Konsep-konsepnya Maslow dan
Bruner menganjurkan untuk menggunakan model pmbelajaran kolaborasi dengan
menempatkan peserta didik dalam belajar kelompok dan individu dan memberikan
tugas menantang dan menyenangkan yang menuntut mereka saling ketergantungan
satu sama lain dalam mengerjakannya merupakan cara yang bagus untuk
menumbuhkembangkan kompetensi sosial dalam diri peserta didik. Dengan demikian
maka mereka menjadi cenderung terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Oleh
karena demikian maka dengan keterlibatan
langsung mereka akan terfokus
pada masalah-masalah apa yang perlu dikerjakan dan memecahkannya secara
bersama-sama dengan temannya. Penerapan pembelajaran kolaborasi dapat
memotivasi peserta didik belajar aktif dan kemungkinan kecil peserta didik
pasif, karena kegiatan pembelajaran di kelas adalah menstimulasi belajar aktif dengan berbagai
strategi pembelajaran, apa yang didiskusikan peserta didik dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan
peserta didik kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh
pemahaman dan penguasaan kompetensi yang hendak dicapai. Penerapan pembelajaran
kolaborasi berdampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik,
sebab pemberian tugas yang berbeda kepada peserta didik akan mendorong mereka
untuk tidak hanya belajar bersama namun juga mengajarkan satu sama lain.
2.4. Motivasi
Belajar
1. Konsep Motivasi
Pengajaran tradisional menitik
beratkan pada metode imposisi, yakni pengajaran dengan cara menuangkan hal-hal
yang dianggap penting oleh guru bagi murid (Hamalik, Oemar: 2001:157). Strategi model pembelajaran tradisional yang
diungkapkan oleh Hamalik, Oemar tersebut kurang
mempertimbangkan bahan pembelajaran yang diberikan apakah sudah sesuai
atau tidak dengan tujuan, kesanggupan, kebutuhan, minat,/ karakterisitk peserta didik dan memandang guru satu-satunya
sumber belajar.
Sejak adanya
penemuan-penemuan baru dalam bidang psikologi tentang kepribadian dan tingkah
laku manusia serta perkembangan dalam bidang ilmu pendidikan, maka pandangan
tersebut kemudian berubah. Dr. John Dewey, yang terkenal dengan “ pengajaran
proyeknya” yang berdasarkan pada masalah yang menarik minat siswa, sistem
persekolahan lainnya. Para ahli berpendapat, bahwa tingkah laku manusia
didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan belajar akan berhasil baik
apabila didasarkan pada motivasi yang ada pada peserta didik. Peserta didik
dapat dipaksa untuk mengikuti semua perbuatan, tetapi ia tidak dapat dipaksa
untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya. Se ekor kuda dapat
digiring ke laut tetapi mungkin tidak dapat dipaksa untuk minum air laut.
Demikian pula halnya peserta didik yang memiliki tingkat karakteritiknya yang
berbeda-beda, guru hanya berusaha mendorong peserta didik untuk belajar aktif
dalam arti dengan menggunakan berbagai cara dan bersifat manusiawi. Disinilah
tugas yang paling berat bagi guru, bagaimana caranya berusaha agar peserta
didik mau belajar aktif dan memiliki keinginan untuk belajar sepanjang hayat.
2. Pengertian
Motivasi
Motivasi adalah sesuatu
proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai
tujuan tertentu (Usman 2000:28). Sedangkan motif adalah daya dalam diri seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu atau keadaan seseorang atau organisme
yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Menurut Djamarah (2002:114)
bahwa motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri
seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu dalam
proses belajar. Motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang kurang memiliki
motivasi dalam belajar tidak akan terjadi melakukan aktivitas belajar yang lebih
baik. Hal ini sesuai dengan ungkapan Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi
dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan
materi itu dengan lebih baik. Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu
3. Macam-macam motivasi
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah
timbul sebagai akibat dari dalam individu apakah karena adanya ajakan, suruhan,
atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia
mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000:29). Sedangkan menurut Djamar
(2002:115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar karena dalam setiap diri individu
sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Menurut winata (dalam Erriniati,
1994L105) dalam membangun motivasi intrinsik dalam mengajar adalah sebagai berikut:
1) Mengaitkan tujuan belajar dengan
tujuan siswa
2) Memberikan kebebasan dalam
memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas
dan memanfaatkan sumber belajar di sekolah.
4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya
5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu dan berfungsi,
tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik
dalam dirinya maka secara sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak
memerlukan motivasi dari luar dirinya.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah
timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain
sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Seseorang mau
belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di
kelasnya (Usman, 2000:29). Djamarah (2002:117), menegaskan bahwa motivasi
ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah
motif-motif yang aktif dan berfungsi
karena adanya perangsang dari
luar. Strategi membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi
instrinsik antara lain:
1) Kompetisi (persaingan) guru berusaha memotivasi peserta didik untuk
meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya melalui perbaikan tindakan.
2) Pace
Making (membuat tujuan sementara atau dekat). Pada awal kegiatan pembelajaran,
guru hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada peserta didik kompetensi
yang akan dicapai sehingga dengan demikian peserta didik berusaha untuk
mencapainya.
3) Tujuan
jelas : motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan
semakin besar peluang bagi peserta didik untuk mencapai tujuan, dan semakin
besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu dalam bentuk tingkah laku
perbuatan.
4) Prestasi:
kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan percaya diri, dan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya.
Dengan demikian maka guru hendaknya lebih banyak memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk meraih prestasi dalam bekerja kelompok dan individu.
5) Minat
yang besar : motif akan timbul jika individu memiliki minat dan kemauan yang
tinggi.
6) Evaluasi.
Pada umumnya semua peserta didik mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai
yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bahwa banyak peserta didik yang
tidak belajar bila tidak ada ulangan, akan tetapi jika guru mengatakan bahwa
minggu berikutnya akan diadakan ulangan, peserta didik mulai belajar aktif
dengan menghafal untuk mengharapkan mendapat nilai yang baik, jadi angka atau
nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi peserta didik.
Dari uraian di atas diketahui
bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang
fungsinya karena adanya perangsang dari luar, dan persaingan, untuk mencapai
nilai yang tinggi.
2.5. Meningkatkan
Motivasi Belajar.
UURI No 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksnakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Hal ini jika dilihat dari segi profesional, maka guru
memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan peserta didiknya. Kelebihan guru
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan (spesialisai guru). Walaupun demikian,
maka kelebihan itu tidak dapat diandalkan apabila guru kurang menguasai kompetensi.
Hal ini sangat penting dimiliki dan dikuasai oleh guru, karena guru dituntut
harus memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melakukan tindakan yang tepat
dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Kegiatan pembelajaran adalah suatu
aktivitas yang sangat kompleks, oleh karena itu guru di tuntut memiliki
kemampuan dalam menggunakan berbagai strategi dan tindakan yang tepat dalam
meningkatkan prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran di Sekolah
Dasar.
Menurut Prof DR. S. Nasution,
prinsip-prinsip umum yang harus dipegang
oleh guru dalam menjalankan
tugasnya sebagai berikut:
1. Guru yang baik memahami dan menghormati siswa
2. Guru yang baik harus menghormati bahan
pelajaran yang diberikannya
3. Guru hendaknya menyesuaikan bahan pelajaran
yang diberikan dengan kemampuannya siswa.
4. Guru hendaknya menyesuaikan metode mengajar
dengan pelajarannya
5. Guru yang baik mengaktifkan siswa dalam
belajar
6. Guru
yang baik memberikan pengertian, bukan hanya dengan kata-kata belaka.
Hal ini untuk menghindari verbalisme pada murid.
7. Guru menghubungkan pelajaran pada kehidupan
siswa
8. Guru terikat
dengan texs book
9. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti
menyampaikan pengetahuan melainkan senantiasa membentuk kepribadian siswanya.
Sehubungan dengan upaya
meningkatkan motivasi belajar peserta didik ada dua prinsip yang harus dipahami
oleh guru sebagaimana yang dikemukakan oleh Thomas F. Seton sebagai berikut:
1. Menyelidiki dengan jelas apa yang diharapkan
dari pelajaran untuk dipelajari dan mengapa ia diharapkan mempelajarinya.
2. Menciptakan kesadaran yang tinggi pada
pelajaran akan pentingnya memililki skill dan pengetahuan yang akan diberikan
oleh program pendidikan itu.
Berdasarkan prinsip-prinsip
tersebut, menunjukkan bahwa penerapan model pendekatan pembelajaran
kolaborasi dalam membelajarkan peserta didik di sekolah
dasar dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar peserta didik, walaupun
bukan satu-satunya pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu guru yang mengetahui kemampuan peserta didik
baik secara individu maupun secara kelompok dalam belajar, persoalan-persoalan
belajar dan pembelajaran, tingkat kesulitan belajar peserta didik dan
memecahkan dengan berbagai tindakan yang tepat.
2.6.
Model Pembelajaran Kolaborasi
Pembelajaran
kolaborasi (Colaboration Learning) merupakan model pembelajaran yang menerapkan
paradigma baru dalam teori-teori belajar (Yufiarti 2003). Pendekatan ini
menggambarkan sebagai suatu model pembelajaran dengan menumbuhkembangkan
peserta didik untuk bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan.
Pendekatan kolaborasi bertujuan agar peserta didik dapat membangun
pengetahuan melalui dialog, saling membagi pengalaman dan informasi di antara
sesamanya dan dapat meningkatkan kemampuan mental yang tinggi bagi peserta
didik. Model pembelajaran kolaborasi dapat digunakan untuk semua mata pelajaran
dalam menumbuhkembangkan sharing of information di antara sesama peserta
didik.
Kegiatan pembelajaran kolaboratif,
peserta didik bekerja sama menyelesaikan masalah yang sama, dan secara
individual menyelesaikan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari masalah.
Dengan demikian selama berkolaborasi peserta didik bekerja sama dan mandiri
membangun pemahaman konsep yang sama dan menyelesaikan setiap bagian dari
masalah atau tugas yang diberikan.
Pendekatan kolaboratif dipandang
sebagai suatu proses membangun dan mempertahankan konsepsi yang sama tentang
suatu masalah. Dari sudut pandang ini bahwa pembelajaran kolaboratif menjadi
efektif karena setiap anggota kelompok dituntut untuk memiliki kemampuan
berinteraktif dengan berbagai sumber belajar dan memecahkannya secara bersama
dalam kelompok. Para ahli berpendapat bahwa berpikir bukanlah sekedar
memanipulasi objek-objek mental, melainkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sebagai sumber belajar.
Dalam menerapkan model kolaboratif di kelas, guru membagi
otoritas dengan peserta didik dalam mendorong peserta didik untuk
menggunakan pengetahuan awal mereka,
menghormati rekan kerjanya dan memfokuskan diri pada pemahaman tingkat tinggi.
Peran guru dalam model pembelajaran
kolaboratif adalah sebagai mediator. Guru menghubungkan informasi baru terhadap
pengalaman peserta didik dengan proses pembelajaran di bidang lain, membantu
peserta didik menentukan apa yang harus dilakukan jika peserta didik mengalami
kesulitan dan membantu mereka belajar tentang bagaimana caranya belajar aktif.
Guru sebagai mediator menyampaikan informasi
dan tugas-tugas yang jelas untuk dikerjakan oleh peserta didik, dan mendorong
peserta didik memaksimalkan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diberikan dengan menggunakan berbagai sumber yang tersedia. Dengan demikian
maka guru berfungsi sebagai fasilitator, model dan sebagai pelatih. Sebagai
fasilitator guru menciptakan lingkungan dan kreativitas yang kaya dan beragam
untuk membantu peserta didik dalam membangun pengetahuannya. Disamping itu guru
harus berperan sebagai mengatur lingkungan fisik, tata letak perabot dalam ruang,
menyediakan sumber daya dan peralatan yang dapat menunjang belajar peserta
didik, mengatur lingkungan sosial yang dapat mendukung pembelajaran peserta
didik meliputi mengelompokkan peserta didik secara heterogen, dan mengajak
mengembangkan struktur sosial yang mendorong munculnya perilaku yang sesuai
untuk berkolaborasi antar peserta didik, memberikan tugas menantang yang dapat
memunculkan interaksi antar peserta didik dengan lingkungan fisik maupun sosial
di sekitarnya.
Peran sebagai model dapat diwujudkan
dengan cara membagi pikiran tentang suatu hal atau menunjukkan pada peserta
didik tentang bagaimana melakukan sesuatu, guru menunjukkan pada peserta didik
bagaimana cara berpikir sewaktu melalui situasi kelompok yang sulit dan melalui
masalah komunikasi yang sama pentingnya dengan memberikan cara membuat perencanaan, penyelesaian tugas dan
mengukur apa yang sudah dipelajari.
Peran guru sebagai pelatih
yakni menyediakan bantuan secukupnya bagi peserta didik yang membutuhkan
sehingga tetap memegang tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri. Hal ini perlu dilakukan
dengan memberikan petunjuk dan umpan balik, mengarahkan kembali usaha peserta
didik serta membantu mereka dengan menggunakan strategi tertentu.
Ciri kelas yang menerapkan model
pembelajaran kolaboratif antara lain peserta didik aktif dalam belajar diskusi
kelompok / mandiri, presentasi, simulasi
/ bermain peran dan bekerja secara individu dalam memantapkan pemahamn
kompetensi. Dengan demikian, semua peserta didik dapat belajar dari peserta
didik yang lain dan tidak ada peserta didik yang tidak mempunyai kesempatan
untuk memberikan masukan, menerima dan
menghargai masukan yang diberikan sesama teman.
Model pembelajaran
kolaboratif dapat digambarkan bahwa semua peserta didik aktif saling
berinteraksi secara alami dalam membahas, menemukan, merangkaikan,
mengungkapkan, mencatat, mendengarkan, mendefinisikan, mengidentifikasi dan
memecahkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya baik secara kelompok
mapun secara individu. Dengan berkomunikasi aktif antar peserta didik akan terjalin hubungan yang baik dan saling
menghargai. Dalam kondisi ini guru hendak mengamati dengan cermat cara kerja
dan komunikasi peserta didik untuk menjadi pembanding apabila peserta
didik memerlukan bantuan.
Kolaborasi dalam sebuah pembelajaran,
guru memberikan tugas kerja kelompok dengan
tujuan yang sama. Setiap peserta didik
dalam kelompok saling berkolaborasi dengan membagi pengalaman. Dari
pengalaman yang dimiliki masing-masing kelompok, disimpulkan secara bersama.
Dalam hal ini guru berperan sebagai pembimbing dan membagi tugas diskusi. Oleh
karena demikian untuk mengaktifkan kelompok diskusi berjalan dengan baik dan
memperoleh hasil yang optimal maka guru harus memiliki program perencanaan yang
dikerjakan dengan baik.
Penerapan model pembelajaran kolaboratif pada hakekatnya
adalah membangun pengetahuan dan keterampilan yang terbagi di antara sesama
peserta didik. Peserta didik, sumber belajar dan guru dipandang sebagai pusat
pilihan informasi pengetahuan dan keterampilan yang perlu dibangun. Situasi ini
jelas berbeda dengan situasi yang terjadi dalam kelas yang menerapkan
pembelajaran tradisonal. Model pembelajaran tradisional guru dipandang sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan
yang mengalir satu arah dari guru ke peserta didik dan semua pembelajaran
berpusat pada guru. Untuk mencapai tujuan yang efektif, guru perlu menciptakan
berbagai cara proses pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, sehingga dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
2.7.
Langkah-langkah Pembeajaran Kolabortif
Untuk mengoptimalkan penerapan
model pembelajaan kolaborasi dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik
dalam pembelajaran, guru harus menguasai strategi dalam mendesain rencana
pelaksanaan pembelajaran yang berbasis kolaborasi, antara lain:
1. Guru
membagi kelompok diskusi terdiri dari 4-6 orang peserta didik.
2. Guru
menjelaskan secara singkat cara-cara menyelesaikan tugas dan termasuk alokasi
waktu yang digunakan untuk setiap tahapan kegiatan pembelajaran.
3. Guru
membagi tugas yang dikerjakan untuk setiap kelompok
4. Guru
meminta peserta didik memajangkan hasil diskusi kelompoknya
5. Guru
meminta peserta didik secara individu untuk mencatat hasil diskusi kelompok
lain.
6. Guru
meminta ketua kelompok membacakan hasil diskusi kelompok dan kelompok lain
memberikan perbaikan, jika diperlukan
7. Peserta
didik dan guru secara bersama-sama menyimpulkan hasil pembelajaran, selanjutnya
guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk dikerjakan secara individu
dalam memantapkan pemahaman terhadap kompetensi yang harus dicapai serta
tindakan yang tepat apabila peserta didik belum menguasai kompetensi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan
penelitian diskriptif yang menggambarkan bagaimana teknik proses pembelajaran
diterapkan dan bagaimana melakukan tindakan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui masalah selama proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas.
Menurut Sukidin dkk, (2002L54) ada empat macam bentuk penelitian tindakan,
yaitu (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan
kolaboratif, (3) penelitian tindakan
simulatif terinteratif dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan ini ada persamaan dan perbedaannya. Menurut
Oja dan Smulyan sebagaiman dikutip oleh Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk
2002:55), menyebutkan bahwa ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung pada
(1) tujuan utamanya atau pada tekanannya (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan
peneliti dari luar (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian dan (4)
hubungan antara proyek dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan
guru, dimana guru berperan sebagai pelaksana pembelajaran dan peneliti
mengamati selama pembelajaran berlangsung. Hal ini dilakukan oleh peneliti
dengan tujuan untuk mengetahui proses peningkatan prestasi peserta didik dalam
pembelajaran di kelas V sekolah dasar. Penelitian berorientasi pada perbaikan program
pembelajaran yang berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyebutkan
bahwa model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian
tindakan pada setiap siklus meliputi perencanaan, observasi dan refreksi, dan
berjalan terus serta di sesuaikan dengan kebutuhan dalam memperbaiki program
pembelajaran.
3.1.
Tempat, waktu dan Subjek Penelitian
3.1.1.
Tempat
Penelitian
Penelitian
untuk memperoleh data yang di inginkan
bertempat pada SD Inpres Sikumana 2 Kota Kupang Tahun Pelajaran 2017/2018
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilangsungkan dalam
waktu semester genap
pada bulan Maret-April
Tahun
pelajaran 2017/2018
3.1.3.
Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah peserta didik
kelas V dan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran.
3.2.
Rancang Bangun Penelitian
Menurut pengertiannya
penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal yang terjadi di masyarakat
yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi 2002:82). Ciri utama dalam penelitian
tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan
kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah suatu strategi pemecahan masalah
yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang
dicoba dan mendeteksi permasalahan dan memecahkannya. Dalam
proses pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling mendukung satu sama lain. Untuk
mencapai tujuan yang lebih optimal dalam penelitian, para peneliti perlu
memperhatikan beberapa prinsip-prinsip penelitian tindakan antara lain: (1)
Permasalahan atau topik yang dipilih
harus memenuhi kriteria yaitu benar-benar nyata dan penting, menarik perhatian
dan mampu ditangani serta dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan
perubahan, (2) Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang
dilakukan tidak boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama, (3)
Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif, artinya terpilih dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu,
dana dan tenaga, (4) Metodologi yang
digunakan harus jelas, rinci dan
terbuka, setiap langkah dari tindakan dirumuskan dengan jelas sehingga orang yang berminat terhadap
penelitian dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya, (5) Kegiatan
penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang berkelanjutan (on-going) mengingat bahwa pengembangan
dan perbaikan terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti
tetapi menjadi tantangan sepanjang waktu
(Arikunto, Suharsimi, 2002:82:82). Sesuai dengan jenis penelitian yang
dipilih yakni penelitian tindakan, maka
penelitian ini menggunakan model penelitian
tindakan Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), adalah
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Kegiatan setiap siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observasi
(pengamatan) dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah
direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I
dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Gambar
alur tindakan untuk setiap siklus dari
tahap-tahap penelitian tindakan sebagai berikut :
Gambar
Alur Tindakan
Penjelasan Alur Kegiatan:
1. Rancangan rencana awal, sebelum mengadakan penelitian
menyusun rumusan masalah, tujuan dan
membuat rencana tindakan termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan
perangkat pembelajaran.
2. Kegiatan
dan pengamatan meliputi tindakan yang
dilakukan oleh peneliti sebagai upaya
membangun pemahaman konsep peserta didik, mengamati dampak dari diterapkannya
pembelajaran kolaborasi.
3. Refleksi,
peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan.
4. Kegiatan
revisi, berdasarkan hasil refleksi dari hasil pengamatan dan membuat perbaikan
untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.
5. Kegiatan
Observsi dibagi dalam tiga putaran, yakni putaran pertama, kedua, dan ketiga. Kegiatan
setiap siklus/ putaran meliputi rencana, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Dari masing-masing siklus / putaran diakhiri dengan tes. Tindakan perbaikan
setiap putaran terus berkelanjutan dan
akan dihentikan jika sudah sesuai dengan
kebutuhan dan dirasa cukup.
3.3. Alat
Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam
penelitian adalah tes buatan guru yang fungsinya untuk (1) mengetahui peserta
didik yang menguasai kompetensi dalam waktu tertentu, (2) mengetahui tujuan
pembelajaran yang di capai dan (3) memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi,
2002:149).
Tujuan dari tes adalah untuk mengetahui
ketuntasan belajar peserta didik secara individu maupun secara klasikal.
Disamping itu untuk mengetahui akar permasalahan yang terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung dan kelemahan apa yang menyebabkan peserta didik sulit
menguasai kompetensi dan mencari tindakan yang tepat dalam memecahkannya.
Untuk memperkuat data yang di kumpulkan
selama penelitian menggunakan metode observasi (pengamatan) yang dilakukan oleh
peneliti untuk mengetahui permasalahan aktivitas guru dan motivasi peserta
didik dalam proses kegiatan
pembelajaran.
3.4.
Analisis Data
Dalam menyusun dan mengelola data yang terkumpul dan dapat menghasilkan
kesimpulan yang dapat dipertanggung jawabkan melalui laporan adalah menggunakan
analisis data kuantitatif. Perhitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar
peserta didik dalam proses pembelajaran adalah :
(1).Merekapitulasi
hasil tes
(2)
Menghitung jumlah skor yang
masing-masing peserta didik berdasarkan
penguasaan kompetensi.
(3).Merekapitulasi hasil
pengamatan meliputi :minat, perhatian dan partisipasi peserta didik, serta
aktivitas guru dalam pembelajaran.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data
penelitian diperoleh dari hasil tes, data observasi berupa pengamatan
pelaksanaan pembelajaran, minat, perhatian dan partisipasi peserta didik pada
setiap putaran. Data observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran
dan data pengamatan motivasi peserta didik dalam pembelajaran yang digunakan
untuk pengetahui pengaruh penerapan pembelajaran kolaborasi
dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Data hasil tes
digunakan untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar peserta didik setelah
diterapkannya pembelajaran kolaborasi. Analisis data tindakan persiklus dan
pembahasan sebagai berikut :
4.1. Analisis
Data Tindakan
1. Siklus I
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti bersama guru menyiapkan
rencana pelaksanaan pembelajaran, tes, sumber belajar dan lembar observasi
minat, perhatian, dan partisipasi peserta didik serta aktivitas guru dalam
pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama.
b. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan pembelajaran pada siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah peserta didik 26 orang dan pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan
pembelajaran yang telah disusun. Pengamatan dilakukan selama pelaksanaan
pembelajaran dan pada akhir pelaksanaan pembelajaran peserta didik diberi tes
uraian dengan tujuan untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran yang telah dilakukan.
Data
hasil penelitian pada siklus pertama diperolah sebagai berikut :
Table 1 Hasil Tes peserta didik Pada Siklus I
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
Kriteria Ketuntasan belajar
|
Nilai
Peserta didik
|
Tuntas/
Belum
Tuntas
|
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan/maritim dan
agraris serta pengaruhnya terhadap
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.
|
1. Mengidentifikan
karakteristik
geografis
indonesia
sebagai negara
kepulauan/
maritim
2. Mengindentifikan
karakteristik
geografis
indonesia
sebagai negara
agraris
|
60
60
|
60
50
|
Tuntas
Belum
Tuntas
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa dengan menerapkan pembelajaran kolaborasi diperoleh prosentase
hasil belajar peserta didik 55.00 % belum tuntas
secara individu kurang dari 60.00 % dari 26
orang peserta didik. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama
peserta didik memperoleh nilai kurang dari persentase ketuntasan yang
dikehendaki. Hal ini disebabkan karena peserta didik kurang memahami apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dalam menerapkan pembelajaran kolaborasi.
c. Analisis Data Minat, Perhatian, dan Partisipasi
1. Minat
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 10 orang peserta didik (38.47%) memiliki minat baik, 11 orang peserta didik (42.30%) memiliki perhatian cukup, dan 5 orang peserta
didik (19.23 % memiliki minat kurang.
2. Perhatian
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 6 orang peserta didik (23.07%) memiliki perhatian baik, 10 orang peserta didik (38.46%)
memiliki perhatian cukup, dan 10 orang peserta didik (38.46%) memiliki perhatian kurang.
3. Partisipasi
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 12 orang peserta didik (46.15 %) memiliki partisipasi baik, 13 orang peserta didik (50.00%) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 % memilik pastisipasi kurang.
d. Refleksi
Dalam
pelaksanaan pembelajaran pada putaran pertama diperoleh informasi dari hasil
pengamatan bahwa :
1) Peserta didik kurang perhatian dan partisipasi
dalam pembelajaran
2) Guru
kurang memotovasi peserta didik dalam pembelajaran
3) Guru kurang memanfaatkan waktu dengan efektif.
e. Refisi
Pelaksanaan pembelajaran
pada siklus I terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga perlu direvisi sebelum
dilaksanakan pada siklus berikutnya.
1. Guru
hendaknya mengajak peserta didik aktif dalam pembelajaran.
2. Guru
perlu mengelola waktu secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang
dirasa perlu oleh peserta didik.
3. Guru harus memotivasi peserta didik agar
memiliki perhatian dan partisipasi aktif dalam menyelesaikan tugas dengan baik.
2. Siklus II
a. Tahap
perencanaan
Pada tahap ini peneliti
bersama guru mempersiapkan perangkat rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan
dilaksanakan pada siklus ke II, tugas yang kerjakan peserta didik dan alat-alat
pendukung pembelajaran serta lembar observasi.
b. Tahap
kegiatan pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus
II dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah siswa 26
orang. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah revisi pada siklus I, sehingga kesalahan dari siklus I tidak
terulang pada siklus II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan selama pelaksanaan
pembelajaran berlangsung. Pada akhir pelaksanaan pembelajaran peserta didik
diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan peserta didik
dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan
adalah tes uraian. Adapun data hasil pada siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Hasil
Tes peserta didik pada Siklus II
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
Kriteria Ketuntasan belajar
|
Nilai
Peserta didik
|
Tuntas/
Belum
Tuntas
|
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan/maritim dan
agraris serta pengaruhnya terhadap
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.
|
1. Mendeskripsikan
pengaruh
geografis
indonesia
terhadap
kehidupan
ekonomi,
2. Mendeskripsikan
pengaruh
geografis
indonesia
terhadap
kehidupan
sosial
|
60
65
|
66
66
|
Tuntas
Tuntas
|
Dari tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa dengan menerapkan pembelajaran
kolaborasi diperoleh prestasi belajar peserta didik secara individu tuntas dari 26
orang peserta didik. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus kedua secara
individu peserta didik tuntas belajar, karena memperoleh nilai sebesar 66.00
% lebih dari 62.50 % ketuntasan yang dikehendaki dan peserta didik sudah
memahami apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dalam menerapkan pembelajaran
kolaborasi.
c. Analisis Data Minat, Perhatian, Partisipasi.
1. Minat
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 13 orang
peserta didik (50 %) memiliki minat baik, 12 orang peserta didik (46.15 %) memiliki minat cukup, dan 1
orang peserta didik (3.84 %) memiliki minat kurang.
2. Perhatian
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 14 orang peserta didik (53.84%) memiliki perhatian baik, 11 orang peserta didik (42.30 %) memiliki perhatian cukup dan 1 orang peserta didik (3.84
%) memiliki perhatian kukrang .
3. Partisipasi
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 15 orang peserta didik (57.69%) memiliki partisipasi baik, 10
orang peserta didik (38.46
%) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %)
memiliki partisipasi kurang.
d. Refleksi
Dalam pelaksanaan
kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan pada siklus II
adalah:
1. Guru dalam memotivasi peserta didik mulai
nampak
2. Dedikasi guru dalam mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk
menyelesaikan tugas-tugas
telah maksimal.
3. Guru dalam mengelola waktu sudah optimal
e. Refisi Rancangan
Pelaksanaan pembelajaran pada
siklus II telah menunjukkan
kemajuan, tetapi masih terdapat
kekurangan-kekurangan, maka perlu
tindakan revisi untuk dilaksanakan
pada siklus III antara lain:
1. Guru harus kreatif dan inovatif dalam memotivasi
peserta didik
2. Guru
harus dekat dengan peserta didik sehingga tidak memunculkan
perasaan takut bagi peserta
didik untuk mengemukakan pendapat
3. Guru harus
memiliki keikhlasan dalam membimbing peserta didik
4. Guru
sedapat mungkin mengelola kegiatan pembelajaran sesuai dengan
waktu yang ditetapkan.
5. Guru
sebaiknya membudayakan memberi tugas-tugas yang bervariasi
dan menantang untuk
dikerjakan peserta didik pada setiap akhir
pembelajaran untuk menunjang
tercapainya kompetensi.
3. Siklus III
a. Tahap
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti bersama
guru mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, tugas-tugas yang
dikerjakan oleh peserta didik, lembar observasi dan alat pendukung lainnya.
b. Tahap pelaksanaan pembelajaran dan pengamatan
Pelaksanaan pembelajaran pada
siklus III dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2018 di kelas V dengan jumlah peserta didik 26
orang. Pelaksanaan pembelajaran mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran
yang telah di revisi pada siklus II, sehingga kesalahan pada siklus II tidak
terulang pada siklus III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan selama pembelajaran
berlangsung.
Pada akhir pelaksanaan pembelajaran
peserta didik diberi tugas secara individu dengan tujuan untuk mengetahui
tingkat keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran yang telah dilakukan. Instrumen
yang digunakan adalah tes uraian. Adapun data hasil pada siklus III dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tabel .3 Hasil
Tes peserta didik pada Siklus III
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
Kriteria Ketuntasan belajar
|
Nilai
Peserta didik
|
Tuntas/
Belum
Tuntas
|
3.1.Mengidentifikasi karakteristik geografis Indonesia
sebagai negara kepulauan/maritim dan
agraris serta pengaruhnya terhadap
kehidupan ekonomi, sosial, budaya, komunikasi, serta transportasi.
|
1. Mendeskripsikan
Pengaruh
geografis Indo.
terhadap
kehidupan budaya
2. Mendeskripsikan
pengaruh
geografis Indo.
terhadap
kehidupan
komunikasi
3. Mendeskripsikan
pengaruh
geografis
indonesia
terhadap
kehidupan
transportasi
|
50
40
60
|
60
50
60
|
Tuntas
Tuntas
Tuntas
|
Dari tabel dapat dijelaskan bahwa
dengan menerapkan pembelajaran kolaborasi diperoleh prestasi
belajar peserta didik secara individu tuntas dari 26
orang peserta didik. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus ketiga secara
individu peserta didik tuntas belajar, karena memperoleh nilai lebih dari
50.00 % ketuntasan belajar yang di kehendaki yakni sebesar 56.66 %
dan peserta didik sudah lebih memahami
apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan pembelajaran
kolaborasi. Hasil pada siklus III mengalami peningkatan lebih baik dari siklus
I dan II. Adanya peningkatan hasil
belajar peserta didik pada siklus III disebabkan adanya peningkatan kemampuan
kreativitas dan inovatif guru dalam
menerapkan pembelajaran kolaboratif, dan di sertai dengan tingkat kemampuan,
minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas mengalami
peningkatan.
c. Analisis data Minat, Perhatian, Partisipasi
1. Minat
Dari analisis data diperoleh
hasil dari 26 orang peserta didik, 16 orang peserta didik (61.53%)
memiliki minat baik, 10 orang peserta didik ( 38.46% memiliki
minat cukup dan orang peserta didik (0 %) memiliki minat kurang.
2. Perhatian
Dari analisis data diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 17
orang peserta didik (65.33%) memiliki perhatian baik, 9
orang peserta didik (34.61 %) memiliki perhatian cukup, dan orang peserta didik (0 %)
memiliki perhatian kurang.
3. Partisipasi
Dari analisis data
diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 16
orang peserta didik (61.53%) memiliki
partisipasi baik, 10 orang peserta didik (38.46
%) memiliki partispasi cukup, dan orang
peserta didik (0 %) memiliki
partisipasi kurang.
d. Refleksi
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik dan
kekurangan-kekurangan dalam penerapan pembelajaran kolaboratif. Dari data yang diperoleh dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Penerapan
pembelajaran kolaboratif telah dilaksanakan dengan baik, meskipun ada beberapa
aspek yang masih kurang, tetapi prosentase hasil untuk masing-masing aspek
cukup tinggi.
2. Berdasarkan
data hasil pengamatan diketahui bahwa tingkat perhatian, minat dan partisipasi
peserta didik aktif dalam pembelajaran.
3. Kekurangan
pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan kreativitas dan
inovatif guru dalam memotivasi peserta didik meningkat.
4. Hasil belajar peserta didik pada siklus
III mencapai ketuntasan secara individu
maupun secara klasikal.
e. Refisi
Pelaksanaan
Pelaksanaan pembelajaran
pada siklus III guru telah memiliki kemampuan dalam menerapkan pembelajaran
kolaboratif dengan baik dan dilihat dari aktivitas serta hasil belajar peserta
didik meningkat. Oleh karena itu maka tidak diperlukan lagi revisi terlalu
banyak, tetapi yang perlu diperhatikan adalah memaksimalkan dan mempertahankan
apa yang telah dicapai dengan harapan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran
selanjutnya guru harus memiliki kemampuan, komitmen, kreativitas dan inovatif
dengan menggunakan berbagai strategi pembelajaran bervariatif yang dapat
mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran.
4.2. Pembahasan
1. Ketuntasan
hasil belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
kolaborasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta
didik. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya pemahaman peserta didik
terhadap kompetensi (ketuntasan belajar meningkat) dari masing-masing siklus yakni siklus I. 55.00
%, Siklus II. 66.00 %, dan siklus III. 56..66 %. Pada siklus II dan III ketuntasan belajar peserta
didik secara individu maupun secara klasikal telah di capai.
2. Kemampuan
Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Berdasarkan analisis data,
diperoleh bahwa aktivitas kemampuan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran kolaborasi pada setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap peningkatan prestasi belajar peserta
didik dari setiap putaran yang terus mengalami peningkatan.
3. Minat,
Perhatian dan Partisipasi peserta didik dalam pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh
hasil bahwa minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran dengan
menerapkan pembelajaran kolaborasi aktif belajar sesama anggota kelompok, saling
mendengar, menerima, memberi, memperhatikan tugas-tugas, aktif mengkaji, berdiskusi, presentasi, maupun
bekerja secara individu. Penerapan pembelajaran kolaborasi dapat dikatakan
bahwa aktivitas peserta didik dalam pembelajaran dapat dikategorikan mengalami peningkatan.
4. Analisis Data
Minat, Perhatian, Partisipasi
a. Minat
Dari analisis data siklus I diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 10
orang peserta didik (38.47%) memiliki minat baik, 11 orang
peserta didik (42.30%) memiliki perhatian cukup, dan 5 orang peserta didik (19.23 %
memiliki minat kurang. Siklus II diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 13
orang peserta didik (50
%) memiliki minat baik, 12
orang peserta didik (46.15
%) memiliki minat cukup, dan 1
orang peserta didik (3.84
%) memiliki minat kurang. Siklis III diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 16
orang peserta didik (61.53%)
memiliki minat baik, 10
orang peserta didik (
38.46% memiliki minat cukup dan orang peserta didik (0
%) memiliki minat kurang
Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan
pembelajaran kolaborasi dapat meningkatkan minat peserta didik terhadap pembelajaran.
b. Perhatian
Dari analisis data siklus I diperoleh hasil dari 26 orang
peserta didik, 6
orang peserta didik (23.07%)
memiliki perhatian baik, 10 orang peserta didik (38.46%)
memiliki perhatian cukup, dan 10
orang peserta didik (38.46%)
memiliki perhatian kurang. Siklus II diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik, 14
orang peserta didik (53.84%)
memiliki perhatian baik, 11
orang peserta didik (42.30
%) memiliki perhatian cukup dan 1 orang peserta didik (3.84 %)
memiliki perhatian kukrang. Siklus III diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 17
orang peserta didik (65.33%)
memiliki perhatian baik, 9
orang peserta didik (34.61
%) memiliki perhatian cukup, dan orang
peserta didik (0
%) memiliki perhatian kurang
Dari hasil ini dapat di interpretasikan bahwa
penerapan pendekatan pembelajaran kolaborasi
dapat meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran di sekolah
dasar
c. Partisipasi
Dari analisis data siklus I diperoleh
hasil dari
26 orang peserta didik, 12
orang peserta didik (46.15
%) memiliki partisipasi baik, 13
orang peserta didik (50.00%)
memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 % memilik
pastisipasi kurang. Siklus II diperoleh hasil
dari 26
orang peserta didik, 15
orang peserta didik (57.69%)
memiliki partisipasi baik, 10
orang peserta didik (38.46
%) memiliki partisipasi cukup, dan 1 orang peserta didik (3.84 %)
memiliki partisipasi kurang. Siklus III diperoleh hasil dari 26 orang peserta didik 16
orang peserta didik (61.53%) memiliki partisipasi baik, 10
orang peserta didik (38.46
%) memiliki partispasi cukup, dan orang
peserta didik (0
%) memiliki partisipasi kurang.
Dari hasil
analisis tersebut dapat di simpulkan bahwa penerapan pendekatan
pembelajaran kolaborasi dapat
meningkatkan partisipasi peserta didik dalam pembelajaran di sekolah
dasar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dipaparkan dari tiga siklus dan hasil seluruh pembahasan serta
analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Penerapan
pendekatan pembelajaran kolaborasi dapat meningkatkan prestasi peserta
didik dalam pembelajaran di sekolah dasar
2. Penerapan
pendekatan pembelajaran kolaborasi
memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar peserta
didik yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar peserta didik dalam
setiap putaran, yaitu putaran I (55, 00 %
), putaran II (66.00 ),
dan putaran III (56.66 %)
3. Peserta
didik dapat bekerja sama dalam kelompok dan mandiri serta mampu mempertanggung
jawabkan tugas-tugas yang dikerjakan dengan baik.
4. Penerapan
pendekatan pembelajaran kolaborasi mempunyai pengaruh positif terhadap
peningkatan minat, perhatian dan partisipasi peserta didik dalam di sekolah
dasar
5.2. Saran
Dari
hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses pembelajaran
lebih efektif untuk mendapatkan hasil yang optimal peneliti menyarankan
sebagai berikut:
1 Perlu adanya
penelitian tindakan lebih lanjut, karena hasil penelitian tindakan ini hanya
dilakukan di kelas V tahun pembelajaran
2017/2018.
2. Penelitian
tindakan yang serupa perlu dilakukan perbaikan untuk memperolah hasil yang
lebih baik.
3. Perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
guru dalam memahami
pendekatan pembelajaran kolaborasi.