Selasa, 16 April 2013

KAJIAN TENTANG PRESTASI BELAJAR, MOTIVASI BELAJAR, SERTA AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR DAN PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI- SMP ADHYAKSA 2 KUPANG



KAJIAN TENTANG PRESTASI BELAJAR, MOTIVASI BELAJAR, SERTA
AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN  SIKLUS
BELAJAR DAN  PADA PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI-
SMP ADHYAKSA 2 KUPANG

 
Oleh

Hamzah
 LPMP NTT



BAB I
PENDAHULUAN


1.1   Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh manusia secara sadar guna menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup manusia. Melalui proses pendidikan perubahan - perubahan kualitas hidup manusia akan dapat diwujudkan. Hal ini berarti kegiatan yang dilaksanakan oleh manusia dari zaman ke zaman memiliki suatu tujuan tertentu.
Pencapaian tujuan pendidikan dapat diraih melalui kegiatan pembelajaran. Pembelajaran merupakan aktivitas belajar mengajar yang di dalamnya terdapat dua subyek yaitu pendidik dan peserta didik. Tugas dan tanggung jawab utama seorang pendidik adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien dan positif yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif diantara pendidik sebagai penginisiatif awal, pengarah dan pembimbing, sedang peserta didik yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.
            Dalam proses pembelajaran seorang pendidik berkewajiban menumbuh kembangkan motivasi dalam diri peserta didik secara efektif karena keberhasilan suatu pembelajaran sangat dipengaruhi oleh adanya penyediaan motivasi atau dorongan.
            Pendidik yang inovatif dapat menumbuhkan motivasi kepada peserta didik melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik, seperti foto, diagram sehingga peserta didik terangsang untuk belajar dan terlibat aktif dalam pembelajaran karena dia melihat bahwa sistem pembelajaran cenderung memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya sehingga timbul usaha yang tinggi dalam belajar untuk mencapai kebutuhannya.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang teroganisasi tentang kegiatan msyarakat social di  sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Selain itu mata pelajaran social  adalah program untuk menanamkan dan pengembangan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah dan sosial pada siswa, serta mencintai dan menghargai kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Mata pelajaran IPS yang mempelajari sifat manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungannya sehingga terbentuk pola masyarakat yang memberikan sebuah norma-norma sebagai hasil hubungann sosial .
Dalam mempelajari konsep-konsep norma sosial tidak hanya terpaku terhadap teori-teori yang ada dalam buku pegangan tetapi bisa juga dijumpai dalam lingkungan sekitar dan dikaitkan dengan teori yang ada. Keterkaitan konsep-konsep dalam nor- ma sosial dalam kehidupan nyata dapat diamati secara langsung melalui gejala sosial  yang terjadi di lingkungan sekitar, karena pada hakekatnya setiap individu tidak akan terlepas dengan lingkungan. Adanya keterkaitan antara individu dengan lingkungan baik lingkungan fisik dan lingkungan non fisik akan selalu terjadi, termasuk siswa yang belajar norma-norma sosial. Dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah, siswa dapat menyikapi mengapa dan bagaimana gejala fenomena sosial yang  terjadi.
Dengan demikian pendekatan baru dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial  adalah merupakan suatu keyakinan bahwa pengajaran IPS harus diajarkan pada siswa sehingga dapat membawa siswa ke arah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan, mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya secara utuh (self- actualyzed), melakukan pendekatan baru terhadap situasi untuk memecahkan masalah melalui pemikiran yang mendalam dengan mengkombinasikan unsur- unsur kemampuan yang dimiliki yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pembelajaran konstruktivistik merupakan suatu pembelajaran dengan siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan pemahamannya terkait dengan belajar mengajar. Adanya paradigma konstruktivistik berpengaruh kepada strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Pada proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator dan siswa sebagai pembelajar aktif sehingga pembelajaran tidak berpusat kepada guru tetapi berpusat pada siswa (student centered). Pelaksanaan proses pembelajaran IPS diharapkan menggunakan model pembelajaran yang berorientasi konstruktivistik, yang salah satunya adalah model pembelajaran Learning Cycle.
Learning Cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), berupa rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi- kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Dasna:2007).
 Learning Cycle yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu Learning Cycle yang terdiri dari 5 fase, yaitu fase pendahuluan (Engangement), eksplorasi (Exploration), fase penjelasan (Explaination), fase penerapan konsep (Elaboration) dan fase evaluasi (Evaluation).
Pembelajaran Learning Cycle sangat cocok digunakan untuk mengajarkan materi yang banyak melibatkan konsep, prinsip, aturan serta perhitungan secara matematis. Aktivitas dalam pembelajaran Learning Cycle lebih banyak ditentukan oleh siswa sehingga siswa menjadi lebih aktif. Dalam proses pembelajaran Learning Cycle setiap fase dapat dilalui jika konsep pada fase sebelumnya sudah dipahami. Setiap fase yang baru dan sebelumnya saling berkaitan sehingga membuat siswa lebih mudah mengerti dan memahami kompetensi.
Prestasi belajar merupakan kecakapan nyata (actual adility) yang diperoleh setelah belajar mengalami suatu kecakapan atau pengetahuan tertentu. Kemampuan untuk menguasai bahan pelajaran bagi setiap anak berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena setiap siswa memiliki perbedaan dalan kecerdasan,  bakat, minat, sikap dan sebagainya. Kegiatan akhir dari suatu proses pembelajaran adalah mengukur kemampuan siswa. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah mengadakan aktivitas belajar. Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dengan kemampuan yang maksimal setelah siswa yang bersangkutan mengikuti proses belajar dan mengerjakan soal – soal yang di berikan yang akan menghasilkan nilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul : Kajian tentang Prestasi Belajar, Motivasi Belajar, serta Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran  Siklus Belajar dan  pada Pembelajaran Berbasis Masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.
1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1.     Apakah ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
2.     Apakah ada perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
3.     Apakah ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
4.     Apakah ada perbedaan Kriteria Ketuntasan Minimal yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran siklus belajar dan pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
1.3  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
       1. Untuk mengetahui  perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.
     2. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.
3. Untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara aktivitas belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pada pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
4. Untuk mengetahui perbedaan Kriteria Ketuntasan Minimal yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran siklus belajar dan pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang?
1.4  Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat antara lain : 
1.     Bagi guru bidang studi IPS, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk memperbaiki pembelajaran yang selama ini disampaikan oleh guru bidang studi, untuk meningkatkan prestasi belajar  IPS siswa dalam proses belajar mengajar.
2.     Bagi siswa, dapat memberikan informasi pada siswa bahwa untuk mempelajari IPS terdapat banyak cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah pembelajaran Fenomenologis yang dapat membantu siswa untuk lebih memahami IPS secara konkrit melalui pengamatan langsung terhadap gejala alam disekitar.
3.     Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.













BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1    Belajar Dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa proses belajar sesungguhnya tidak ada proses pendidikan. Dengan belajar, manusia akan mengetahui perubahan yang terjadi, baik dalam dirinya maupun di- dalam lingkungan sekitar. Belajar juga adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dalam proses belajar biasanya terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perilaku berbicara, menulis, bergerak, merasa, memecahkan masalah, serta terampil. Dengan demikian, belajar adalah suatu proses yang dilakukan secara kontinue sehingga mengakibatkan perubahan pada tingkah laku atau pribadi seseorang baik itu pada aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap), maupun aspek psikomotorik (keterampilan).
Terdapat beberapa pendapat para ahli  mengenai pengertian belajar yaitu menurut Skiner (1958); belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Menurut Gagne (1970); belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dari cara belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Menurut Bruner (1960); dalam proses belajar terdapat tiga fase yaitu : informasi, transpormasi dan evaluasi. Bruner mengemukan empat tema pendidikan, tema pertama mengemukan pentingnya arti struktur pengetahuan, tema kedua ialah tentang kesiapan (readines) untuk belajar, tema ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan, tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, untuk mengalami perubahan perilaku belajar yang ditandai dengan ciri-ciri perubahan pada aspek-aspek kepribadian yang berfungsi terus menerus, belajar hanya terjadi dari pengalaman yang bersifat individual, belajar merupakan kegiatan yang bertujuan kearah yang ingin dicapai, belajar menghasilkan perubahan yang menyeluruh, melibatkan seluruh tingkah laku secara integral, belajar adalah proses interaksi dan belajar berlangsung dari yang paling sederhana sampai pada yang kompleks.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan berbagai sumber untuk belajar. Pembelajaran dapat melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai pembelajar dan guru sebagai fasilitator. Yang terpenting dalam kegiatan pembelajaran adalah terjadinya proses belajar (learning process). Sebab sesuatu dikatakan hasil belajar kalau memenuhi beberapa ciri berikut : (1) belajar sifatnya disadari, dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya sedang belajar, timbul dalam dirinya motivasi-motivasi untuk memiliki pengetahuan yang diharapkan sehingga tahapan-tahapan dalam belajar sampai pengetahuan itu dimiliki secara permanen (retensi) betul-betul disadari sepenuhnya. (2) hasil belajar diperoleh dengan adanya proses, dalam hal ini pengetahuan diperoleh tidak secara spontanitas, instant, namun bertahap (sequensial). Seorang anak bisa membaca tentu tidak diperoleh hanya dalam waktu sesaat namun berproses cukup lama, kemampuan membaca diawali dengan kemampuan mengeja, mengenal huruf, kata dan kalimat. Seseorang yang tiba-tiba memiliki kecakapan seperti lari dengan kecepatan tinggi karena akibat doping, bukanlah hasil dari kegiatan belajar, namun efek dari obat atau zat kimia yang dikonsumsinya. (3) Belajar membutuhkan interaksi, khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Seorang siswa akan lebih cepat memiliki pengetahuan karena bantuan dari guru, pelatih ataupun instruktur. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah antara siswa dan guru.
Kaitannya bahwa belajar membutuhkan interaksi, hal ini menunjukan bahwa proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, artinya didalamnya terjadi proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan), Kemp (1975:15) menggambarkan proses komunikasi sebagai berikut :
Gambar 1. Diagram alur komunikasi menurut Kemp.
Pesan yang dikirimkan biasanya berupa informasi atau keterangan dari pengirim (sumber) pesan. Pesan tersebut diubah dalam bentuk sandi-sandi atau lambang-lambang seperti kata-kata, bunyi-bunyi, gambar dan sebagainya. Melalui saluran (channel) seperti radio, televisi, OHP, film, pesan diterima oleh si penerima pesan melalui indera  (mata dan telinga) untuk diolah, sehingga pesan yang disampaikan oleh penyampai pesan dapat diterima dan dipahami oleh si penerima pesan. Lihatlah gambar di bawah ini :
Gambar 2. Diagram gangguan dan hambatan dalam komunkasi
Berdasarkan gambar di atas menunjukan bahwa komunikasi merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat beberapa komponen yang terlibat, diantaranya komunikator, komunikan, channel, message, feed back dan noise /barier. Pesan yang disampaikan oleh komunikator diteruskan oleh saluran atau channel sampai ke komunikan sebagai penerima pesa. Dipahami atau tidaknya sebuah pesan oleh komunikan tergantung dari feed back yang diberikan oleh komunikan. Feedback positif menunjukan bahwa pesan dipahami dengan baik, sebaliknya feedback negatif menunjukan pesan mungkin saja tidak dipahami dengan benar. Untuk membantu penyampaian pesan ini diperlukan saluran berupa media pembelajaran. Faktor yang dapat menyebabkan pesan tidak dipahami dengan baik karena adanya noise dan barier atau hambatan dan gangguan, noise ini dapat dialami oleh komunikator, bisa terjadi pada komunikan , pada pesan juga pada channel. Misalnya siswa tidak mengerti apa yang dijelaskan guru karena kondisi perut sedang sakit, berarti gangguan ada pada komunikan, siswa tidak menerima materi dengan jelas karena saat itu sedang ada pembangunan sehingga suasana berisik mengganggu pendengaran, hal ini salurannya yang terganggu. Guru tidak antusias, tidak bergairah dalam mengajar sehingga siswa kurang mengerti apa yang diterangkan gurunya karena guru tersebut sedang ada  masalah keluarga, hal ini gangguan pada komunikator.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas sebuah komunikasi, baik faktor yang terjadi pada pengirim maupun pada penerima pesan.   Ishak (1995:3) menjelaskan diantaranya :  
  1. Kemampuan berkomunikasi penyampai pesan seperti kemampuan bertutur dan berbahasa dan kemampuan menulis. Sedangkan faktor dari penerima pesan diantaranya kemampuan untuk menerima dan menangkap pesan seperti mendengar, melihat, dan menginterpretasikan pesan.
  2. Sikap dan pandangan penyampai pesan kepada penerima pesan dan sebaliknya. Misalnya , rasa benci, pandangan negatif, prasangka, merendahkan satu diantara kedua belah pihak, sehingga akan menimbulkan kurangnya respon terhadap isi pesan yang disampaikan.
  3. Tingkat pengetahuan baik penerima maupun penyampai pesan. Sumber pesan yang kurang memahami informasi yang ingin dicapai akan mempengaruhi gaya dan sikap dalam proses penyampai pesan. Sebaliknya, penerima pesan yang kurang mempunyai pengetahuan  dan pengalaman terhadap informasi yang disampaikan tidak akan mampu mencerna informasi dengan baik.
  4. Latar belakang sosial budaya dan ekonomi penyampai pesan serta penerima pesan. Ketanggapan penerima pesan dalam merespon informasi tergantung dari siapa dan oleh siapa pesan itu disampaikan.
Berdasarkan uraian di atas, jelas tergambar bahwa media merupakan bagian dari proses komunikasi. Baik buruknya sebuah komunikasi ditunjang oleh penggunaan saluran dalam komunikasi tersebut. Saluran / channel yang dimaksud di atas adalah media. Karena pada dasarnya pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka media yang dimasuk adalah media pembelajaran.
Gambar 3. Digram proses pembelajaran
Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran itu terdapat pesan-pesan yang harus dikomunikasikan. Pesan tersebut biasanya merupakan isi dari suatu topik pembelajaran. Pesan-pesan tersebut disampaikan oleh guru kepada siswa melalui suatu media dengan menggunakan prosedur pembelajaran tertentu yang disebut metode.
Dalam sistem pembelajaran modern saat ini, siswa tidak hanya berperan sebagai komunikan atau penerima pesan, bisa saja siswa bertindak sebagai komunikator atau penyampai pesan. Dalam kondisi seperti itu, maka terjadi apa yang disebut dengan komunikasi dua arah (two way traffic communication) bahkan komunikasi banyak arah (multi way traffic communication). Dalam bentuk komunikasi pembelajaran manapun sangat dibutuhkan peran media untuk lebih meningkatkan tingkat keefektifan pencapaian tujuan/kompetensi. Artinya, proses pembelajaran tersebut akan terjadi apabila ada komunikasi antara penerima pesan dengan sumber/penyalur pesan lewat media tersebut. Menurut Berlo (1960), komunikasi tersebut akan efektif jika ditandai dengan adanya “area of experience” atau daerah pengalaman yang sama antara penyalur pesan dengan penerima pesan
2.2    Model Pembelajaran  Siklus Belajar (Learning Cycle)
Pergeseran paradigma pendidikan dari behavioristik menuju konstruktivistik melahirkan model, metode, pendekatan dan strategi-strategi baru dalam sistem pembelajaran khususnya dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial. Salah satu model pembelajaran yang berbasis pendekatan konstruktivistik adalah siklus belajar (Learning Cycle).
Learning Cycle (LC) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Model pembelajaran Learning Cycle dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget.
Model belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan), dan evaluasi (Fajaroh dan Dasna, 2007).
Siklus belajar pada mulanya terdiri dari fase eksplorasi (exploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase aplikasi konsep (concept application). Siklus belajar 3 fase ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 fase. Siklus belajar yang telah dikembangkan ini terdiri dari 5 fase yaitu:
1.   Fase Pendahuluan (Engagement)
Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Hal penting yang perlu dicapai oleh pengajar pada fase ini adalah timbulnya rasa ingin tahu siswa tentang tema atau topik yang akan dipelajari. Keadaan tersebut dapat dicapai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa tentang fakta atau fenomena yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Jawaban siswa digunakan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah diketahui oleh siswa.
            Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi (Dasna, 2006:79). Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.
2.    Fase Eksplorasi (Exploration)
Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Siswa bekerja memanipulasi suatu obyek, melakukan percobaan (secara ilmiah), melakukan pengamatan, mengumpulkan data, sampai pada membuat kesimpulan dari percobaan yang dilakukan. Dalam kegiatan ini guru sebaiknya berperan sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya).
Sesuai dengan teori Piaget, pada kegiatan eksplorasi siswa diharapkan mengalami ketidak setimbangan kognitif (disequilibrium). Siswa diharapkan bertanya kepada dirinya sendiri: “Mengapa demikian” atau “Bagaimana akibatnya bila..” dan seterusnya. Dengan kegiatan eksplorasi ini, siswa diberi kesempatan untuk menguji dugaan dan hipotesis yang telah mereka tetapkan. Mereka dapat mencoba beberapa alternatif pemecahan, mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat hasil pengamatan dan mengemukakan ide dan mengambil keputusan memecahannya (Dasna, 2006:81).
Kegiatan pada fase ini sampai pada tahap presentasi atau komunikasi hasil yang diperoleh dari percobaan atau menelaah bacaan. Dari komunikasi tersebut diharapkan diketahui seberapa tingkat pemahaman siswa terhadap masalah yang dipecahkan (Dasna, 2007:82).
3.   Fase Penjelasan (Explanation)
Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya. Pada kegiatan ini sangat penting adanya diskusi antar anggota kelompok untuk mengkritisi penjelasan konsep dari siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Pada kegiatan yang berhubungan dengan percobaan, guru dapat memperdalam hubungan antar variabel atau kesimpulan yang diperoleh siswa. Hal ini diperlukan agar siswa dapat meningkatkan pemahaman konsep yang baru diperolehnya.
4.   Fase Penerapan Konsep (Elaboration)
Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperoleh penjelasan alternatif dengan menggunakan data atau fakta yang mereka eksplorasi dalam situasi yang baru. Guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat ekplorasi dengan melakukan percobaan, pengamatan, pengumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan.
5.   Fase Evaluasi (Evaluation)
Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar pada fase ini guru dapat mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima. Kegiatan pada fase evaluasi berhubungan dengan penilaian kelas yang dilakukan guru meliputi penilaian proses dan evaluasi penguasaan konsep yang diperoleh siswa.
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran siklus belajar, mengingat merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa. Siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi berfungsi membantu siswa menemukan konsep pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari model pembelajaran Learning Cycle yang pada dasarnya sesuai dengan pendekatan konstruktivistik. Oleh karena itu model pembelajaran Learning Cycle dirasakan sesuai jika diterapkan pada pembelajaran IPS.
Fajaroh dan Dasna (2007), menyatakan penerapan Learning Cycle dilihat dari segi guru memberi keuntungan karena memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa, penerapan strategi ini memberi keuntungan diantaranya:
1. Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran;
2.  Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa; dan
3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Adapun kelemahan penerapan strategi ini yang harus selalu diantisipasi yaitu sebagai berikut (Soebagio,2000):
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran.
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
2.3    Model  Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah pembelajaran yang bercirikan pada pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya serta peragaan.
Menurut Ibrahim (2003: 15), didalam kelas Problem Based Learning, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru didalam kelas Problem Based Learning antara lain:
i. Mengajukan masalah atau mengorientasi siswa pada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari- hari;
ii. Memfasilitasi/ membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/ percobaan;
iii. Memfasilitasi dialog siswa; dan
iv  Mendukung belajar siswa.
           Sintaks pengajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) seperti pada tabel 2.1.


Tabel 2.1. Sintaks pengajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
Tahap
Tingkah Laku Guru
1
2
Tahap- 1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap- 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yag behubungan dengan masalah tersebut.
Tahap- 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Tahap- 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap- 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses- proses yang mereka gunakan.

Kelebihan model pembelajaran berbasis masalah:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan baik;
2.  Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain; dan
3.  Siswa dapat memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber.
Kelemahan model pembelajaran berbasis masalah:
1. Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai;
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana; dan
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model ini.
2.4    Prestasi Belajar
Menurut Djamarah (1990:27) prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar serta penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dengan segala hal yang dipelajari disekolah yang  menyangkut pengalaman atau kecakapan dan ketrampilan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian.
Prestasi belajar juga merupakan hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar disekolah,yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Belajar penguasan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mutu pengajaran, hasinya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru (Badudu, 1990)
Tirtonegoro (1993;34) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk symbol, anggka , huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu dan merupakan hasil dari pengukuran serta penilaian  hasil belajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu kemampuan optimal yang dicapai  oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan evaluasi dan dinyatakan dalam bentuk angka.
2.5. Motivasi Belajar
Ada beberapa pendapat bahwa tingkah laku manusia didorong oleh motif - motif tertentu. Perbuatan belajar akan berhasil bila berdasarkan motivasi pada diri peserta didik. Peserta didik mungkin dapat dipaksa untuk melakukan suatu perbuatan tetapi dia tidak mungkin dipaksa untuk menghayati perbuatan itu sebagaimana mestinya.
Pendidik dapat memaksakan bahan pelajaran kepada peserta didik, tetapi      tidak mungkin memaksakan untuk belajar dalam arti sebenarnya. Ini berarti tugas pendidik yang paling berat adalah berupaya agar peserta didik mau belajar dan memiliki keinginan belajar terus menerus.
Motivasi  adalah  dorongan  yang  menyebabkan  terjadi  suatu  perbuatan atau       tindakan tertentu.  Perbuatan  belajar  terjadi  karena  adanya  motivasi  yang      mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan  itu  dapat  timbul  dari  dalam  diri  seseorang  yang  belajar atau yang bersumber  dari  kebutuhan  tertentu yang  ingin  mendapat  pemuasan, atau dorongan  yang  timbul  karena  rangsangan  dari luar  sehingga  seseorang melakukan perbuatan.
Motivasi yang timbul karena kebutuhan dari  dalam diri peserta didik dianggap lebih baik  dibandingkan  dengan  motivasi yang  disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun pada praktiknya sering motivasi dari dalam itu tidak ada atau belum timbul. Keadaan ini memerlukan rangsangan dari luar sehingga timbul  motivasi belajar. 
Menurut Mc Donald (1959), motivasi adalah  suatu  perubahan  energi  dalam   diri (pribadi)  yang   ditandai  dengan  timbulnya  perasaan  dan  reaksi  untuk      mencapai tujuan.
Dalam rumusan tersebut ada 3 unsur yang saling berkaitan yaitu sebagai berikut :
a)     Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.
Perubahan tersebut terjadi karena perubahan tertentu pada system neurofisiologis dalam organisme manusia, misalnya karena terjadinya perubahan dalam system pencernaan maka timbul motif lapar.
b)     Motivasi ditandai oleh timbulnya perasaan.
Mula-mula berupa ketegangan psikologis, lalu berupa suasana emosi. Suasana emosi ini menimbulkan tingkah laku yang bermotif. Perubahan ini dapat diamati pada perbuatannya .
Contoh : Seseorang terlibat dalam suatu diskusi, dia tertarik pada masalah yang sedang dibicarakan, karenanya dia bersuara atau mengemukakan pendapatnya dengan kata-kata yang lancar dan cepat.
c)     Motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Pribadi yang bermotivasi memberikan respon-respon kearah tujuan tertentu.
Respon-respon tersebut berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan perubahan energi dalam dirinya. Tiap respons merupakan suatu langkah kearah mencapai tujuan.
Motivasi memiliki dua komponen yaitu :
a)     Komponen dalam (inner component) adalah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa  tidak puas, ketegangan  psikologis. Komponen dalam  adalah  merupakan kebutuhan–kebutuhan yang ingin dipuaskan     
b)     Komponen luar (outer component) yaitu keinginan dan tujuan yang mengarahkan perbuatan seseorang kearah tujuan yang hendak dicapai.
Antara kebutuhan, motivasi, perbuatan/tingkah laku, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan yang erat. Setiap perbuatan disebabkan oleh motivasi.Adanya motivasi karena seseorang merasakan adanya kebutuhan dan untuk mencapai tujuan tertentu pula. Apabila tujuan tercapai maka ia merasa puas. Tingkah laku yang memberikan kepuasan terhadap suatu kebutuhan cenderung untuk diulang  kembali, sehingga menjadi lebih kuat dan mantap. 
Motivasi merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dilihat dari segi fungsi, nilai atau manfaatnya. Motivasi ternyata mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku.

Fungsi Motivasi adalah :             
     1. Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan .  Tanpa  motivasi  tidak  akan timbul perbuatan, misalnya belajar
     2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk  mencapai tujuan yang diinginkan
     3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku  seseorang.  Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Seorang Pendidik bertanggung jawab melaksanakan system  pembelajaran agar berhasil dengan baik dan keberhasilan ini tergantung  pada upaya pendidik membangkitkan motivasi belajar peserta didiknya. 

Pada garis besarnya Motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
1)     Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar peserta didik.Belajar tanpa motivasi sulit untuk mencapai keberhasilan secara optimal.
2)     Pembelajaran yang bermotivasi adalah yang sesuai dengan kebutuhan, dorongan, motiv, minat yang ada pada diri peserta didik. Pembelajaran tersebut sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam  pendidikan.
3)     Pembelajaran yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan inovatif seorang  pendidik untuk berupaya secara sungguh-sunguh mencari cara-cara yang  relevan dan serasi untuk membangkitkan dan memelihara motivasi belajar peserta didik agar memiliki motivasi sendiri (self motivation) yang baik.
4)     Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendaya-gunakan motivasi dalam proses pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
5)     Penggunaan azas Motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan pembelajaran. Motivasi merupakan bagian integral dari pada prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran dan menjadi salah satu faktor yang turut menentukan pembelajaran yang efektif.




2.6. Kerangka Pemikiran












Rounded Rectangle:  Rounded Rectangle:














      Pembelajaran Siklus Belajar                                                                 Pembelajaran Berbasis Masalah

  Keterangan :
                            : Perbedaan





2.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam  penelitian ini adalah :
  1. Ada perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.
  2. Ada perbedaan yang signifikan antara motivasi belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.
  3. Ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas belajar siswa pada pembelajaran siklus belajar dan pembelajaran berbasis masalah di SMP Adhyaksa 2 Kupang.














BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan pada pelajaran IPS di Kelas VIII Tahun Ajaran 2011/2012 SMP Adhyaksa 2 Kupang.  
3.2  Populasi dan Sampel Penelitian
a.  Populasi penelitian
         Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada SMP Adhyaksa 2 Kupang pada tahun ajaran 2011/2012.
     b. Sampel penelitian
         Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII sebanyak dua kelas.
3.3  Variabel Penelitian
 Variabel dalam penelitian ini ada 3 (tiga) yaitu : 
a.      Prestasi Belajar
b.     Motivasi Belajar
c.      Aktivitas Belajar
3.4.Prosedur Penelitian
Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yakni :
      1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penulis membuat instrumen penelitian.  
Adapun pengembangan instrumen penelitian sebagai berikut:
1.     Uji Validitas
Uji Validitas soal yaitu kesesuaian antara soal dengan materi yang telah diajarkan. Untuk menjamin validitas soal, soal-soal disusun berdasarkan kisi-kisi soal. Persamaan  yang digunakan (Arikunto, 2001:78) adalah:

         ........ (3.1)

Keterangan:
rxy
=
Angka koefisien korelasi yang menyatakan validitas soal
x
=
Jumlah skor nomor ganjil
y
=
Jumlah skor nomor genap
n
=
Jumlah sampel
Dalam pengujian ini butir soal dikatakan valid apabila rxy > r tabel diperoleh dari nilai koefisien korelasi ”rproduct momen dengan derajat kebebasa n (dk) = n - 2 dan dengan taraf nyata (α) = 0,05.

2.     Uji Reliabilitas soal
Uji reliabilitas soal diperlukan untuk mengukur tingkat kepercayaan soal. Uji reabilitas soal bentuk pilihan ganda dapat diakukan dengan menggunakan persamaan KR-20 (Arikunto, 2002:172)
                        ...................................................  (3.2
                                 ......................................................  (3.3)
                       Keterangan:
r11
=
Reabilitas secara keseluruhan
P
=
Proporsi siswa yang menjawab item dengan benar
Q
=
Proporsi siswa yang menjawab item dengan salah
(q =1- p)
∑pq
=
jumlah hasil perkalian antara p dan q
N
=
Jumlah item soal
s2
=
Varians
N
=
Jumlah siswa pengikut tes

3.     Analisis item soal
Analisis item diperlukan untuk memilih butir soal yang baik, yang digunakan untuk tes.
Yang dihitung dengan analisi item soal adalah taraf kesukaran (TK), dan daya pembeda (DP). Persamaan yang digunakan untuk menghitung taraf jesukaran (TK) (Purwanto, 1994:119) adalah:
1)     Taraf Kesukaran Butir Soal
Persamaan yang digunakan untuk menghitung taraf kesukaran (TK) berdasarkan persamaan (Purwanto 1994 : 119)

                  .................................................................... .  (3.4)



Keterangan :
TK
=
Taraf kesukaran yang dicari
U
=
Jumlah siswa dari kelompok upper group yang menjawab benar
L
=
Jumlah siswa dari kelompok lower groep yang menjawab benar
T
=
Jumlah siswa kelompok upper group dan lower group
                            
                             Kriteria pengujian:
0
-
0,20
= sukar sekali
0,21
-
0,40
= sukar
0,41
-
0,70
= sedang
0,71
-
1
= mudah


2)     Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda (DP), persamaan yang digunakan adalah:
                          ............................................(3.5)
Keterangan :
DP
=
Daya pembeda yang dicari
U
=
Jumlah siswa dari kelompok upper group yang menjawab benar
L
=
Jumlah siswa dari kelompok lower groep yang menjawab benar
T
=
Jumlah siswa kelompok upper group dan lower group
                            
                              Kriteria pengujian:
0
-
0,20
= kurang
0,21
-
0,40
= cukup
0,41
-
0,70
= baik
0,71
-
1
= baik sekali

Jadi kriteria penerimaan untuk tiap soal adalah 0,25 ≤ TK ≤ 0,73 dan      DP  > 0 (Purwanto, 2004 : 124)
      2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Dalam tahap pelaksanaan penelitian ini peneliti memilih dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara memberikan tes awal. Selanjutnya siswa kelas eksperimen akan diberikan pelajaran IPS dengan pendekatan fenomenologis menggunakan model Siklus Belajar sedangkan pada kelas kontrol diberikan pelajaran IPS pokok bahasan yang sama pada model Pembelajaran Berbasis Masalah.
  3.5  Analisa Data
Analisa  data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa statistik, yaitu : 
1.    Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakan populasi homogen atau tidak digunakan uji Barlet (Sudjana, 1996:262). Tujuan mempermudah satuan-satuan yang diperlukan dalam uji Barlet disusun dalam tebel sebagai berikut:





Tabel 3.2. Daftar harga-harga yang diperlukan untuk uji Barlet
Sampel
DK
1/DK
Si2
Log Si2
DK log Si2
1
2
-
-
-
-
k
n1-1
n2-1




nk-1
1/(n1-1)
1/(n2-1)




1/(nk-1)
S12
S22




Sk2
Log S12
Log S22




Log Sk2
(n1-1) Log S12
(n2-1) Log S22




(nk-1) Log Sk2
Jumlah
Σni-1
-
-

   2. Uji homogenitas digunakan uji hipotesis sebagai berikut:
1.     Batasannya
Ho : σ12 = σ22 = .........= σk2......................................................................................... (3.10)
H1 : paling sedikit satu tanda sama dengan tidak berlaku.
2.     Taraf nyata sebesar α = 0,05
3.     Statistik yang digunakan adalah:
............................................. (3.11)
4.     Penarikan kesimpulan
Jika χ2χ2 (1-α)(k-1)  dimana χ2 (1-α)(k-1) diperoleh dari daftar distribusi t dengan dk = ( k – 1 ) dan peluang 1- α  untuk harga-harga t lainnya Ho diterima.
     
       3. Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk membuktikan bahwa populasi dalam penelitian ini mengikuti model distribusi normal. Uji normalitas ini dilakukan terhadap data nilai tes kemampuan awal siswa.
Persamaan yang digunakan adalah:
                           …………………………….(3.8)
Dimana :
Oi
=
Frekuensi nyata atau hasil pengamatan
Ei
=
Frekuensi nyata yang diharapkan
k
=
Banyaknya kelas interval
χ2
=
Chi- kuadarat

Ei diperoleh dari hasil kali antara banyaknya data (n) dengan peluang atau luas dibawah kurva normal yang bersangkutan.
Untuk mencari peluang (luas), digunakan persamaan:
                                 …....……………………..(3.13)
Keterangan :
Xi
=
Batas bawah kelas interval ke- i (i = 1,2,....)
X
=
Rata-rata sampel
S
=
Simpangan baku

Kriteria pengujian adalah tolak Ho jika .  diperoleh dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1-α) dan dk = (k-3)
      4. Uji Hipotesis Penelitian
                  Uji Hipotesis Pertama (Uji Dua Pihak)
                   Hipotesis diuji dengan menggunakan Uji Z.



















BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.  Hasil Penelitian                  

a.     Deskripsi Data
    Dari hasil penelitian dan analisis data  diperoleh nilai tes awal  kelas eksperimen memiliki rentang 23 – 58 dengan rata-rata   dan simpangan baku S1 = 10,97. untuk kelas kontrol memiliki rentang 23-58 dengan rata-rata  dan simpangan baku S2 = 10,62 sedangkan nilai tes prestasi belajar kelas eksperimen memiliki rentang 63-93 dengan rata-rata dan simpangan baku S1 = 64,81 dan simpangan baku S2 = 10,58.
b.     Uji Kesamaan Kemampuan Awal
               Dari hasil analisis uji kemampuan awal sampel diperoleh t hitung = 0,113 < t tabel = 1,999. Hal ini berarti terdapat kesamaan kemampuan awal antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran siklus belajar dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
c.      Uji Prasyarat Analisis
     Setelah diberi perlakuan maka kemampuan kedua kelas sampel diukur dengan memberi tes prestasi belajar, kemudian data skor prestasi belajar di uji lagi untuk mengetahui apakah data tersebut memenuhi prasyarat analisis data tersebut memenuhi prasyarat analisis atau tidak. Uji prasyarat analisis data yang dimaksud adalah uji analisis dan uji homogenitas.
 Dari hasil uji normalitas diperoleh X2 hitung =  6,386 < X2 tabel = 73,815. hal ini berarti nilai tes akhir eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh X2  hitung = 6,829 < X2 tabel = 7,815. hal ini berarti nilai tes akhir dari kelas kontrol berdistribusi normal. Untuk uji homogenitas X2 hitung = 1,33 < X2 tabel = 3,841. hal ini berarti  bahwa populasi dalam penelitian ini mempunyai variansi yang homogen.
d.     Uji Hipotesis
     Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji-t dan analisa tes hasil belajar. Dalam hal ini uji yang dilakukan adalah uji kesamaan (uji dua pihak) dan uji kesamaan dua rata-rata (uji pihak kanan)
1.  Uji dua Pihak
               Dari hasil perhitungan menggunakan pola interpolasi dengan menggunakan µ =  0,05 dan t (1 - µ/2) diperoleh t Tabel = 1,999 dan t hitung  = 6,028. Karena t hitng > t tabel maka H0  ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan antara prestasi belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran siklus belajar dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah
2.  Uji pihak kanan
            Dari hasil perhitungan menggunakan pola interpolasi dengan µ = 0,05 dan t (1 - µ) diperoleh t tabel = 1, 670 < t hitung = 6,028. karena t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti bahwa prestasi belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model                                             pembelajaran siklus belajar lebih tinggi dari pada siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.
3.  Ketuntasan Belajar
    Dari hasil analis tes hasil belajar dengan P 0.70 sesuai acuan sekolah, diperoleh presentasi ketuntasan belajar untuk kelas eksperimen = 69 % (24 orang siswa) sedangkan presentasi ketuntasa belajar untuk kelas kontrol = 16 % (5 orang siswa). Hal ini berarti bahwa presentasi ketuntasan kelas eksperimen lebih tinggi dari presentasi ketuntasan kelas kontrol.
     Penerapan model pembelajaran siklus belajar dapat meningkatkan prestasi belajar IPS sehingga model pembelajaran siklus belajar lebih efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran IPS

4.2. Pembahasan
    Pada penelitian ini diperoleh bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan aktivitas belajar dalam proses belajar mengajar di kelas. Kenyataan ini dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa ada peningkatan hasil belajar pada tes akhir, begitu juga motivasi dan aktivitas siswa dalam menjawab setiap pertanyaan  pada fase eksplorasi.
       Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model Learning Cycle siswa melakukan 5 fase pembelajaran. Pada fase Engagement (pendahuluan) siswa mulai mengakses pengetahuan yang dimiliki melalui pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada fase ini juga, siswa membuat prediksi atau hipotesis tentang fenomena yang akan dipelajari. Setelah menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa lalu membuktikan hipotesis yang telah diajukan melalui percobaan pada fase Exploration (eksplorasi). Setelah itu, siswa mendiskusikan serta mulai mengembangkan dan menyempurnakan konsep pada fase Explanation (penjelasan). Pada fase Elaboration (penerapan konsep), siswa mulai menerapkan konsep yang telah dipahami dan ketrampilan yang dimiliki pada situasi baru. Diakhir pembelajaran, siswa melakukan fase Evaluation (evaluasi) untuk mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar.
        Dalam pembelajaran Learning Cycle siswa dilatih untuk lebih aktif dengan memanfaatkan panca indranya semaksimal mungkin, mengembangkan keterampilan yang telah mereka memiliki baik dalam kegiatan praktikum, diskusi, mengamati dan lain-lain.
        Dari hasil penilaian motivasi siswa terhadap proses pembelajaran dengan model learning cycle di kelas eksperimen diperoleh data bahwa siswa yang sangat kurang motivasi sebesar 16%,cukup motivasi 22%., selanjutnya kelompok baik motivasi sebesar 28% dan sangat baik motivasi 34%. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diperoleh suatu gambaran bahwa model ini cukup memberikan pengaruh yang baik terhadap motivasi siswa dalam proses pembelajaran di kelas.
Tabel 4.1. Data motivasi siswa terhadap proses pembelajaran
Kelas Eksperimen
Jumlah siswa
Prosentase(%)
sangat kurang
6
19
Cukup
8
25
Baik
9
28
sangat baik
12
37,5
 Jumlah total
35
100 %



Kelas Kontrol
Jumlah siswa
Prosentase(%)
sangat kurang
3
9,4
Cukup
10
31,2
Baik
11
34,4
sangat baik
8
25
Jumlah Total
32
100 %



 Tabel 4.2. Data aktivitas siswa
Aktivitas
Dalam Prosentase
 Kelas Eksperimen
Cukup
Baik
Sangat Baik
perhatian terhadap materi
20
45
35
mengerjakan tugas dan lembar diskusi
25
35
40
kerjasama dengan teman
30
35
35
presentasi jawaban
30
45
25
respon terhadap tugas dan jawaban teman
35
50
15




 Kelas Kontrol
Cukup
Baik
Sangat Baik
perhatian terhadap materi
38
37
25
mengerjakan tugas dan lembar diskusi
38
37
25
kerjasama dengan teman
36
35
29
presentasi jawaban
30
45
25
respon terhadap tugas dan jawaban teman
47
38
15

    Di sisi lain kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) kelas eksperimen menunjukkan lebih tinggi dari kelas kontrol, yakni untuk kelas eksperimen memilki nilai rerata hasil tes prestasi belajar pada rentang 75 sementara KKM untuk SMP Adhyaksa 2 Kupang  sebesar 65. Dari hasil ini dapat di ketahui bahwa Learning Cycle merupakan strategi pembelajaran yang  dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa, penerapan strategi ini dapat meningkatkan motivasi belajar karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran serta membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
     Pada kegiatan pembelajaran dengan model berbasis masalah dimana guru memberikan masalah yang berhubungan dengan peristiwa atau gejala yang terjadi sehari- hari berkaitan dengan materi yang akan diajarkan, kemudian siswa dibimbing oleh guru untuk mengerjakan tugas dalam kelompok dan individu, setelah siswa mengerjakan tugas, guru membimbing siswa dalam berdiskusi dan menyampaikan hasil pekerjaan mereka didepan kelas dan pada akhir pelajaran guru dan siswa melakukan evaluasi terkait dengan tugas-tugas mereka, dan guru juga memberikan soal evaluasi.
    Adapun kelemahan dari pendekatan fenomenologis menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu memerlukan waktu yang banyak dalam menyelesaikan tugas karena siswa lebih cenderung bertanya kepada guru dari pada melakukan dan menemukan sendiri pemecahan masalah tersebut melalui kegiatan kerja kelompok atau individu, selain itu, dalam menentukan hipotesis dan membuat kesimpulan, guru harus membantu siswa. Sedangkan pada kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen siswa menemukan sendiri konsep yang dipelajari dalam kegiatan diskusi dan kesulitan yang ditemui yaitu guru harus mampu mengelola kelas dengan baik karena fase-fase dalam pendekatan fenomenologis menggunakan model Siklus Belajar ini semuanya dilakukan oleh siswa dan guru berperan sebagai fasilitator. Pada kelas eksperimen motivasi siswa lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, karena pada fase kedua yaitu fase eksplorasi pada kelas eksperimen kualitasnya lebih bagus karena siswa melakukannya sendiri sehingga konsep baru yang mereka peroleh benar- benar mereka pahami.
Penerapan model pembelajaran learning cycle dalam kegiatan belajar mengajar dapat melatih siswa dalam membangun kerja sama, meningkatkan motivasi belajar, mengurangi pertentangan, memperbaiki keterampilan, saling mengenal diantara siswa, meningkatkan aktivitas siswa secara aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Dari analisis data diperoleh hasil,untuk kelas eksperimen diperoleh  12 peserta didik (37%) memiliki motivasi sangat baik, 9 peserta didik (25%) memiliki motivasi baik, 8 peserta didik (25%) memiliki motivasi cukup, dan 6 peserta didik (19 % memiliki motivasi kurang.     Dari analisis data kelas kontrol diperoleh hasil  sebanyak 3 peserta didik (9,4%) memiliki motivasi sangat kurang, 10 peserta didik (31,2%) memiliki motivasi cukup, 11 peserta didik (34,4%) memiliki motivasi baik, dan  8 peserta didik (25%) memiliki motivasi sangat baik. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran diperoleh data hasil untuk kelas eksperimen data diperoleh (38,%) peserta didik   memiliki aktivitas baik, 37% peserta didik dalam katagori baik dan 25% sangat baik.sedangkan untuk aktivitas mengerjakan tugas dan lembar diskusi 38% cukup, 37 % baik dan 25% sangat baik. demikian juga untuk parameter yang lain semua tertera dalam tabel 4.2 Data aktivitas siswa..
                 Adapun kekurangan penerapan model pembelajaran ini yang harus selalu diantisipasi adalah efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran, model ini juga menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi serta memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam melaksanakan pembelajaran.









BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
       Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
       a. Terdapat perbedaan prestasi belajar IPS yang signifikan antara siswa yang diajar dengan pendekatan Fenomenologis menggunakan model Siklus Belajar dengan siswa yang diajar dengan pendekatan Fenomenologis menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah.
       b. Prestasi belajar IPS siswa yang diajar dengan pendekatan Fenomenologis menggunakan model Siklus Belajar lebih tinggi dari pada prestasi belajar IPS siswa yang diajar dengan pendekatan Fenomenologis menggunakan model Pembelajaran Berbasis Masalah
        c.  Motivasi belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran  learning cycle lebih tinggi dari pada yang diajar dengan model pembelajaran berbasis masalah
         d. Kriteria ketuntasan Minimal siswa yang diajarkan dengan learning cycle  lebih tinggi dari pada siswa yang diajarkan dngan model pembelajaran berbasis masalah.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses pembelajaran IPS lebih efektif untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal peneliti menyarankan sebagai berikut:
1. Penerapan pendekatan pembelajaran fenomenologis menggunakan model siklus belajar dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, namaun dalam mengimplementasikannya sangat memerlukan kemampuan guru dalam merancang rencana pembelajaran berpusat pada siswa belajar aktif.
        2.  Peningkatan  prestasi belajar peserta didik hendaknya guru dapat memberikan tugas-tugas yang bervariatif dan bersifat menantang untuk membangun peserta didik berpikir kritis, walaupun sifatnya sangat sederhana
3. Perlu adanya penelitian tindak lanjut, karena hasil penelitian tindakan ini hanya dilakukan di kelas VIII pada  SMP Adhyaksa 2 Kupang Tahun 2011.
4. Penelitian tindakan yang serupa perlu dilakukan perbaikan untuk memperolah hasil yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Dasna, I W. 2007. Model Siklus Belajar (Learning Cycle) Kajian Teoritis dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Kimia, Universitas Negeri Malang, Malang

Hamalik Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara

Mulyasa. 2009. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara

Nur, M. 1999. Teori Belajar, Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Riduwan, 2003.  Dasar-Dasar Statistika, Bandung : Alfa Beta

Riduwan, 2008, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Peneliti Pemula, Bandung, Alfa Beta

Sudjana, 2002, Metode Statistik, Bandung, Tarsito

Sukarno, 1981. Dasar-dasar Pendidikan Sains, Jakarta: Rajawali

Sumarjono, 2000. Penerapan Fenomena Alam Dalam Pembelajaran Sosial Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dan Prestasi Belajar Siswa, Malang.: IKIP Malang






ANGKET MOTIVASI BELAJAR IPS

Petunjuk Pengisian

1.  Angket  ini berisikan pernyataan-pernyataan tentang apa yang kamu rasakan atau lakukan dalam proses pembelajaran IPS
2.  Tiap pernyataan tersedia 4 pilihan yaitu:
a.      Sangat Setuju (SS)
b.     Setuju (S)
c.      Tidak Setuju (TS)
d.     Sangat Tidak Setuju (STS)
3.  Pilihlah salah satu dari empat pilihan tersebut, yang sesuai dengan pengalaman kamu dalam belajar IPS, untuk masing masing pernyataan.
4.  Kejujuran kamu dalam menjawab angket ini, mempunyai arti yang tak terhingga nilainya.
5.  Berilah tanda centang (P) pada kolom pilihan kamu

Daftar Pernyataan


NO
PERNYATAAN
SS
S
TS
STS
1.
Sewaktu guru menjelaskan contoh soal IPS, saya selalu memperhatikannya dengan baik.




2.
Jika guru menerangkan materi pelajaran IPS dan saya belum mengerti, maka saya diam saja.




3.
Saya membuat catatan tentang materi pelajaran IPS yang diajarkan oleh guru di kelas.




4.
Saya mengerjakan tugas-tugas IPS yang diberikan oleh guru dengan sebaik-baiknya.




5.
Saya belajar IPS dengan baik, karena saya yakin menunjang pelajaran lain.




6.
Saya belajar IPS dengan tekun karena dapat menunjang pencapaian cita-cita saya.




7.
Pada saat pelajaran IPS berlangsung, saya diam saja.




8.
Pada jam pelajaran IPS, saya sering terlambat masuk kelas.




9.
Semakin banyak belajar IPS, maka saya semakin bosan.




10.
Saya berusaha melebihi prestasi belajar IPS teman-teman lain.




11.
Saya senang mengerjakan soal-soal IPS di rumah walaupun tidak disuruh oleh guru.




12.
Saya senang mengerjakan soal-soal cerita IPS yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.




13.
Saya merasa biasa-biasa saja jika nilai ulangan IPS saya bagus.




14.
Saya semakin percaya diri jika materi IPS yang diajarkan oleh guru saya pahami.




15.
Saya belajar IPS di rumah jika disuruh oleh orang tua.




16.
Saya selalu mengharapkan bantuan orang lain dalam belajar IPS.




17.
Saya tetap berusaha dengan baik untuk memahami pelajaran IPS di sekolah.




18.
Saya merasa malu jika tidak dapat menjawab soal IPS di papan tulis.




19.
Jika ada soal IPS yang tidak bisa saya kerjakan di rumah, maka saya tinggalkan saja.






20.

Saya selalu berusaha tampil di atas papan untuk mengerjakan soal IPS yang ditawarkan oleh guru.




21.
Saya senang dengan cara mengajar guru IPS.




22.
Saya siap untuk menghadapi ulangan IPS kapanpun.




23.
Jika ada PR saya berusaha mengerjakannya dengan benar  dan menuliskannya dengan rapi.




24.
Saya senang melihat gambar-gambar geometri dalam buku IPS.




25.
Saya senang mengikuti kegiatan yang bertepatan dengan jam pelajaran IPS.






DAFTAR ISI

                                                                    Halaman

Halam Pengesahan ………………............................................................   i
Daftar Isi ………………… ....................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah ............................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian  .......... .................................................................... 6
1.4. Manfaat penelitian .............................................................................. 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA  .................................................................... 8
2.1. Belajar dan pembelajaran ………........................................................ 9
2.2. Model pembelajaran siklus belajar (learning Cycle) ........................ 16
2.3. Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) .... 20
2.4. Prestasi Belajar ……………………………………………………. 22
2.5. Motivasi Belajar ……………..........................................................  23
2.6. Kerangka Pemikiran........................................................................  28
2.7. Hipotesis penelitian ........................................................................  29

BAB III METODE PENELITIAN ...........................................  30
3.1. Jenis  penelitian ..................................................................  30
3.2. Populasi dan sampel penelitian .........................................   30
3.3. Variabel penelitian .............................................................  30
3.4. Prosedur Penelitian ............................................................  30
3.5. Analisa Data ......................................................................   35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........... 36
4.1. Hasil penelitian ..................................................................  36
4.2. Pembahasan ........................................................................ 37
BAB V PENUTUP .................................................................... 39
A.Kesimpulan ............................................................................ 39
B. Saran ................................................................................  39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 39
LAMPIRAN-LAMPIRAN :
1.  Angket Motivasi Belajar IPS ……………………........... 40
2.  Silabus Pembelajaran ....................................................... 41
3.  Rencana Pelaksanaan pembelajaran ................................ 42