PENDAHULUAN
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
3 menegaskan Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, peka terhadap lingkungan serta
bertanggung jawab.
Tidak dapat di pungkiri bahwa pendidikan sejarah sebagai salah satu
mata pelajaran yang ada dalam kurikulum sangat berperan dalam membentuk watak,
kepribadian bangsa terutama generasi muda. Peristiwa sejarah yang syarat kisah
historis diharapkan guru mampu membangkitkan semangat peserta didik dalam
belajar sejarah, sehingga peserta didik tertanam rasa cinta terhadap tanah air
dan bangsa, semangat kebangsaan, persatuan dan kesatuan. Pembelajaran sejarah
yang diberikan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif
dan inovatif dalam memahami sejarah, mampu mengembangkan potensi dirinya secara
kronologis, memiliki pengetahuan masa lampau yang digunakan untuk memahami dan
menjelas proses perkembangan perubahan yang terjadi di masyarakat, meneruskan
dan menumbuhkan jati diri sebagai bangsa yang tangguh, memiliki ilmu
pengetahuan yang berkualitas, berbobot di tengah-tengah peradaban masyarakat
dunia yang semakin maju, menyadari adanya keragaman kemampuan, pengalaman dan
pola hidup masyarakat dan cara pandang
yang berbeda terhadap peristiwa masa lampau untuk memahami masa kini dan
membangun pengetahuan dan pemahaman untuk menghadapi masa yang akan datang.
Mata Pelajaran sejarah merupakan suatu mata pelajaran yang kurang
diminati oleh pserta didik jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Hal
ini yang menjadi penyebabnya adalah: Strategi pembelajaran sejarah tidak
menarik sehingga peserta didik merasa bosan dan jenuh karena guru masih
menggunakan satu metode yakni metode
ceramah (Monoton) dan terkesan guru lebih banyak berperan ketimbang peserta
didik. Seyogyanya yang lebih banyak berperan dan aktif belajar adalah peserta
didik bukan guru. Guru hanya berkapasitas sebagai mengarahkan peserta didik.
Model pembelajaran seperti ini sudah saatnya harus di rubah dengan model-model
pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik belajar; Minimnya penggunaan
alat peraga / media pembelajaran dan guru terkesan membelajarkan peserta didik
apa adanya.
Penggunaan alat peraga / media pembelajaran bertujuan untuk membantu
peserta didik dalam memahami suatu konsep yang masih bersifat abstrak, baik
yang bersifat masa lampu maupun peristiwa masa kini. Alat peraga / media
pembelajaran pada hakikatnya adalah menjembatani peserta didik dalam mencapai
kompetensi. Media dalam pembelajaran sejarah memiliki peranan yang sangat
penting membantu peserta didik dalam memahami kompetensi yang masih bersifat
abstrak menjadi kongkrit; Peserta didik menganggap belajar sejarah tidak berguna
untuk mengembangkan potensi dirinya dan menganggap pembelajaran
sejarah merupakan salah satu pembelajaran hafalan belaka, sehingga peserta didik
merasa tidak ada tantangan dan motvasi untuk mempelajarinya. Hal ini diperparah
oleh kondisi guru yang tidak memiliki kemampuan dan keterampilan dalam
merancang model-model pembelajaran sejarah yang dapat mengaktifkan peserta
didik dalam belajar memahami suatu peristiwa sejarah yang akan di pelajarinya sehingga peserta didik
menganggap pembelajaran sejarah sebagai suatu yang tidak bermakna bagi dirinya.
Haryono (1995) menegaskan bahwa pembelajaran sejarah tergantung pada
kepentingan dan ketertarikan. Bertolak dari pandangan tersebut menuntut guru
harus memiliki kompetensi, keterampilan dan kreatif dalam merancang model
rencana pelaksanaan pembelajaran yang menarik dan dapat menegmbangkan potensi
peserta didik untuk aktif belajar. Untuk mendorong peserta didik lebih berparan
aktif dalam pembelajaran maka guru hendaknya memadukan berbagai metode
pembelajaran sehingga pembelajaran dapat menantang peserta didik lebih aktif
dalam belajar. Banyak aspek yang mempengaruhi proses pembelajaran yang tidak
bermutu dan bermakna bagi peserta didik disamping kemampuan guru, namun melalui
makalah ini hanya membahas bagaimana dampaknya belajar melalui dinamika
kelompok.
DINAMIKA KELOMPOK
Dinamika kelompok merupakan kekuatan yang dimiliki sekelompok
masyarakat yang dapat memunculkan suatu perubahan dan tata cara kehidupan
masyarakat yang bersangkutan. Depdikbud (1995). Salah satu langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
guru dalam membangun ketertarikan dan minat peserta didik dalam pembelajaran
sejarah maka asumsinya jika peserta didik senang belajar sejarah maka pesan
dalam pembelajaran sejarah harus mudah di pahami oleh peserta didik dan pada
akhirnya diharapkan peserta didik dapat membentuk kepribadian dan mampu
meningkatkan prestasi akademiknya. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat
menarik bakat dan minat peserta didik dalam belajar sejarah adalah menerapkan
sistem belajar peserta didik melalui dinamika kelompok, dengan tujuannya adalah
membangun komunitas belajar peserta didik guru dituntut mampu menciptakan kondisi
belajar yang menyenangkan. Pelaksanaan pembelajaran melalui dinamika
kelompok harus diartikan sebagai sesuatu
membangun potensi peserta didik untuk menunjang terciptanya pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik belajar dalam ruang lingkup yang konduksif.
Bagaimana tujuan belajar melalui dinamika kelompok baik bagi individu,
kelompok, pemimpin komunitas, maupun bagi guru.
BAGI INDIVIDU
Belajar melalui dinamika kelompok bagi individu dimaksudkan agar
peserta didik lebih mengenal potensi dirinya dengan komunitas belajar di
sekelilingnya sehingga dapat memacu peserta didik lebih berperan aktif dalam
komunitas belajar, dan sadar akan kelebihan dan kekurangannya dan mampu
menyesuaikan diri dengan sesama anggota kelompok.
BAGI KELOMPOK
Penerapan Belajar melalui dinamika kelompok bagi kelompok adalah
agar peserta didik dilatih berperan aktif untuk mengembangkan potensi dirinya
dalam melihat berbagai permasalahan yang terjadi secara bersama, mengkaji
permasalahan, memecahkan dan mengambil tindakan kesimpulan bersama.
BAGI PEMIMPIN KOMUNITAS
Mengembangkan pembelajaran melalui kegiatan dinamika kelompok bagi
pemimpin komunitas agar berperan lebih aktif, kreatif, dan efektif dalam
pembelajaran dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan komunitas yang
dipimpinnya dan mampu menciptakan iklim belajar yang lebih bermakna bagi
anggota komunitas belajarnya.
BAGI GURU
Belajar melalui dinamika kelompok bagi guru di maksudkan untuk
mendinamiskan kelas sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar aktif dalam
proses pembelajaran. Oleh karena demikian maka guru harus memiliki kemampuan
dan menguasai beberapa metode/ strategi dalam membelajarkan peserta didik diantaranya tehnik belajar melalui dinamika
kelompok.
Tehnik belajar melalui dinamika kelompok terkenal dengan sebutan ice
breeker (pemecahan masalah) yang berfungsi untuk menghindari kekakuan hubungan
antar personal, kebosanan terhadap situasi tertentu dan memperkuat sinergi
kerja tim Brian Clegg dan Paul Brich (2001). Mengapa harusnya belajar melalui
dinamika kelompok, sekurang-kurangnya ada tiga yang menjadi alasan yang
mendasar perlunya penerapan sistem
belajar melalui dinamika kelompok dalam pembelajaran sejarah antara lain :
peserta didik aktif dalam pembelajaran, peserta didik merasa senang dan
tertarik, terpanggil serta kesadaran untuk aktif dalam kegiatan belajar,
Peserta didik merasa diajak atau ditantang untuk berpikir, kritis, peka
terhadap lingkungan, bersikap mandiri, bekerjasama dalam kelompok, bertanggung
jawab, bertanya, berpendapat atau menceritakan pengalamannya, melakukan
percobaan dan pengamatan langsung apa yang dipelajarinya, belajar di dalam dan
diluar kelas dengan menggunakan berbagai sumber belajar, menulis laporan
percobaan atau hasil penagamatan dengan kata-kata sendiri, dan aktif belajar dalam bentuk diskusi.
Memebangun komunitas
belajar biasa dilakukan dengan
melalui beberapa cara seperti :
menyanyi bersama, menari,
menepuk tangan, membaca puisi, bercerita pengalaman, bermain peran, dan
mengajukan beberapa pertanyaan. Membangun komunitas belajar peserta didik
biasanya diterapkan pada kegiatan awal pembelajaran setelah berdoa bersama dan
lebih dikenal sebagai kegiatan apersepsi. Kegiatan ini sangat baik sebagai selingan dalam kegiatan
pembelajaran inti. Tujuannya adalah untuk
mencegah kejenuhan dan kebosanan peserta didik hal ini tergantung
kondisi dan kreatifitas guru dalam mempertahankan semangat belajar peserta
didik hingga akhir pembelajaran.
Selain dinamika kelompok,
guru hendaknya mencari strategi lain untuk mendorong peserta didik memahami
konsep atau kompetensi, baik menggunakan sistem pendekatan pembelajaran
kontekstual, cooperatif learning, DD/CT, maupun CTL. Rencana pelaksanaan
pembelajaran harus mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
hendak dicapai oleh peserta didik.. Hal ini guru harus mampu menyesuaikan
dengan perkembangan karakteristik peserta didik.
Contoh: Kompetensi Dasar : Memahami pergerakan Nasional. Indikator /
materi Organisasi. Langkah-langkah pembelajarannya: membagi kelompok belajar
terdiri dari 3-4 orang peserta didik, setiap kelompok di beri tugas untuk
mengidentifikasi organisasi bersifat kedaerahan, Nasional dan masyarakat,
pemimpin, kurun waktu di dirikan, dan tujuan organisasi menurut peserta didik
ketahui, memberikan tugas individu : identifikasi peranan organisasi,. manfaat
mengikuti organisasi, .hambatan jika mengikuti kegiatan organisasi, alasan
bergabung dalam organisasi, mengidentifikasi program organisasi, setiap
kelompok mempresetasekan hasil kerja kelompok; dan menyimpulkan materi
pembelajaran.
Menerapkan metode
pembelajaran aktif (Active Learning) Kurikulum
mengisyaratkan perlunya perubahan paradigma diantaranya pola teacher
center menjadi student center.hal ini menuntut perubahan sistem pembelajaran
dari pola pikir instruktif menjadi fasilitatif. Dengan demikian guru harus mengupayakan pembelajaran yang
dapat mengaktifkan peserta didik menggali potensi yang dimilikinya. Sudah cukup
banyak upaya pemerintah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan dengan
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk meningkatkan kompetensi guru dalam
memahami berbagai strategi pembelajaran maupun melalui media cetak untuk
membantu guru dalam mengaktifkan peserta didik belajar aktif, seperti diskusi
kelompok, berpasangan, simulasi, studi lapangan, wawancara nara sumber, menemukan, merekam, rol playing,
sosiodrama dan lain sebagainnya. Oleh
karena itu kreatif dan inofatif guru sangat diperlukan dalam merancang
model-model pembelajaran seperti model pembelajaran contextual teaching and
learning yang memiliki tujuan pilar meliputi: contructivisme, inquri, modeling,
learning community, Qestioning, reflection, dan authentic assessment.
Kekurangan pengetahuan guru memaknai manfaat media yang sangat minim
sehingga guru membelajarkan peserta didik hampir tidak menggunakan media. Hal
ini mungkin karena keterbatasan kemampuan guru dan sekolah menyediakannya. Jika
guru memiliki kreratifitas yang tinggi dan memahami fungsi media dan mengusai
tehnik penggunaanya maka secara bertahap
guru mampu meningkatkan hasil proses dan hasil belajar peserta didik. Hal ini
sangat membantu peserta didik bila guru mampu menerapkannya, seperti
menggunakan media VCD atau menggunakan OHP. Hal ini mungkin tidak semua sekolah
memilikinya. Pertanyaanya apakah keterbatasan media akan menghabat proses
pembelajaran? Guru atau sekolah tidak membiarkan hal tersebut terjadi, oleh
karena itu maka dengan adanya kreatifitas guru akan dapat mengatasi kondisi
tersebut, sehingga dengan memiliki kreatifitas yang tinggi guru mampu
menyajikan pembelajaran yang menarik dengan menggunakan media sederhana asalkan
guru memiliki kemauan untuk berkreasi.
Contoh :Kompetensi dasar:
Memahami kolonialisme dan imperialisme barat di Indonesia. Indikator / Materi :
Sebab-sebab kedatangan bangsa barat di Indonesia. Media pembelajaran
Rempah-rempah antara lain lada, cengkeh, ketumbar, jinten, dll. Langkah-langkah
pembelajarannya : membagi kelompok belajar yang anggotanya terdiri dari 3-4
orang peserta didik dan setiap kelompok di minta untuk mengamati dan
mengidentifikasi rempah-rempah, langkah berikutnya peserta didik diberi tugas
secara individu untuk mengidentifikasi manfaat rempah-rempah dan menjelaskan
ketertarikan bangsa barat terhadap rempah-rempah di Indonesia. Selanjutnya
setiap kelompok di minta untuk mempresentasikan hasil diskusinya, dan kemudian
peserta didik dan guru menyimpulkan bersama hasil belajar, serta mengadakan refleksi.
REFLEKSI
Refleksi merupakan suatu ungkapan yang mencerminkan keadaan diri
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang berfungsi sebagai suatu tindakan
evaluasi diri terhadap kebermaknaan pembelajaran. Refleksi sebagai upaya
memberikan pembelanjaran bermakna bagi peserta didik yang merupakan salah satu
prinsip pembelanjaran berbasis kompetensi. Guru tidak sekedar menyampaikan
kompetensi atau materi yang harus di di kuasai dan miliki oleh pesrta didik,
tetapi bagaimana peserta didik memaknai kompetensi-kompetensi atau materi yang
tertuang dalam pebelanjaran itu, di mana peristiwa atau kejadian yang sudah di
pelajarinya, apa kegunaannya mempelajari
sejarah. Oleh karena itu pembelanjaran sejarah tidak terjebak pada verbalisme
dan pada akhir pembelanjaran guru perlu melakukan refleksi. Media pembelanjaran
bagi paserta didik guru dan pemaknaan terhadap konsep atau materi yang telah di
pelajarinya. Dengan demikian pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pendapatmu
tentang pembelanjaran hari ini, apa yang kalian dapatkan hari ini, Nilai-nilai
apa yang terkandung dalam materi pembelanjaran yang telah di pelajari, dan
bagaimana menanamkan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari ?
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara umum dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa,
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta budaya global yang tidak bisa
terelakan membawa dampak adanya perubahan paradigma di bidang pendidikan. Hal
ini hendaknya di sikapi dengan arif dan bijaksana dengan menggunakan pikiran
terbuka. Sebagai tenaga fungsional di bidang pendidikan guru harus mampu
meningkatkan kompetensi pedagoginya, profesional, kepribadian dan sosial, untuk
menghadapi segala tantangan yang semakin berat. Kreativitas guru dalam
mengelola pembelanjaran menjadi sangat penting. Dengan memiliki kemampuan dan
kreatif guru mampu merancang model-model pembelajaran yang menarik dan akan
menjadikan peserta didik lebih terlatih untuk bersikap dan bertidak secara
profesional. Selain upaya pemerintah, guru / sekolah/ komite sekolah/ yayasan
persekolahan/ dewan pendidikan dituntut harus proaktif untuk mengidentifikasi kekurangan
/ kelemahan / kebutuhan komponen sekolah yang dijadikan dasar dalam pengambilan
kebijakan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan komponen sekolah
khususnya membantu meningkatkan profesionalisme guru dalam pembelajaran. Dengan
melalui Pendidikan dan pelatihan
(Diklat) secara berjenjang. guru
diharapkan mampu meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang bermutu di
berbagai jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melakukan suatu
perubahan ke arah yang positif merupakan
sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan dewasa ini. Sebaiknya
sekarang di mulai dari hal-hal yang kecil dari dalam diri kita sendiri.
Daftar Pustaka
Depdikbud 1995, Pengajaran sejarah kumpulan simposium, Jakarta.
UURI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dyah Sriwilujeng 2002 Refleksi dan evaluasi PPPG IPS dan PMP Malang.
Haryono 1995 Mempelajari sejarah efektif Jakarta Pusat Jaya.
Wirdarwati dan suntari 2002
dinamika kelompok PPPG IPS dan PMP Malamg.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar